13. Bertemu Cahaya [REVISI]

66 4 14
                                    

Aku bisa buktiin...

Aku bisa buktiin kalau aku bisa hidup tanpa kamu, Bara...

Kurapalkan kata-kata itu sambil menangis. Aku sampai lupa dengan rencana untuk berterus terang tentang anak kita yang sebenarnya tidak pernah ada. Semua itu tertutup dengan kemarahanku.

Aku memang butuh kamu. Kamu sangat tahu itu. Masalahnya, aku marah karena tak terima dengan kenyataan itu. Kenyataan bahwa aku sedang jatuh cinta. Aku tak mau setertarik itu hingga selalu mencari cara agar terus melekat padamu.

Aku lelah dengan perasaan ingin memilikimu seutuhnya tanpa dibagi dengan siapa pun. Keinginan seperti itu terasa sangat janggal, membuatku menjadi monster jahat yang kerap mendustai dan, bisa jadi, mencelakaimu. Aku marah karena sebenci itu dengan perasaanku. Aku belum bisa. Aku belum bisa untuk benar-benar lepas dari penjara yang kubangun sendiri. Aku masih tersita di dalam hatimu. Dan aku telah menelan kuncinya.

Kepalaku lalu penuh dengan skenario, dengan dialog-dialog yang kutata untuk mendebatmu. Tetapi, perdebatan itu selalu kalah dengan rasa rindu untuk menjadi perempuan yang paling kamu cari.

Aku menampar diriku sambil mengutuk, 'Tidak, Nala, itu dosa!'

Aku pusing sekali. Duh. Bisakah aku libur sebentar dari mencintaimu? Kenapa dulu kita harus bertemu? Kenapa kamu mengajakku bicara saat itu? Kenapa harus ada kamu di dunia dari sekian juta manusia? Kenapa aku dilahirkan kalau pada akhirnya harus berjuang untuk mati-matian menolak rasa cinta? Kenapa harus aku? Kenapa tak orang lain saja?

Bertubi-tubi kata 'kenapa' tak henti menusuk-nusuk jantungku. Hujan tampaknya sangat awet membasahi bumi Pasundan. Aku mendengar gemericiknya dengan hati yang basah dan mata yang lelah. Wajahku sudah sembab karena lama tenggelam dan kesedihan dan kemarahan.

Tepat saat azan bersahut-sahutan dari berbagai arah, lamat-lamat, kurasakan dua orang laki-laki berpakaian hitam sedang menguntitku. Kugenggam gagang payung semakin erat. Kulindungi wajahku dengan payung itu. Aku bergegas belok ke kelokan jalan dengan langkah lebar-lebar. Kedua sepatuku sudah terendam dalam genangan air setinggi mata kaki. Tapi aku tak gentar untuk terus menerabas hujan. Kusingkapkan pakaianku, bersiap berlari menuju masjid.

Payungku terbalik dan dibawa angin setelah guntur berkilat di langit. Aku terpojok. Lalu, terdengar deru motor RX King yang berhenti tepat di hadapan. Dua laki-laki lain turun dari motor itu dan menghadangku. Sekarang empat orang. Aku dikerumuni empat orang. Mereka mengelilingiku dengan seringai yang menyeramkan. Berkelebat seketika berita-berita kriminal di kepalaku. Aku refleks menangis sambil memejamkan mata. Demi Tuhan, aku takut diperkosa, dibunuh, lalu mayatku dilemparkan ke selokan.

Jalanan sepi dan tidak ada lampu penerang jalan yang cukup memadai untuk aku melihat jelas wajah-wajah itu. Satu orang bertubuh kurus maju dan mengacungkan pisau katernya tepat di daguku. Aku mengangkat tanganku. Pasrah jika aku harus menyerahkan barang-barang berharga. Asal, mereka tidak melucuti pakaianku dan menyayat leherku. Kulemparkan tas ranselku saat tiga orang lainnya maju. Tas itu ditangkap salah seorang yang langsung tertawa terbahak-bahak.

"Cik tempo. Sabaraha isi dompetna?" (Coba lihat. Berapa isi dompetnya?)

"Dua puluh rebu, jeung duit parkir. Teu cukup meuli udud-udud acan." (Dua puluh ribu, dan uang parkir. Gak cukup buat beli rokok juga.)

Laki-laki itu meludah dan kembali menempelkan pisau katernya ke daguku. Tanpa melepaskan pandangannya dariku, dia memberi tanda "kail" pada kawannya dengan menggoyang-goyangkan telunjuk. Dia lantas menerima segenggam ponsel.

Dan ponsel itu diserahkan pada tanganku. Aku gelagapan. Mereka ternyata butuh akses untuk memeriksa kontak siapa saja yang kumiliki. Dari bau-baunya, mereka ingin memerasku. Apakah aku harus menelepon ayahku dan mengaku sedang diculik dan butuh transferan senilai dua ratus juta? Aku baru ingat. Keluargaku bukan konglomerat. Sepertinya, aku tidak akan selamat.

Aku Benci Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang