Chapter 8

13 4 0
                                    


Kanaya memegang perutnya yang keroncongan, sudah hampir tiga jam lamanya ia duduk di roftoop bersama Ghalen dan Melody.

Kanaya melirik Melody yang masih sibuk dengan berkasnya, lalu beralih ke arah Ghalen yang duduk lesehan dengan bersandar di pembatas roftoop.

Kanaya hanya bisa mendengus, perutnya sudah keroncongan ingin di isi, namun ia malas jika pergi ke kantin seorang diri.

Kanaya bangun dari duduknya, lalu berpindah duduk di samping Melody. Melody yang menyadari itu pura-pura tak melihat kehadiran Kanaya didekatnya.

Kanaya mencolek-colek lengan Melody, namun Melody tak terganggu dengan tingkah Kanaya.

"Mel". Rengek Kanaya dengan tangan yang terus mencolek lengan Melody.

Melody tetap tak memperdulikan rengekan Kanaya. Melody masih fokus dengan berkas yang harus secepatnya selesai ia kerjakan.

Kanaya yang merasa sia-sia merengek kepada Melody, pun beralih duduk kembali di samping Ghalen yang masih melamun.

"Ghal". Panggil Kanaya saat sudah duduk di samping Ghalen.

"Ghal". Panggil Kanaya lagi.

Ghalen masih sibuk dengan lamunan dan pikirannya, sampai tak menyadari Kanaya yang terus memanggilnya.

"Ghal". Panggil Kanaya lagi, kali dengan suara yang lebih keras.

Ghalen masih tak menjawab. Kanaya sudah mendengus pasrah, namun seketika ide jail terpikirkan olehnya.

Plak!.

Suara tamparan yang cukup keras melayang dan tepat mengenai pipi Ghalen, walaupun tamparan itu tak terlalu keras namun mampu membuat pipi Ghalen serasa terbakar.

Ghalen yang menoleh ke arah sang pelaku. Ghalen menatap gadis yang lebih muda satu tahun darinya itu dengan tatapan permusuhan, bukannya merasa takut justru memasang wajah tanpa dosanya seolah tak terjadi apa-apa.

"Lo napa si Nay? Main geplak aja". Kesal Ghalen dengan tangan kanan yang mengelus pipinya yang masih terasa cenat cenut.

"Gue laper, Ghal". Rengek Kanaya seraya memegang perutnya.

Melody malah terkekeh geli mendengar jawaban Kanaya. Berbeda dengan Ghalen, lelaki itu nampak kesal dengan tingkah Kanaya saat ini.

"Tinggal makan".

"Anterin".

"Lompat noh!". Tunjuk Ghalen ke arah pembatas roftoop.

"Itu mah bukan ke kantin lagi, tapi ke rumah sakit"

"Kuburan sekalian".

"Yuk, ke kantin". Ajak Melody membuat Ghalen dan Kanaya melirik ke arah sumber suara. "Gue traktir". Lanjut Melody.

Kanaya melompat kegirangan, layaknya anak kecil yang permintaannya akan di turuti oleh sang kakak.

Melody membereskan berkasnya, lalu bersiap berdiri di ikut Kanaya yang mengibaskan roknya yang terdapat debu.

Kanaya menendang pelan paha Ghalen yang masih duduk lesehan dilantai. "Ayok ke kantin". Ajak Kanaya.

Ghalen mendongak kepalanya. "Lo mau traktir gue?". Tanya Ghalen.

Drtth!. Drtth!. Drtth!.

Suara dering ponsel Melody membuat Kanaya menjadi teralih fokusnya kepada Melody.

Melody mengambil ponselnya yang berada di saku seragamnya, lalu menggeser ikon berwarna hijau untuk mengangkat telfon.

"Hallo kak". Sapa Melody kepada orang di seberang sana.

GhalendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang