Hujan turun begitu deras sore ini, Khaotung ingin sekali pergi keluar sebentar tapi sayangnya itu harus dia urungkan. Alhasil, Khaotung hanya bisa duduk di atas kursi rodanya sembari menatap keluar jendela rumah sakit.
Khaotung termenung disana sembari memperhatikan pantulan dirinya pada jendela. Kakinya yg masih terbalut perban tidak bisa bebas dia gerakkan, tangannya yg juga harus dia gendong karena tulang bahunya yg belum sembuh sempurna, juga perban yg melilit kepalanya akibat retakan yg terjadi pada tengkorak kepala bagian belakangnya.
"Sayang sekali."
Khaotung menghela nafasnya tersenyum lalu menundukkan kepalanya. Entah apakah Tuhan begitu menyayanginya lalu memberinya kehidupan yg lebih lama lagi, atau justru Tuhan membencinya dan membuatnya menikmati kehidupan yg menyakitkan lebih banyak lagi.
"Khaotung."
Wajah Khaotung terangkat perlahan, dia melihat First yg berjalan pelan ke arahnya. Tuhan memang memberinya kesempatan untuk hidup sekali lagi, tapi tidak untuk hatinya yg sudah mati.
"Pakai selimutmu, kau bisa kedinginan."
First memakaikan selimut yg dia bawa tadi untuk menghangatkan tubuh Khaotung. Khaotung hanya mengenakan pakaian rumah sakit yg tipis, First takut kekasihnya itu akan masuk angin dgn cuaca yg dingin tersebut.
"Kau datang lagi?"
Khaotung akan menanyakan pertanyaan yg sama setiap kali First datang padanya. Sudah beberapa hari setelah Khaotung sadar dan First selalu datang dan menjaganya sampai Khaotung tertidur lagi.
"Tentu saja, memangnya ada alasan untuk aku tidak datang?"
Usapan lembut First berikan pada kedua tangan Khaotung yg terasa dingin. First tidak tau harus memulai dari mana agar Khaotung mengingat siapa dirinya. Dia ingin Khaotung mengingat tentang mereka yg saling mencintai, tapi tidak ingin Khaotung mengingat rasa sakit yg dia berikan pada Khaotung. Sedikit egois tapi itu yg terbaik untuk saat ini.
"Sepertinya aku sangat merepotkanmu."
Khaotung hanya mengingat First sebagai seseorang yg meminjamkan bahunya untuk besandar malam itu. Haruskah First memulainya dari sana? Membuat Khaotung jatuh cinta lagi padanya dan membuat kisah baru yg lebih indah.
"Tidak, Khao." First meraih wajah Khaotung lalu tersenyum, "sudah ku katakan, aku adalah kekasihmu jadi tidak perlu merasa merepotkanku. Kau hanya perlu fokus untuk kesembuhanmu. Mengerti?"
Khaotung tersenyum, "maaf karena aku belum bisa mengingat tentangmu."
First tidak masalah, bahkan dia berharap Khaotung tidak mengingat apapun tentang dirinya yg sudah sangat jahat pada Khaotung. Akan lebih baik jika ingatan Khaotung memang berhenti disana saja. Karena Khaotung sangat bahagia saat itu.
"Aku membawakanmu buah segar, ingin memakannya?"
Khaotung hanya mengangguk lalu membiarkan First pergi mengambil buah yg dia bawa tadi. Khaotung kembali menatap punggung First dari kaca jendela. Senyumnya kembali turun dgn helaan nafas yg seakan sedang menahan sesuatu. Entahlah apa yg sedang dipikirkan oleh Khaotung yg mengatakan tidak mengingat apapun yg terjadi tiga tahun ke belakang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Glass (FirstKhaotung) ✔️
Fanfic"kau masih mencintaiku kan?" "Aku memang masih mencintaimu, tapi rasa itu tidak sama seperti dulu." "maaf karena telah menyakiti hatimu" "tidak apa, hatiku sudah mati rasa tidak akan terluka" * FirstKhaotung*