"kau masih mencintaiku kan?"
"Aku memang masih mencintaimu, tapi rasa itu tidak sama seperti dulu."
"maaf karena telah menyakiti hatimu"
"tidak apa, hatiku sudah mati rasa tidak akan terluka"
* FirstKhaotung*
First menyeka air matanya setelah menutup pintu kamar Khaotung. Malam yg damai itu tiba-tiba saja berubah menjadi kepanikan bagi First saat mendengar Khaotung yg berteriak histeris dari dalam kamarnya. First yg tadinya tidur di kamar tamu lantai bawah pun seketika berlari secepat mungkin untuk menemui Khaotung.
Betapa terkejutnya First saat membuka kamar Khaotung dan mendapati kekasihnya itu tengah terduduk bersandarkan teralis balkon kamarnya. First sangat takut mengingat Khaotung pernah melompat dari atas sana. Dan sepertinya Khaotung juga akan melakukan hal yg sama namun dia urungkan dan mulai menangis histeris disana.
First tidak tau sudah sedalam mana dia menyakiti Khaotung hingga pria manis yg dulu begitu ceria itu kini perlahan kehilangan dirinya.
Sembari bersandar pada pintu yg sudah tertutup, First membekap kuat mulutnya agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Dadanya sesak dgn air mata yg membanjiri wajahnya. First kini menyadari seburuk apa dirinya dulu untuk Khaotung.
Melihat Khaotung menangis saja sudah membuatnya tidak nyaman, lalu kini First harus di hadapkan dgn Khaotung yg hampir kehilangan nyawanya karena apa yg sudah di perbuat oleh First. First sadar kata maaf saja tidak akan cukup untuk menebus segala perlakuan buruknya pada Khaotung.
Khaotung tau First sedang bersusah payah menahan suara tangisannya di balik pintu. Khaotung tau First pasti sedang menyalahkan dirinya sendiri setelah apa yg terjadi baru saja.
Mata Khaotung kembali mengarah pada balkon kamarnya, dia juga tidak mengerti dgn apa yg baru saja dia lakukan. Khaotung sam sekali tidak terpikir untuk naik keatas sana apalagi untuk melompat. Khaotung baru menyadari apa yg sedang dia lakukan saat sudah berdiri di atas besi pembatas balkon. Yang Khaotung ingat hanyalah, dia sedang tidur lalu memimpikan hari dimana dia akan bunuh diri. Namun, siapa sangka jika itu bukanlah mimpi dan Khaotung hampir bunuh diri untuk kedua kalinya.
Khaotung meraih ponselnya yg berdering dgn nyaring sejak beberapa saat yg lalu. Sembari mengusap sisa sisa air matanya, Khaotung mulai memperhatikan nama siapa yg muncul di atas layar ponsel miliknya.
"Jane?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kau yakin tidak ingin aku menemani mu?"
Khaotung tersenyum sembari membenarkan kemejanya. Itu adalah pertanyaan yg sama yg entah sudah keberapa kalinya First tanyakan setelah Khaotung mengatakan jika dirinya akan pergi menemui dokter hari ini.
"Aku baik baik saja, First. Aku ingin menghabiskan waktu sendirian, sebentar saja."
First mendekati Khaotung lalu meraih kedua tangannya untuk dia genggam, "aku hanya takut."
Tidak bisa di pungkiri, setelah apa yg terjadi semalam membuat First semakin takut membiarkan Khaotung pergi sendirian. Meskipun tidak sepenuhnya sendiri, tapi tetap saja First tidak merasa tenang saat Khaotung hilang dari pandangannya. First takut kekasihnya akan melakukan hal hal yg akan membahayakan nyawanya lagi.