"Tadi landing di Bali nya jam berapa, Nay?" suara Nia terdengar dari seberang telpon, Naya menempelkan benda itu disisi wajahnya.
"Sekitar jam tujuh lewat, Ma." ucap Naya, sedikit mengeraskan suaranya agar bisa terdengar oleh ibunya, masalahnya sekarang ia sedang berjalan ditepi pantai, dan suara deburan ombak tak kalah jauh keras nya.
"Ini kamu dimana?" tanya Nia. "Udah ketemu sama Sania dan Rey?"
"Masih di sekitaran resort di Seminyak, dibelakang nya ada resto gitu, ini habis makan malam." Naya menghentikan langkahnya, memilih untuk berdiri dibibir pantai, menatap laut. "Belum sempat ketemu sama Kak Sania ataupun Kak Rey, tapi tadi pas baru landing, mereka langsung hubungin dan nanya aku udah sampe apa belum."
"Oh, gitu. Nanti kalau ketemu, tolong sampaikan salam dari Mama buat mereka ya, ucapkan selamat juga atas pernikahan nya." ujar Nia.
Nayanika mengangguk, "Iya, nanti aku sampein."
"Kamu liburan dulu aja disana, refreshing, disini Mama kan ada Nisya, ada Papa juga, jadi kamu gak perlu khawatir."
"Iya."
"Habis acara nya Sania dan Rey kalau kamu mau stay di Bali dulu gak apa-apa kok, sayang. Kemarin, Rena juga udah kasih tau Mama, jadwal kamu ke Taraka juga bulan ini kan? gak apa-apa kalau mau ngabisin waktu di sana."
Naya diam sejenak, membiarkan suara ombak yang mengisi keheningan.
"Untuk masalah Bara—
"Ma, gak usah bahas itu dulu ya." gadis itu akhirnya bersuara setelah jeda beberapa saat. "Aku mau balik ke resto, udah di cariin Kak Rena soalnya."
"Oke kalau gitu, take care di sana ya."
"Iya...."
"Oke, dah, sayang."
"Dah, Ma."
Tut. Nayanika menatap layar ponselnya yang perlahan mati sekilas sebelum kemudian matanya kembali beralih kearah hamparan laut luas di hadapannya. Angin pada pukul sepuluh malam cukup terasa dingin menyentuh kulitnya, suara deburan ombak yang bergantian menuju bibir pantai juga terasa semakin lama semakin bergemuruh.
Area pantai tempat ia berdiri sekarang bisa dibilang adalah area yang cukup sepi, melihat tidak ada siapapun disini selain dirinya. Pasalnya, jika ingin menuju kesini beberapa pengunjung harus memutari kolam renang terlebih dulu, dan hal itu bagi beberapa orang cukup merepotkan.
Namun, keheningan tanpa adanya riuh suara kecuali ombak seperti ini yang tanpa sadar perempuan berbalut pashmina itu butuhkan.
Tangan kanannya bergerak, memeluk lengan kirinya untuk sedikit menghangatkan diri. Perlahan, mata Naya terpejam, menikmati dalam diam saat semilir angin menerpa wajahnya.
Angin. Ombak. Pasir. Dia.
"Nay! jangan lari nanti kamu jatuh."
Nayanika terkesiap.
Dia.
Kenangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Romance"Bertemu dan mengenalmu bukan rencanaku, memiliki rasa padamu bukan keinginanku, lalu menapa melupakan mu terasa begitu sulit bagiku?" -Nayanika "Bertemu dan mengenalmu tanpa rencana itu ibarat berperang, mudah untuk memulai tapi sangat sulit untuk...