09. Two Face

223 28 28
                                    

Khaotung mempercepat langkah kakinya, dia tidak salah lihat. Khaotung yakin itu adalah ayah dan ibunya, mereka baru saja keluar dari dalam perusahaan saat Khaotung tiba.

Dengan hati yg berdebar, Khaotung mencoba untuk menghampiri mereka. Tapi sayangnya kedua orang tuanya itu sudah terlanjur menjauh dan pergi menggunakan mobil mereka.

Khaotung berlari kembali ke arah mobilnya bermaksud untuk segera mengejar mereka. Sudah lebih dari 20 tahun dia tidak pernah bertemu dgn ibunya, tentu saja Khaotung tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk menemui wanita itu.

"Pak, kita ikuti mobil orang tuaku."

Buru buru Khaotung memasang sabuk pengamannya, dia sudah sangat tidak sabar.

"Pak?"

Sang sopir hanya diam, kedua tangannya menggenggam erat kemudinya dgn wajah yg menunduk, takut si tuan muda akan marah. Ayah Khaotung sudah memperingatkannya untuk tidak membawa Khaotung mendatangi mereka.

"Kau sama saja."

Khaotung melepas kembali sabuk pengaman yg dia gunakan. Jika sopirnya tidak mau, dia bisa pergi sendiri.

Sembari sedikit berlari, Khaotung melihat ke kanan dan ke kiri berharap ada kendaraan umum atau apapun itu yg bisa membawanya segera menyusul kedua orang tuanya.

"Taxi."

Khaotung melihat sebuah taxi yg baru saja menurunkan penumpangnya di seberang jalan. Dia akan menggunakan itu saja.

Tanpa memperhatikan jalanan yg begitu ramai, Khaotung melangkahkan kakinya untuk segera menyeberang. Mobil orang tuanya sudah pergi sejak tadi jadi dia harus segera menyusul jika tidak ingin kehilangan jejak mereka.

"Hei perhatikan jalanmu."

Baru beberapa langkah Khaotung berjalan dia hampir saja tertabrak oleh seorang pengendara motor. Beruntung seseorang segera menariknya untuk menyingkir. Kalau tidak mungkin dia sudah tergeletak di tengah jalan raya sekarang.

"Apa yg kau lakukan di jalanan seperti ini, ha?"

Suara panik dari pria yg menariknya tadi pun menyadarkan Khaotung dari rasa terkejutnya. Jantungnya masih berdebar dgn kencang membayangkan dirinya benar benar tertabrak.

"First?"

Khaotung merasa sedikit lega setelah melihat ternyata First yg menolongnya baru saja. Khaotung memegangi wajah First yg terlihat sangat panik dan marah itu sembari meminta maaf karena membuatnya khawatir.

"Aku baik baik saja, tidak perlu khawatir."

Dirinya yg hampir kehilangan nyawa tapi sekarang justru First yg terlihat lebih ketakutan di bandingkan dgn Khaotung.

"Kita masuk sekarang."

First ingin membawa Khaotung untuk masuk ke dalam gedung kantor. Dia perlu menenangkan Khaotung juga dirinya sendiri.

"Tidak, tunggu."

Khaotung melepaskan rangkulan First pada bahunya. Dia baru ingat tentang ayah dan ibunya. Khaotung melihat ke arah jalanan kemana mobil itu membawa kedua orang tuanya. Namun sayangnya mobil itu sudah tidak terlihat lagi, dia tidak bisa melihatnya dimana pun.

"Ayah dan ibuku. First, mereka disini aku harus menemui mereka."

Dengan mata yg berkaca-kaca Khaotung terus mengatakan untuk pergi menemui orang tuanya. Dia tidak tau kapan lagi akan bertemu dgn mereka. Banyak hal yg ingin Khaotung katakan pada ayah juga ibunya, dia tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Khaotung tidak tau apa dia masih akan bertemu dgn mereka lagi setelah ini. First bahkan sampai ikut merasakan betapa frustasinya Khaotung saat ini.

Broken Glass (FirstKhaotung) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang