Bel pulang sekolah telah lama berbunyi, namun Ghalen masih setia duduk di atas kursi kayu roftoop SMA Pelita Bangsa.
Sepenggal kalimat Alisha masih berputar tanpa dalam benak Ghalen, rasanya bagaikan mimpi. Hubungan yang sudah selama dua tahun Ghalen jalani berakhir sudah tanpa alasan yang jelas.
Ghalen bangun dari duduknya memandang hamparan luas lapangan sekolah yang nampak kosong, sepertinya semua siswa dan guru sudah pulang.
Angin yang berhembus meniup daun-daun hijau pohon Flamboyan yang tampak seperti menari di udara, lalu daun tua berguguran di atas tanah.
"Apa gue punya salah Sha? Apa lo udah dapat yang lebih baik dari gue?". Batin Ghalen.
Dretth!. Dretth!. Dretth!.
Dering panggilan masuk di ponsel membuyarkan semua lamunan Ghalen. Ghalen meraih ponsel yang ada di sakunya, lalu menggeser ikon berwarna hijau untuk mengakat telfon.
"Hallo, Ghy". Sapa Ghalen saat panggilan telfonnya telah terhubung.
"Lo kapan pulangnya?". Tanya Ghyarra disebarang.
Hanya pertanyaan itu yang ingin Ghyarra tanyakan, karena sudah lewat dari 2 jam dari waktu pulang sekolah. Namun Ghalen tak kunjung pulang ke rumah.
Ghyarra sesungguhnya khawatir dengan kembarannya itu, namun sifat cool Ghyarra seakan menyembunyikan rasa khawatirannya. Sekalipun itu untuk saudaranya sendiri.
"Dari tadi pagi Ghavin nyari lo terus". Lanjut Ghyarra.
"Ini udah otw pulang". Balas Ghalen.
Ghalen hanya bisa mengulum senyum, entah mengapa Ghyarra selalu saja seperti itu. Menanyakan keberadaannya dan terlihat sangat mengkhawatirkan Ghalen, namun saat bertemu Ghyarra tak banyak berbicara. Ghyarra hanya akan banyak bicara saat Ghalen mengusilinya.
Ghalen menuju pintu keluar roftoop, menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Lalu berjalan menuju parkiran.
Keadaan sekolah ternyata sudah benar-benar sepi, hanya tersisa motor sport hitam milik Ghalen yang ada di parkiran.
Ghalen menaiki motornya lalu meninggalkan area parkir sekolah, menuju pintu gerbang yang sudah tertutup. Pak Rahmat membuka pintu gerbang saat Ghalen akan berhenti depan gerbang, Ghalen hanya membunyikan klakson sebagai tanda terima kasih.
Ghalen menambah kecepatan motornya saat keluar dari gerbang sekolah, namun ia kembali memelankan laju motornya saat melihat seorang gadis berseragam sama dengannya sedang duduk seorang diri di halte bus yang berada tak jauh dari sekolah.
"Ngapain tu anak jam segini masih duduk di halte". Gumam Ghalen.
Ghalen menjalankan motornya menuju halte.
Tinn!.
Ghalen membunyikan klakson motornya, membuat gadis yang sedang asyik memainkan ponselnya itu terlonjak kaget, membuat Ghalen tertawa balik helm full facenya.
"Klakson lo berisik". Kesal Melody dengan wajah tak bersahabat.
Bukannya menjawab Ghalen justru kembali tertawa, ia benar-benar senang karena bisa melihat wajah kesal Melody.
Ghalen membuka kaca helm full facenya. "Lo ngapain jam segini masih di halte? Bukannya pulang". Tanya Ghalen.
Melody memasukkan ponselnya di saku baju seragam, lalu bangun dari duduknya. "Mobil jemputan gue mogok". Jawab Melody cuek.
Mungkin bagi orang yang baru mengenal Melody, mereka akan beranggapan jika gadis itu sombong. Namun kenyataannya tak seperti itu. Melody sama seperti Ghyarra mereka satu paket komplit, mereka adalah dua orang yang berbeda namun dengan sifat yang hampir mirip. Bahkan banyak yang bilang kalau Melody lebih cocok menjadi kembaran Ghyarra, dibandingkan Ghalen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghalendra
General Fiction"Senja itu duka, ia selalu pergi sebelum bumi siap menyambut malam. Senja terburu-buru pergi meninggalkan bekas luka, dalam setiap indah jingganya" -Ghalendra Orryon Dhevankha