Gulali Rasa Jingga [1]

71 11 0
                                    

[ 1 ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ 1 ]

.

.

Siapa yang tidak suka mendengar bel pulang sekolah berbunyi?

Aku rasa tidak ada. Semua murid menyukainya. Buktinya, sekarang banyak murid SMA Tirta berhamburan dari kelas masing-masing dengan wajah berbinar. Tampak sangat tidak sabar ingin meninggalkan gedung sekolah setelah seharian berkutat dengan beberapa mata pelajaran.

Sama seperti yang lain, aku juga tengah menyusuri lorong kelas di lantai tiga. Namun, tujuanku bukanlah rumah. Melainkan, ruang OSIS di lantai dasar, dekat ruang UKS dan aula sekolah.

Hari ini seluruh anggota OSIS---terutama sekbid kesenian yang aku adalah penanggung jawabnya---akan membahas tentang proker atau program kerja tahunan Pensi SMA Tirta.

Seperti biasa, lorong jadi begitu crowded saat jam pulang sekolah. Sebagian orang tampak berjubelan menuju tangga. Sebagian lainnya ada yang berkerumun untuk sekadar berbincang bercanda ria di balkon depan kelas. Sambil memelankan langkah, sesekali aku menyapa teman-teman dari kelas lain saat kami berpapasan.

"Goool!"

Sorak gembira itu berasal dari arah lapangan. Aku buru-buru memanjangkan leher, berusaha melihat ke bawah sana. Setelah menggeser sedikit demi sedikit langkah, aku berhasil melipir ke balkon.

Begitu mendapati sosok Nugi di antara sepuluh siswa kelas 12 yang menguasai lapangan untuk bermain futsal sore ini, aku refleks melipat bibirku. Mati-matian menahan senyum agar tidak merekah terlalu lebar.

Agar tidak ada orang lain yang tahu aku tengah kegirangan akhirnya bisa melihat senior yang kusukai setelah seharian aku belum menemukannya.

Kira-kira beginilah yang aku lakukan hampir satu tahun belakangan. Mengagumi Nugi dari kejauhan. Benar-benar jauh karena aku tidak punya nyali untuk melakukan pendekatan. Padahal, aku punya banyak kesempatan untuk 'mendekatinya' karena kami sama-sama anak OSIS.

Tahun lalu, Nugi malah menjabat sebagai ketua OSIS saat aku bergabung jadi anggota baru di sekbid kesenian.

Bisa ikut terlibat dan berdiskusi dengan Nugi hanya untuk membahas proposal saja, aku sudah bersyukur. Mengetahui kabar kalau Nugi masuk sekolah saja, bagiku sudah cukup. Artinya Nugi baik-baik saja, tidak sakit.

Dan, aku akan berkunjung ke ruang OSIS sepulang sekolah---walau tidak ada jadwal rapat---jika belum melihat sosoknya seharian, sebab Nugi pasti ada di sana dengan segudang kesibukannya sebagai ketua OSIS.

Meskipun begitu, aku tetap bahagia bisa--pernah--sedekat itu dengan Nugi sebagai ketua dan anggota OSIS.

Sore itu, seperti sore-sore sebelumnya, mataku tidak berhenti memusatkan perhatian pada Nugi yang sedang berlari membawa bola menuju gawang. Beberapa kali ia harus mengoper bola untuk menggocek lawan. Lalu, bola kembali padanya dan posisinya semakin dekat dengan gawang.

Selain pernah jadi ketua OSIS, Nugi juga termasuk siswa populer karena menjadi salah satu pemain terbaik ekskul futsal SMA Tirta. Laki-laki itu bersama timnya pernah mengharumkan nama sekolah dengan menyabet juara umum turnamen futsal tingkat SMA se-DKI Jakarta.

Skill permainan Nugi memang tidak diragukan lagi. Malah dengar-dengar, Nugi sempat ditawari untuk bergabung ke timnas Indonesia.

Jadi, bisa dibayangkan, kan, berapa banyak cewek di sekolah yang mengidolakannya? Bahkan mungkin terang-terangan menyukainya.

Tidak usah jauh-jauh, beberapa cewek di kelasku juga sering membicarakannya. Katakanlah, dari tidak sengaja menguping obrolan mereka, aku jadi tahu banyak hal dan kabar tentang Nugi.

Sedang tegang-tegangnya menyaksikan Nugi akan mencetak gol, tiba-tiba aku tersentak kaget.

Sebuah tepukan di pundak kananku bikin aku refleks menoleh dan kehilangan momen untuk menyaksikan Nugi menendang bola ke gawang.

Sorak sorai di bawah sana bikin aku menoleh lagi ke lapangan dan bikin aku sadar kalau aku benar-benar melewatkan momen Nugi melakukan tendangan terbaiknya.

Rasanya kesal bukan main.

Selain karena tidak bisa melihat gawang lawan kebobolan, aku tidak tahu siapa yang menyentuhku tadi. Terpaksa kutinggalkan sejenak permainan Nugi untuk mencari tahu si pengganggu itu.

Memang banyak orang yang lewat di belakangku, tetapi tidak terlihat tanda-tanda seseorang yang berkemungkinan menjadi tersangkanya.

Hingga akhirnya, aku menemukan seorang laki-laki tengah bolak-balik menoleh pandang ke arahku sambil terus berjalan menjauh bersama beberapa temannya.

Sontak, aku mendengkus sebal saat dengan yakin menebak, pasti dia pelakunya.

Ck! Dia lagi, dia lagi. Apa, sih maunya?

Sedetik kemudian, tatapanku menurun ketika merasakan ponsel dalam genggamanku bergetar panjang. Aku sedikit mengernyit ketika melihat nama Mas Danang muncul menyala-nyala di layar.

Bukannya tadi aku sudah izin kalau hari ini akan pulang terlambat karena ada rapat OSIS? Jangan bilang Mas Danang lupa sampai meneleponku segala?

"Halo, Mas?"

"Dek. Ibu ... dipanggil Tuhan."

Kumpulan Novelet Romansa (one shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang