Suara berdecit pintu bersamaan dengan lagu Unintended milik Muse yang berhenti berputar berhasil membangunkan Prama dari tidur sesaatnya di ruang studio label. Matanya yang masih setengah terbuka melihat sosok laki-laki yang baru saja masuk kedalam ruangan, tersenyum lebar kearahnya.
"Welcome back Nando Prama!" ujar laki-laki berkaca mata itu sumringah. "How are you? oh fine no thank you bro!"
"Jam berapa sekarang?" Prama sedikit mengangkat tubuhnya, membuat duduk nya lebih nyaman.
"Jam dinding pun tertawa—"
"Rey, lo masih aja ya jadi pelawak berkedok penyanyi. Udah 2028 ini."
Laki-laki berkacamata yang dipanggil—Rey tersebut terkekeh sebelum dirinya menghambur, memeluk sahabat yang sudah lama tak ia lihat itu.
"Anjir, ! no no gengsi deh sekarang, kangen banget gue ama lo Pram, udah tiga tahun njir kita gak ketemu."
"Iya, kangen sih kangen tapi leher gue jangan di cekek juga ini."
Rey melepaskan pelukannya sebelum kemudian meninju lengan sahabatnya itu dengan pelan, "Serius, gimana kabar lo?"
"Baik, seperti yang lo liat."
"Gile, gile... bangga banget gue sebagai sahabat lo, aktor ya lo sekarang, nama lo dikenal dimana-mana, Man."
"Gak usah berlebihan, tapi thanks." ujar Prama, menepuk pundak sahabatnya. "Gue juga bangga Rey liat lo sekarang, song writer yang lagu-lagunya selalu meledak, udah berapa banyak karya lo yang diterima baik sama industri musik Indonesia, keren banget sumpah."
"Ah bisa aja nih aktor muji nya."
Prama meresponnya dengan kekehan.
"Eh btw, sorry ya semalam gue gak bisa gabung party penyambutan lo, kebetulan gue ada off air." ujar Rey berjalan ke sofa dan duduk di sana.
"Gak apa-apa, santai."
"Rame ya semalam? gue denger teman-teman artis yang lain pada datang."
Prama mengangguk, "Iya, pada datang."
"Dia juga?"
Prama melirik Rey yang barusan berbicara, ia tau jelas kemana arah pertanyaan yang sahabatnya itu lontarkan.
"Kalian udah ketemu?" Rey bersuara lagi.
Suara helaan nafas Prama terlalu jelas untuk didengar dua orang yang berada di ruangan studio. "Belum, dia gak datang."
Sekitar hampir lima menit keheningan terjadi, Prama bersuara lagi.
"Menurut lo dia sengaja ngehindar gak sih?"
"Ya—bisa jadi." kata Rey. "Soalnya ini event manajemen dan label, semuanya di kasih tau kok, jadi gak mungkin banget kalau alasannya karena gak tau."
"Tapi bisa jadi juga kan atas permintaan manajemen? ya supaya—"
"Kalian gak keliatan tampil berdua di depan publik?"
Prama samar-samar mengangguk.
"Kita udah gak di masa itu lagi, Pram." ujar Rey. "Nayanika yang dulu lo kenal, sekarang udah beda. She is known to many people, she holds the power. Dia sudah gak diwajibkan terpaksa menerima mentah-mentah kemauan pihak manapun, she is in control of herself."
Laki-laki berkemaja hitam itu sekali lagi menghela napas. "Gue senang dengarnya, dia baik-baik aja kan?"
"Kalau gue bilang hidup dia gak pernah baik-baik aja sejak lo ninggalin dia waktu itu, lo percaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Romance"Bertemu dan mengenalmu bukan rencanaku, memiliki rasa padamu bukan keinginanku, lalu menapa melupakan mu terasa begitu sulit bagiku?" -Nayanika "Bertemu dan mengenalmu tanpa rencana itu ibarat berperang, mudah untuk memulai tapi sangat sulit untuk...