[12] "rumah" baru

128 10 2
                                    

author PoV

dunia sangat sempit ternyata. tak disangka mahesa akan bertemu kembali dengan sosok wanita yang telah menculik adiknya, satya. dan yang lebih mengejutkan lagi wanita itulah yang telah membantu mereka sejauh ini.

bingung, khawatir, namun juga senang meliputi hati kecil mahesa. ia khawatir dengan niat wanita di sampingnya ini, tetapi disisi lain dia sangat bersyukur telah dibantu banyak olehnya.

di ruangan itu hanya tersisa mahesa dan wanita bernama sheila.

dengan tutur lembut sheila menyuapi sesuap demi sesuap bubur masuk kedalam mulut mahesa, sembari mereka berbincang-bincang bersama.

"saya gak nyangka ternyata kamu abangnya satya, terakhir kali saya ingat kita pernah ketemu kan? disana kamu keliatan tergesa-gesa banget." ucap sheila.

mahesa hanya mengangguk karena tengah sibuk mengunyah makanan.

"maaf ya, tante udah culik adek kamu waktu itu. soalnya... ngeliat sosok satya itu ngingatin tante sama mendiang anak saya dulu, dia mirip banget sama satya. kayaknya gara-gara saya di tinggalin sebelum siap sama anak saya ngebuat tante jadi agak gila." sheila terkekeh geli mengingat buruknya dirinya.

mahesa menggeleng, "gak papa kok tante, gak ada seorang ibu yang mau ditinggalin sama anak nya sendiri. tante pasti kangen mendiang anak tante, jadinya pas ngeliat satya yang mirip mendiang anak tante membuat tante tenang, kayak ngeliat sosoknya di satya."

"makasih ya udah ngertiin tante. kalian semua anak-anak baik... tante udah dengar semua perjalanan kalian, dan tante kagum banget sama kalian yang kuat di saat keadaan mati-matian menghantam kalian. tapi kalian tetap kuat dengan saling menguatkan satu sama lain. kalian hebat..."

mahesa tersenyum lirih.

"tante ngerawat kalian bertujuh boleh gak? tante janji kok bakal ngerawat kalian sepenuh hati, ngeliat kalian bertujuh gak tau kenapa rasanya tenang banget..."

mendengar ucapan sheila jelas membuat mahesa terkejut.

".... tapi nanti kita bisa merepotkan tante." sahut mahesa.

sheila menggeleng, "gak, tante bakal senang banget di repotin sama kalian."

"kalau gitu... mahesa coba bicarakan sama adek-adek mahesa dulu ya."

~

beberapa waktu kemudian, akhirnya mahesa diperbolehkan tuk pulang meski belum sepenuhnya pulih. ketujuh bocah itu berjalan menghampiri sebuah mansions mewah yang mereka lihat di depan mata mereka.

sheila yang berjalan di depan mereka perlahan menoleh ke arah tujuh anak laki-laki itu, dengan menyunggingkan senyum manis yang ia punya.

"ini rumah mama, mulai sekarang kalian tinggal disini ya." tuturnya lembut.

ketujuh bocah itu mengangguk dan kembali mengikuti langkah sheila yang kini telah menjadi mama tiri mereka. mereka memasuki mansion itu dan mulai di ajak berkeliling untuk membiasakan diri.

hingga beberapa waktu setelah nya mereka berkumpul di ruang tamu dan duduk di atas sofa panjang yang tersedia disana. berbincang dan bercanda bersama layaknya anak dan ibu kandung.

dan tetiba juan mulai menyeletuk, "mama gak bakal jual kita ke orang jahat buat ngembalikan uang yang udah mama pakai buat menuhin kebutuhan kita kan?"

semua sontak menoleh ke arahnya, keenam anak laki-laki itu kembali teringat dengan kejadian buruk beberapa waktu lalu itu, hal yang membuat mereka hampir tidak mau mempercayai kebaikan orang lain lagi.

sheila menggeleng, "tentu aja nggak. mama usahakan lakukan yang terbaik buat kalian ya? sudah cukup kemarin, mama gak mau liat kalian menderita lagi."

kalian masih cukup kecil untuk menghadapi kerasnya dunia.

ketujuh anak laki-laki itu tersenyum sedikit lega. mereka harap apa yang di katakan sheila itu benar adanya.

"makasih, mah."

sheila tersenyum lembut, "nah siapa lapar? yuk, mama buatin makan malam dulu yang spesial buat kalian!" seru sheila yang bangkit dari sofanya.

disahut dengan sorakan senang ketujuh anak itu. mereka berbondong-bondong pergi ke dapur untuk menantikan sheila membuat makan malam untuk mereka sekeluarga.

masing-masing duduk di kursi meja makannya sendiri dan menantikan makan malam.

mahesa menoleh ke arah sheila yang tengah sibuk di dapur, karena merasa tidak enak jika ia hanya duduk, akhirnya mahesa memutuskan untuk membantu sheila. dia berdiri di samping sheila mempertanyakan bantuan.

"ma, biar mahesa bantu ya. mahesa bantuin di bagian apa?" tanya nya.

sheila langsung menggeleng, "jangan, jangan. kamu kan masih belum terlalu pulih, lebih baik kamu duduk aja tungguin mama selesai masak ya? mama gak mau penyakit mu tambah parah..."

"penyakit apa?"

mata sheila sedikit memelotot, "ah bukan apa-apa, udah kamu istirahat aja ya? kan kamu baru aja pulang dari rumah sakit... mama bisa sendiri kok disini." sheila menggandeng tangan mahesa menuntunnya kembali ke meja makan.

mahesa hanya menurutinya meski masih terpikirkan maksud ucapan sheila barusan.

mahesa akhirnya duduk di kursinya dan ikut bergabung dalam obrolan adik-adiknya yang terlihat asik.

hari ke hari berlalu dengan cepat, mereka hidup dengan tenang selama sheila merawat mereka dengan sangat baik. mereka di rawat layaknya anak kandung bagi sheila, penuh kehangatan dan kasih sayang.

selama bersama sheila mereka penuh dengan senyuman dan kebahagiaan, selalu berusaha melupakan semua kejadian buruk yang pernah mereka lewati.

bersama-sama kembali membangun rumah yang telah hancur itu.

namun di selang kebahagiaan itu ada mahesa yang terkadang mengeluh bahwa kepalanya sering terasa sakit dan mudah lupa, tetapi dia tidak pernah mengatakan hal tersebut kepada siapapun, ia hanya menganggap,

"mungkin karna bekas luka dikepala kemarin, nanti juga pasti sembuh kan?" gumam mahesa melepaskan tangannya dari kepalanya.

ia keluar dari toilet sekolah hendak kembali ke kelasnya melanjutkan pelajaran nya.

dan akhirnya cuaca cerah disiang hari dengan langit biru yang di hiasi dengan awan putih berbagai macam bentuk, adalah jam dimana sangat di nantikan siswa siswi smp dirgantara mandala untuk kembali pulang kerumahnya masing-masing tuk beristirahat dan melakukan aktivitas bebas lainnya.

mahesa dan reyhan berjalan berdampingan menuju ke arah gerbang sekolah tanpa adanya obrolan di antara mereka.

tanpa sadar mereka telah melangkah cukup jauh hingga berdiri tepat di depan gerbang sekolah, sorot mata mereka mendapati sosok mobil sheila yang telah menjemput mereka. kedua anak laki-laki itu segera menghampiri mobil tersebut, kemudian memasukinya dan duduk di kursi penumpang bagian belakang.

di depan terlihat adanya sheila yang duduk di kursi pengemudi, wanita itu menolehkan kepalanya ke arah belakang untuk melihat kedua putranya.

"gimana sekolah nya?" tanyanya lembut.

"seru, kayak biasa." sahut reyhan di iringi senyum lebarnya.

sheila tersenyum senang mendengarnya, dia mengalihkan pandangannya ke arah mahesa, "terus bang hesa gimana? sekolahnya normal aja kan?"

"iya."

"bagus deh, kalau gitu kita mampir ke rumah sakit dulu ya?"

"kerumah sakit? memangnya siapa yang sakit, ma?" tanya mahesa kalang kabut.

"gak ada yang sakit kok, tenang aja. mama cuma mau bawa kamu terapi, biar penyakit mu cepat sembuh, ya?" sheila mengalihkan pandangan nya kembali fokus ke arah depan, sembari dia mulai menyalakan mesin mobilnya.

mahesa hanya terdiam, lagi-lagi bingung, sebenarnya apa maksudnya dengan penyakit itu? sudah berkali-kali sheila mengatakannya tetapi dia tidak pernah mau menjelaskannya pada mahesa. mahesa akhirnya hanya diam dan mengikuti apa kata sheila.

reyhan menoleh ke arah abangnya di samping, "kenapa bang? kok ekspresinya kayak anak kuliahan akhir semester, suram." celetuknya.

"hah? nggak kok."

to be continued...

Seven [7] BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang