"Kay, maaf. Tapi orang yang kamu maksud mereka ditemukan tidak bernyawa,"
Suara Regan di sebrang sana tidak bisa membuat Kayana tenang. Kenyataannya, dia tau siapa yang melakukan semua ini.
"Kay, kalo memang kamu sedang terlibat dengan orang bermasalah, beri tau aku. Ini sudah pasti berencana, dan kamu tau itu. Sekarang katakan siapa orangnya?"
"Rumit jika aku mengatakannya sekarang. Makasih karena sudah membantuku, sekarang fokus saja sama misi utama kita. Sebelum 5 bulan semua sudah harus mendapat titik terang."
"Ck, enak banget nyuruh-nyuruh." gerutu Regan mengundang tawa kecil Kayana keluar.
"Mumpung lagi banyak uang, kapan lagi hambur-hambur kalo bukan sekarang." imbuh Kayana bersamaan sosok Arras masuk ke dalam ruangannya sambil membawa berkas.
"Regan, udah dulu, ya. Aku mau lanjut kerja." katanya yang disambut deheman singkat Regan di sana. Usai panggilan berakhir, Kayana menatap Arras yang mana juga sedang menatapnya.
"Saya bawa proposal yang butuh tandatangan Bu Kayana." ujarnya formal seraya menyodorkan sebuah berkas yang langsung diterima oleh Kayana.
Menilik secara seksama isinya, Kayana meraih pulpen lalu membubuhkan tandatangannya di sana.
"Pak Arras, beritahu tim marketing sebentar akan diadakan meeting setelah makan siang." tutur Kayana menyerahkan kembali proposal itu pada Arras.
"Baik, Bu."
Setelah tidak ada lagi percakapan, Kayana yang mulanya mengira Arras akan pergi, mengangkat satu alisnya lantaran pria itu belum beranjak dari tempat duduknya.
"Butuh sesuatu Pak Arras?" tanyanya kemudian.
Arras yang mendapat pertanyaan, hanya tersenyum, entah apa maksudnya. Yang jelas Kayana merasa tidak nyaman, beruntung rasa itu dia tutupi dengan wajah datar andalannya
"Kamu, benar-benar berubah. Apakah cinta itu sudah tidak ada lagi?"
Atmosfer dalam ruangan itu mendadak berubah, Kayana yang sedari tadi berusaha mengontrol dirinya, pada akhirnya tertawa kecil.
"Pak Arras, entah sudah berapa kali saya mengatakan hal sama. Hubungan kita hanya sebatas teman tidur, tidak lebih. Bila Pak Arras kesepian, Anda tinggal mencari wanita lain yang bisa menghangatkan ranjang Pak Arras. Saya sudah berada di fase yang memang tidak membutuhkan hubungan semacam itu lagi. Saya harap ini adalah pertanyaan terakhir Anda mengenai keputusan saya." tukasnya melanjutkan pekerjaan tanpa peduli eksistensi Arras di depannya.
Telinganya mendengar suara kursi berderit menandakan Arras pergi. Kayana sama sekali tidak mengalihkan fokusnya, hingga tiba-tiba tubuhnya dibalik paksa membuat Kayana menjerit tertahan.
Mulutnya baru saja ingin mengeluarkan sumpah serapah saat sebuah benda kenyal memblokir seluruh kalimat Kayana yang ingin keluar. Matanya melotot, sejurus kemudian Kayana mendorong tubuh kekar itu yang sayangnya tidak berhasil.
Mendapati Arras tidak akan berhenti, Kayana nekat menggigit bibirnya hingga tautan keduanya terlepas menyisakan benang saliva antar bibir mereka berdua lalu mendorong Arras hingga pria itu terjatuh.
"KURANG AJAR KAMU!" makian Kayana terhenti saat mendengar suara pintunya diketuk.
Sayangnya Arras tidak berhenti di sana, dengan cepat dia menarik tangan Kayana hingga tubuh perempuan itu kini sudah berada di bawah kuasa pria itu. Sekali lagi bibirnya di bawah kuasa Arras dengan tubuh saling terhimpit di bawah kolong meja kerjanya.
"Bu Kayana." panggilan dari luar sontak saja membuat Kayana menggumam tidak jelas.
Ceklek
Suara pintu dibuka menghentikan aksi Arras dari mencium Kayana. Telunjuknya ia simpan di depan bibir bengkak Kayana menandakan dia tidak boleh ribut.
"Kalo kamu keluar aku juga bakal keluar." bisik Arras di samping telinga Kayana sementara si empunya kini hanya bisa menahan luapan emosinya. Bila hanya sekretarisnya saja, mungkin Kayana tidak akan masalah, tetapi mendengar derap langkah yang lebih dari satu orang mengurungkan niat Kayana.
"Katanya beliau ada di kantor?"
"Maaf Pak, sejak tadi saya memang tidak melihat bu Kayana keluar dari ruangannya."
Di tempatnya Kayana meneguk ludahnya kasar. Tatapannya mendelik tajam saat tangan Arras menyelinap dalam baju kerjanya. Sambil menahan geram, Kayana menyingkirkan tangan brengsek itu dari sana.
Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, kegelisahan Kayana sepertinya mulai kambuh.
"Baiklah, kami akan menunggu beliau di sini."
Kayana memejamkan matanya, dia benar-benar tidak berdaya. Seharusnya mereka pergi saja tanpa menunggu dirinya. Teringat sesuatu, Kayana dengan tangan gemetar merogoh ponselnya yang berada dalam saku blazernya. Beruntung Kayana menaruhnya di sana.
Mengetikan beberapa pesan pada sekretarisnya, Kayana menyandarkan kepalanya di tubuh Arras. Kayana seperti sadar dan tidak sadar, membuatnya tak menyadari bahwa sedari tadi dia meremas kuat tangan Arras.
"Maaf Pak, bu Kayana ternyata sedang ada di luar karena ada urusan mendadak."
Suara sekretarisnya kembali terdengar, Kayana mengabaikan itu dan memilih mengatur ritme jantungnya yang berdetak cepat. Memastikan semuanya aman, Kayana gegas keluar dari kolong meja lalu sedetik kemudian menatap biang utama tajam.
"Keluar sekarang." ujarnya penuh penekanan tetapi Arras justru menggeleng lengkap dengan wajah menyedihkannya.
"Tidak sebelum kamu menjelaskan alasan kamu menjauhiku."
"Tidak ada alasan Pak Arras."
"Benarkah tidak ada alasan?" Arras bertanya sangsi yang mau tidak mau Kayana menganggukan kepalanya. Dia hanya ingin Arras keluar karena Kayana butuh obat untuk kegelisahannya saat ini.
"Kalo begitu jangan menjauhiku lagi. Jika terjadi, maka aku akan terus meneror," Arras melangkah maju dan gerakan cepat mencium bibir Kayana.
"Tidak akan berhenti, bahkan bila kamu mati sekalipun." lanjutnya tersenyum menggoda.
"Bentar malam aku datang ke apartemen, ya. Udah lama gak peluk kamu soalnya." Ungkapan terakhir Arras disertai satu kedipan matanya sebelum keluar dari sana. Meninggalkan Kayana yang nyaris rubuh ke lantai.
Dengan tubuh yang masih bergetar, Kayana mengobrak-abrik tasnya. Menemukan apa yang ia cari, Kayana gegas memasukan beberapa butir obat penenang tanpa air ke dalam mulutnya. Bahkan tak sungkan Kayana mengunyahnya seakan sedang mengunyah permen.
🍀🍀🍀
Part ini full tentang Kayana dan Arras.
Seneng gak nih liat interaksi mereka?
Gimana untuk part ini?
Hari ini aku up cepat karena emang udh gak ada beban lagi di pikiran.
Sudah menambahkan LT di perpustakaan kalian?
Next cepat?
Beri dukungan kalian, tidak susah kok.
Sampai jumpa di part selanjutnya.
Sayang ReLuvi banyak2😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung Terakhir
FantasyLembayung Rinai Kayana. Wanita itu tidak menyangka bahwa hidupnya dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah mengetahui fakta menyakitkan tentang suaminya-Arras Galama Ravin. Kayana pikir, Arras juga mencintainya. Ternyata semua itu hanya kepalsu...