Maaf lama, mikir dulu soalnya.
Aku bakal revisi nanti, biar lengkap juga kenapa danzel diculik.
.
.
."diam ditempat atau aku tembak anak bodoh ini" Sora mengarahkan pistolnya tepat kepala danzel. Bocah itu diam membisu dia tidak bisa melihat apa yang terjadi namun perasaan benar benar buruk.
"Sora turunkan pistol itu. Masalah ini hanya kita berdua" Joe tetap berusaha tenang
"Aku tidak peduli! Yang harus aku lakukan sekarang adalah membunuh bocah ini! Dia penghalang untuk kita berdua Joe!" Ucap Sora lantang
Posisi danzel tepat disamping Sora, sementara itu wanita itu tidak sadar kalau sikembar sudah berjalan mengendap kebagian belakang pintu, wanita ini memang bodoh. Membuat rencana hanya setengah setengah saja. posisi mereka terbilang menguntungkan karena Sora lupa mengunci pintu belakang. Joe tidak berekspresi banyak tapi tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya benar benar takut Sekarang.
"Jangan berisik Abang akan lepaskan" bisik arvaz, Arvin diposisi siaga menodongkan pistolnya ke arah Sora yang membelakangi ketiganya, Arvin perlahan mundur kebelakang arvaz dan mulai merentangkan tangannya menunggu danzel untuk dia bawa pergi dari tempat itu.
Danzel menangis tanpa suara, setelah melihat ayahnya yang berusaha membujuk Sora, ditambah luka luka ditubuhnya mulai terasa perih.
"Oke dalam hitungan ke tiga kamu lari ke belakang, tutup mata sama telinga oke?" Lanjut arvaz. Danzel mengangguk ragu
"Satu
Dua
Tig-
a
Dor
Danzel ambruk dipangkuan Arvin
Arvaz berhasil mendorong danzel kebelakangnya namun, belum sampai dipelukan arvin Sora menyadari dan menoleh terkejut langsung melepaskan tembakannya ke arah danzel bersamaan dengan itu Joe juga melepaskan tembakannya tepat ke Kapala wanita itu
"Danzel!!" Joe menghampiri danzel yang menatap sekeliling nya sayu, anak itu hanya tersenyum.
Aric menekan luka didada kiri danzel agar menghentikan pendarahan.
"Sora anjing! Manusia biadap" Arvaz menginjak injak Sora yang ternyata masih bernafas. Ia menembak brutal semua bagian tubuh Sora yang masih mulus.
"Vaz udah! gak guna tau gak!! Mana si lelet xean bajingan dasar dokter gadungan!!" Umpat Aric
...
Awan menggelap. Alam pun tau bahwa kini mereka diselimuti duka mendalam. Seorang bocah harus meregang nyawa ditangan wanita yang juga merupakan dalang dibalik kematian ibunya.
Danzel Vance Fenedrick pergi, anak itu memilih menyerah saat diperjalanan menuju rumah sakit tadi. Danzel bilang, ibunya sudah menunggu, danzel mengatakan jika catrina ada disamping Joe yang hanya bisa menangis tanpa suara.
"Papah mohon.... Jangan ikut mamah mu" Joe memeluk danzel yang sudah dibersihkan area dada kirinya oleh dr. Xean
Aric membuang muka tidak ada kata yang bisa dia ucapkan saat situasi seperti ini. Hatinya sakit, Aric benar benar takut dihadapkan dengan moment mengerikan seperti sekarang.
"Sha kit" danzel berdesis dibalik masker oksigen nya. Dia berusaha tetap terjaga
Sikembar tidak satu mobil, mereka mengawal didepan guna membantu menertibkan mobil dan motor untuk mempercepat perjalanan.
"Ma mah d disitu" danzel berusaha menunjuk sisi kosong disamping Joe
Dr. Xean menatap sendu. Ia tidak bisa bertindak lebih jauh lagi, pertolongan pertama sudah ia lakukan. Apa lagi selain menunggu mereka tiba dirumah sakit, pria itu sudah lama bersahabat dengan Joe. Jelas tau bagaimana hancurnya Joe ketika ditinggalkan catrina saat itu. Persahabatan yang terbilang cukup lama, xean mengaku pernah menyukai catrina istri dari sahabatnya. Namun, tentu saja itu tidak bertahan lama, xean memilih mundur bagaimana pun persahabatan mereka tidak boleh hancur hanya karena keegoisannya.
Dr. Xean mengusap air mata dari sudut mata sipitnya, ia turut merasa sakit melihat Joe menangis begitu pilu, ia benar benar tidak bisa melakukan apapun lagi.
Selengkap lengkapnya alat medis yang dia bawa tentu saja xean tidak bisa asal menggunakannya."i kut" ujar danzel tertahan, tatapan danzel selalu tertuju ke arah samping dimana Joe duduk
"Xean aku mohon... Aku mohon selamatkan putraku" Joe memohon putus asa, hatinya hancur melihat danzel kesakitan. Pria itu terus menggenggam lengan kiri putrnya yang mulai mendingin.
"Jangan tahan putramu joe" ujar xean
"Maksud Lo apa?!" Joe marah
"Kasian dia, dia kesakitan gini karena masih berat ninggalin Lo. Kalo terus Lo tahan dia makin kesakitan, Lo ikhlas, gue yakin Lo bisa" lanjut xean mengelus punggung sahabatnya
Aric juga menggenggam lengan danzel, pemuda itu menunduk mengecupi jari jari kecil adiknya.
Air mata terus menetes deras, hujan juga mulai turun rintik-rintik.
Atensi kembali teralih ke danzel yang mengerang kesakitan
"Aghhhh ss sakit... Hiks
"Anak papah baik kuat ya sayang" Joe mengecupi seluruh wajah danzel.
"a yo perki papah, lepas ini ss sakit..." Ujar danzel penuh kesakitan. Xean mulai mencopoti satu persatu alat yang menempel ditubuh danzel tanpa persetujuan
"Sialan xean kenapa kau lepas alat alat itu!!"
"Lo gak liat anak Lo kesakitan! Sadar! dia gini karena elo belum ikhlas! Udah gue bilang udah! Kasian... Gue gak bisa ngelakuin apa apa, ini diluar batas kebisaan gue Joe. Percuma Lo bawa ke rumah sakit pun, jantungnya udah rus-
"Diem!! Jangan sok tau Lo!" Sela Joe penuh amarah mendorong xean hingga jatuh terduduk.
"Adek mau apa sayang?" Tanya Aric tersenyum simpul
"Abang k kem bar mana?" Tanya danzel tersengal
"Ada kok diluar. Adek mau apa hm?"
"ma mau peluk" tanpa kata aric memeluk danzel lebih dulu, tidak erat. Pemuda itu putus asa, lagi lagi dunianya dibuat hancur! sulit bagi dirinya untuk kembali membangun rasa yang hanya bisa dia dapat dari bocah didekapannya. Dunia benar benar tidak adil. Bahagianya danzel! Lantas siapa lagi alasan dia tertawa jika danzel tidak ada? Aric dilingkupi pikiran negatif sekarang.
"Pah..." Aric menyadarkan joe dari lamunannya
Joe mendekap danzel mengecupi surai lepeknya
"Sayang papah tidak?"
"s hah.. say yang hah..
"Abang Abang juga?" Danzel mengangguk samar
"papah ikhlas" bisik Joe. Danzel tersenyum menghembuskan nafas terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Danzel Vance Fenedrick (End)
Acak"wadduhhh si buntet masih disini. Papah! Kasih dia coklat!! Ni bocah ga akan pegi kalo belon dapet coklat. Makan coklat mulu, lo mau ompong?" Danzel menggeleng polos ia mengeratkan pegangan tasnya "Mana lagi bapak Lo belom jemput?" Danzel kembali m...