06; Bertemu

1K 169 23
                                    

Gue sarapan di kamar aja
Send 07.23

Pesan yang berisi jawaban dari pertanyaan kenapa ia tidak datang ke resto untuk sarapan sudah terkirim kepada Reymond—sahabatnya. Prama masih menatap kearah layar, tidak berniat keluar dari room chat antara dirinya dan juga laki-laki itu. Ada hal lain yang sejak tadi mengisi kepalanya, menganggu pikirannya.

Jari-jari Prama kembali bergerak, mengetik sebuah kalimat yang kemudian ia biarkan tertera di kolom balasan, ibu jarinya berhenti saat ia ingin menyentuh tombol kirim. Prama menahan napas sebelum pada akhirnya ia menghembus napas kasar bersamaan dengan menghapus kembali kalimat yang tadi diketik.

Kamar Naya beneran di sebelah gue?
Dia juga ikut sarapan gak?

Dua pesan tersebut tidak jadi ia kirim.

Prama perlahan mengunci layar ponselnya dan meletakkan benda tersebut diatas meja didepan sofa yang sekarang dirinya duduki. Tubuhnya ia biarkan bersandar pada sofa, dengan posisi kepala yang menghadap keatas, menatap kosong ke langit-langit ruangan. Di ruangan ini tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Kamar resort yang ia tempati begitu sunyi, televisi dibiarkan menyala namun tanpa suara. Laki-laki itu menghela napas pelan, membiarkan dirinya tetap berada pada posisinya selama beberapa menit, seakan hal itu bisa membantu dirinya menjernihkan isi kepala dan menenangkan hatinya.

Prama tidak tau apa ia harus merasa kecewa atau malah lega karena dirinya belum bertemu dengan Naya sama sekali. Lega karena ia tidak harus berpapasan dengan perempuan itu dan kecewa karena perasaan rindu tak terbendung nya yang telah ia tahan sekian lama. Prama betul-betul tidak tau harus merasakan hal yang mana.

Ia merindukan Naya, sangat merindukannya.

Tapi, keberaniannya belum cukup untuk bertemu, melihat wajahnya, melihat matanya.

Tok. Tok

"Hello, food and drink for breakfast in here."

Prama baru saja akan beranjak untuk membuka pintu saat suara lainnya datang dari tempat berbeda, tepat dari arah kirinya.

"Kak, aku ke sana duluan ya."

Deg. Laki-laki itu ditempatnya terpaku, langkahnya seketika terhenti.

Ia mengenali suaranya.

Tok. Tok

"Hello, food and drink for breakfast in here." suara dari depan pintu kamarnya kembali terdengar.

Namun, bukannya berniat untuk membuka pintu, Prama justru melangkahkan kakinya perlahan kearah jendela besar di sisi kiri kamarnya, gorden masih tertutup—seperti terakhir kali saat malam hari. Cahaya matahari pagi merembet masuk di antara celah gorden yang sedikit terbuka,

Tangannya perlahan terulur, mengambil sedikit sisi kain berwarna putih itu sebelum kemudian perlahan menariknya, mata elangnya mengintip dari celah yang terbuka.

Nayanika.

Perempuan itu ada di sana, dengan balutan pashmina bewarna brunatte, berdiri di depan teras paviliun. Sinar matahari seolah menyinari wajahnya, semilir angin menari di sekitarnya, perempuan itu nampak tersenyum kecil menyapa saat seorang pelayan resort berjalan melewatinya.

Prama menelan ludah dalam, detak jantungnya berdegup kencang. Dalam hati bertanya—apa dirinya tengah bermimpi? apa sekarang ia benar-benar berada dekat dengan perempuan yang bayang-bayangnya selama ini tak pernah sekalipun tak terlintas di kepalanya. Prama benar-benar merindukan perempuan itu dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Prama rindu melihat binar mata indahnya yang juga ikut tersenyum saat perempuan itu memberi senyum yang menenengkan jiwanya, Prama rindu suara lembutnya, Prama rindu tawa guraunya. Tapi, lebih dari itu semua, Prama sangat merindukan bisa berbicara, mengobrol dan menceritakan banyak hal untuk menghabiskan hari-harinya bersama perempuan itu seperti dulu lagi.

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang