5. Mimpi Basah

2.3K 28 0
                                    

Ketukkan di pintu membuat pria itu akhirnya menghentikan aktifitasnya. Saat dirasa Tuan Theo sedikit menjauh, Luna mengambil kesempatan itu untuk meloloskan diri.

"Ini aku, Kepala Lim." Teriak seseorang dari depan pintu.

Luna mengancingkan kembali kemejanya yang entah sejak kapan dibuka pria itu. Membersihkan mukanya dan merapihkan rambutnya yang berantakan.

Cepat-cepat berlari ke arah pintu, membukanya. Raut keterkejutan tampak di wajah Kepala Lim begitu melihat Luna yang berada di balik pintu.

"Apa Tuan Theo di dalam?" tanya Kepala Lim. Menyadari kalau gelagat Luna sedikit aneh.

Luna mengangguk singkat kemudian berjalan cepat meninggalkan Kepala Lim yang masih mematung di tempatnya.

Seperti tertusuk hawa dingin, Luna memeluk tubuhnya sendiri yang tiba-tiba saja gemetaran.

Saat dirinya berbelok ke lorong tempat di mana deretan kamar pelayan berada, Luna Tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Merasa pemandangan dirinya sekarang mirip dengan seseorang yang pernah dia lihat.

Berlari di lorong. Sambil memeluk diri sendiri seperti sedang ketakutan. Di pipinya berderai air mata.

Luna menarik napas dalam.

Saat itu pun, rambut Maria tergerai.

Sebenarnya apa yang terjadi pada Maria saat itu?

Tidak. Tapi sepertinya waktu itu Maria hanya menerima hukuman dari Nyonya Theo, karena Nyonya Theo sendiri yang menyuruh Maria pergi ke kamarnya.

Bukan Tuan Theo.

*

Gelap. Semuanya gelap bahkan saat Luna mencoba untuk membuka mata. Sebuah kain mengikat kepalanya dan menutupi matanya.

Dia tidak tahu berada di mana. Yang jelas tempat tidur dengan seprai satin yang menjadi tempat berbaringnya sekarang, bukanlah milik kamar pelayan.

Kedua tangannya juga terikat di sisi kepala. Luna  mencoba menarik-narik tangannya namun ikatan begitu kuat.

Dia terengah. Bukan engahan karena usahanya untuk melepaskan tangan, tapi karena sesuatu bermain dengan miliknya di bawah sana. Sesuatu yang lembut sedang menyentuh titik paling sensitif di antara kedua kakinya.

Luna mengangkat kepala, menundukkan wajah. Berusaha melihat namun yang diperolehnya masih kegelapan.

Keputusasaan saat hanya bisa menerima perlakuan intim membuatnya mengerang.

Tubuhnya tersentak saat merasakan keindahan puncak nirwana yang akan menjadi sesuatu yang ia rindukan di kemudian hari.

Luna mencoba menstabilkan napasnya yang tersengal saat seseorang di bawah sana menghentikan apa yang ia lakukan.

Sedetik kemudian, ikatan di kepalanya tiba-tiba ditarik hingga lepas.

Butuh beberapa waktu agar pupilnya bisa melihat di dalam kegelapan ruangan. Hanya ada sinar merah yang entah berasal dari mana, yang membuat suasana di sekitarnya begitu sensual.

Namun, kedua bola mata di atasnya. Yang sedang menatapnya begitu mendamba, membuat bibirnya memanggil sebuah nama.

"Tuan Theo?"

Pria itu tetap seperti biasanya, tanpa ekspresi.

Sebuah gesekkan di daerah miliknya membuat Luna menunduk ke bawah. Di saat itu juga baru menyadari kalau dirinya tanpa sehelai pun busana.

Begitupun juga dengan Tuan Theo.

Otot-otot di lengannya menonjol karena sedang menahan beban tubuhnya sendiri. Bentuk tubuh pria itu yang selalu membuat Luna menelan ludah kini berada di atasnya, polos.

(S1) Rahasia Di Mansion Tuan Theo - SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang