Tok
Tok
Tok"Eh denjelll! Mau coklat?" Danzel mengangguk cepat.
"Tunggu sini dulu om ambil buat kamu" cowok itu berlalu. Danzel menghembuskan nafasnya bosan. Ayahnya lama sekali! Bocah itu duduk dikursi kayu dekat jendela. Tak lama kemudian cowok tadi kembali dengan dua batang coklat ditangannya
"Ini buat denjel! Besok om ga dirumah... Mungkin om Riko ada" danzel langsung melunturkan senyumnya ia tidak menyukai Riko yang tukang marah marah.
"Hei kenapa? Om Riko baik kok. Cuma mungkin denzel suka ganggu kali" ucap Mario mengelus rambut lebat danzel
"Engka!" Katanya tak terima
"Udah SMA tetep aja ga bisa bilang g' gimana si" Mario terkekeh geli
"Gimana mpls nya seru?"
"He'em jel punya banyak temen! Yang cewek sering cubit disini" tunjuk danzel menarik pipinya
"Bagus dong punya banyak temen! Tapi kalo denjel ga suka dicubit cubit bilang aja ya?" Ujar Mario mencubir gemas pipi gembul danzel.
"Ayo ayah mu udah didepan" Mario menuntun danzel sebelum itu ia memakaikan danzel sepatu karena ternyata bocah itu melepas sepatunya! Ya ampun.
"Om" Mario mencium lengan Jordan atau ayah dari anak digendongan koalanya. Padahal dari rumah ke gerbang tidak jauh tapi danzel mengatakan jika ia benar benar mengantuk. Mario menyuruhnya untuk tidur saja.
"Maaf ya mar... Om benar benar sibuk" ujar Jo tak enak
"Ah ga masalah kok om anaknya anteng juga"Mario terkekeh
"Terimakasih Mardian... Lain kali saya akan lebih meluangkan waktu"
"Iya om... Maaf om tapi Abang abangnya denjel kemana?"
"Oh tiga anak itu mengurus murid murid baru disekolahnya. Sekolah danzel sekarang"
"Oh gitu..."
...
Jordan menurunkan danzel hati hati takut melukai lutut anak itu. Jo baru sadar saat ia akan memakaikan seat belt tadi. Usai menyelimuti danzel Jo pergi untuk mengambil bye bye fever untuk danzel yang tubuhnya mulai menghangat.
"Kamu ini dek... Dikit dikit demam. Pantes Abangmu protektif banget" Jo menggeleng heran mengingat sikap putra putranya yang begitu protektif terhadap si bungsu. Jo faham mereka melakukan itu bukan tanpa sebab ini efek kejadian tiga tahun lalu yang membuat danzel tidak sadarkan diri setangah tahun lamanya.
"Papah..." Jo mengelus punggung danzel agar anak itu tenang. Danzel jika demam pasti akan terus memanggil namanya.
"Ini papah, adek bobo ya"
Cklek
"Loh pah Ade kenapa?" Tanya si sulung atau Aric marson Fenedrick. Aric menghampiri ayahnya lalu mencium tangan. Cowok itu beralih menatap adiknya sendu
"Demam dia ric telat papah jemput"
"Biasa diamah dicipok angin" sahut Arvaz Laulerio Fenedrick.
"Heh! Bahasanya" tegur jordan
"Hehe becanda doang pah" arvaz cengengesan
"Mana adikmu satunya?"
"Masih disekolah... Maklum aja ketos dia pah"
"Jangan Deket dekat adik kalian dulu Sono mandi. "
"Dih papah juga belom kan"
"Terserah papah dong"
Makan malam tiba. Semua berkumpul dimeja makan. Danzel dipangkuan arvaz anak itu memaksa ikut dengan alasan tambah pusing jika rebahan terus.
"Mending bobo deh... Kamu panas. Telinganya sampe merah gitu" ujar arvaz berusaha membujuk
"Ka mau Abang.. maksa terus" jawab danzel cemberut
"Mau yah?"
"Ka mau! Huwaaaaa...
"Makan noh Vaz maksa sih! Ga ikutan gue mah, susah nenangin bocah itu" timpal Aric.
"Oke oke... Diem disini Abang suapin oke?" Ujar arvaz menenangkan. Danzel mengangguk dengan mata berair dan bibir yang monyong 3 kilo. Sepertinya keberuntungan berpihak pada arvaz hari ini tidak biasanya danzel cepat berhenti menangis.
Usai makan semuanya berkumpul diruang keluarga. Ada arvaz yang rebahan kemudian dua lainnya main PS sementara Jordan tengah mengobati luka dikaki danzel.
"Sakit papah..." Ujarnya pelan
"Tidak apa apa bayi, nanti sembuh. Memangnya jatuh dimana hm?" Jordan berusaha bertanya lembut ia sebenarnya ingin marah karena danzel tidak mendengarkan ucapan untuk menjaga diri. Tapi mau bagaimana lagi? Takut malah nangis anaknya terus nambah panas.
"Bukan jatuh..." Kata danzel menatap takut.
"Terus?" Jo tetap berusaha mengendalikan amarahnya
"Tapi papah ka boleh marah"
"Janji" keduanya menautkan jari kelingking
"Dipukul pakai botol minum" semua kaget langsung menghampiri dan mengelilingi danzel. Aric bersedekah dada tapi tetap menatap lembut. Si kembar arvaz Arvin menatap penuh intimidasi.
"Kenapa bisa? Kamu nakal?" Tanya Aric
"Jel ka nakal Abang... Nathan benci jel karena sekolahnya diantar papah"
"Yaudah mulai Senin nanti bareng Abang aja naik motor oke? Yuk bobo udah malem"
"Biar gue aja bang. Sini... Happp" Arvin memangku danzel hati hati.
...
"Paki papah " danzel turun dari tangga dengan wajah bantal anak itu menghampiri ayahnya yang tengah lesehan.
"Hai boy morning to, gimana udah enakan?" Tanya Jo lembut diangguni danzel
"Dimana Abang?"
"Diruang tengah. Ada temen temennya juga gih sana"
"Danzel jelek pah... Belum mandi"
"Kamu tetap tampan! Sana sapa dulu" danzel mengangguk anak itu berjalan ogah ogahan sesekali menguap lebar
"Abang...." Danzel langsung duduk dipangkuan arvaz
"Yahh sibuntet belon mandi" ujar cowok rambut keriting menghampiri danzel yang masih shock
"Bang Riko ngapain dirumah jel????" Katanya garang
"Main lah!" Riko berucap santai
"Denzell gue kangen banget sama Lo! Main ke rumah yuk! Mamah kangen katanya" salah satu cowok yang diketahui bernama Delon memeluk danzel erat mengendus rambut lebatnya
"Jel belum mandi bang! Jangan sentuh" danzel menjauh menatap kesal Delon yang mematung memeluk angin
"Kamu wangi kok!" ujar Delon tak terima
"Dek ikut Abang jajan ga? Yu buru ambil baling balingnya" danzel menatap sumringah ia mengangguk tak lama melunturkan senyumnya
"Kenapa ikut ga?"
"Bau... Belum mandi" katanya pelan
"Gapapa cepetan ambil sandalnya"
"Baling baling mu kotor dek. Ambil sandal lain aja"
"Ka mau ikut kalo ka pakai baling baling" ujar danzel purau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danzel Vance Fenedrick (End)
Random"wadduhhh si buntet masih disini. Papah! Kasih dia coklat!! Ni bocah ga akan pegi kalo belon dapet coklat. Makan coklat mulu, lo mau ompong?" Danzel menggeleng polos ia mengeratkan pegangan tasnya "Mana lagi bapak Lo belom jemput?" Danzel kembali m...