Sinar matahari pagi tampak melewati celah jendela di mana menampakkan seorang perempuan yang terlihat sibuk menata barang-barangnya hendak bepergian. Kegiatan itu ia lakukan sejak subuh.
Melihat segala keperluannya sudah tersedia di dalam tas, dia perlahan bangkit bersamaan itu seorang perawat yang cukup akrab dengannya datang menghampirinya.
"Kamu yakin mau pulang hari ini?"
Mendapat pertanyaan yang untuk kesekian kalinya, sang wanita mengulas senyun tipis kemudian mengangguk tanpa ragu.
"Ada urusan yang perlu aku selesaikan, dari sini aku ke apartemen dulu. Lagipula aku sudah jauh lebih sehat." paparnya sembari meregangkan badannya sekedar memperlihatkan bahwa dia sudah cukup sehat.
"Baiklah, bila ada keperluan yang kamu butuhkan, hubungi saja aku. Dan jangan lupa, selalu minum obat tepat waktu." paparnya yang dibalas anggukan samar oleh lawan bicara.
Usai keduanya berpamitan singkat, perempuan yang tak lain Kayana itu beranjak dari ruangan yang telah menjadi tempat bagi Kayana melakukan terapi. Hingga detik ini Kayana masih tidak percaya bahwa kakinya masih menginjak tanah.
Tangan kanannya menenteng tas berisi pakaian serta keperluan lainnya dan satunya lagi Kayana gunakan untuk memegang sebuah album yang seseorang berikan padanya.
Langkahnya terhenti lantaran tanpa sengaja kembali mengingat saat dirinya terjatuh dari jurang. Kala itu Kayana hanya bisa memasrahkan diri tetapi belum sampai ke dasar jurangnya, tubuhnya tersangkut diantara kedua pohon. Belum lagi Arras yang turut serta menyusulnya dan berusaha menyelamatkannya dari sana. Padahal semua yang terjadi adalah ulahnya.
Menghentikan kegiatan nostalgianya Kayana menahan sebuah taxi lalu memberitahukan alamat di mana yang akan ia tuju.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Kayana untuk sampai. Kini kedua kakinya berdiri di depan gerbang yang bertuliskan pemakaman umum.
Kayana berbohong bahwa dia akan langsung ke apartemen, padahal niat utamanya segera keluar dari rumah sakit karena ingin melayat.
Perlahan tungkai kakinya menyusuri barisan kuburan, melalui arahan dari penjaga kuburan maka tidak membutuhkan waktu lama Kayana mendapati sebuah kuburan dengan ukiran nama seseorang.
Temy Erdinan.
Kayana berjongkok di samping kuburan sang ayah, mengelusnya perlahan lalu menghembuskan napas pendek.
Seminggu lalu Temy menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit. Indikasi kematiannya karena Temy melukai dirinya sendiri menggunakan pisau buah. Menurut pengamatan CCTV, Temy menjalankan kursi rodanya dengan satu tangannya menuju lorong rumah sakit. Di ujung lorong pria itu dengan jelas mengarahkan sendiri pisau kecil itu di lehernya dan menusuknya berkali-kali yang berakhir mengenaskan saat itu juga.
Dokter mengatakan bahwa Temy seringkali mengalami halusinasi bahkan sudah tingkat tinggi. Segalanya telah mereka lakukan agar penyakit tersebut bisa sembuh, tetapi segala usaha tidak ada yang berhasil.
Dan Kayana tau sampai kapanpun sang ayah tidak akan pernah sembuh selama ada orang di belakangnya yang selalu memastikan jiwa Temy rusak.
Bukan hanya Temy, bahkan sang ibu beberapa minggu lalu nyaris diperkosa oleh beberapa orang tidak dikenal. Beruntung saat itu Raisa masih bisa melawan dan meminta pertolongan oleh warga sekitar.
Arras dan dendamnya, entah sampai kapan semuanya berakhir. Kayana sudah muak di kehidupan keduanya ini.
Mengelus sekilas nisan yang terukir nama Temy Erdinan, Kayana memanjatkan doa. Niatnya setelah dari sini dia akan langsung ke tempat yang menjadi tujuan utama Kayana selama beberapa hari ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/367424801-288-k239565.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung Terakhir
FantasiLembayung Rinai Kayana. Wanita itu tidak menyangka bahwa hidupnya dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah mengetahui fakta menyakitkan tentang suaminya-Arras Galama Ravin. Kayana pikir, Arras juga mencintainya. Ternyata semua itu hanya kepalsu...