#8 Reuni Masa Lalu

3.3K 195 0
                                    

Melihat Akbar yang tidak pernah menyerah untuk memperbaiki hubungannya dengan Rara itu kini sudah biasa, dan Rara pun sudah tidak perduli dengan apa yang dilakukan Akbar. Kadang kala Akbar mengirim pesan ke ponselnya untuk menanyakan kegiatan Rara yang sedang dilakukan dan malamnya Akbar akan mengirim pesan untuk mengucapkan selamat malam atau semacamnya. Rara tidak pernah membalasnya, pertama-tama ia membaca satu persatu pesan itu tapi sekarang sudah malas jadi ia hanya akan menghapus pesan itu dengan sia-sia.

Sampai sekarang ia tidak tahu dari mana Akbar mendapatkan nomor ponselnya. Padahal hanya orang terdekat yang tahu nomornya itu. Mungkin Aldi atau Dita yang ngasih, liat aja kalo beneran mereka yang ngasih.

Sedang mengerjakan tugas rumah di atas kasurnya tiba-tiba ponselnya bunyi. Karena penasaran Rara mengambil ponselnya dan ternyata ada pesan dari Akbar.

From : Pengganggu

Rara

Nggak penting, pikir Rara, ia segera silent mode ponselnya dan melanjutkan tugas yang tertunda.

* * *


Pagi yang sejuk ini menyambut Rara, bau khas tanah akibat hujan semalam masih tercium ketika ia membuka pintu yang membatasi balkon dengan kamarnya. Dari kamarnya terlihat sang Bunda yang sedang membersihkan teras kotor dan becek yang terkena cipratan air semalam.

"Bunda," teriaknya dari arah balkon kamarnya. Yang dipanggil Bunda olehnya otomatis menoleh ke arah asal suara.

"Raraaa pagi-pagi udah ngagetin aja. Turun kamu jangan di atas aja sana sarapan sekalian. Di dapur udah ada bubur ayam kesukaan kamu," setelah semuanya bersih dari kotoran, sang Bund akhirnya masuk ke dalam rumah yang diikuti Rara masuk ke dalam kamarnya untuk turun ke lantai dasar.

Sesudah sarapan ia segera membantu Bundanya yang sedang membersihkan dan merapikan rumah, hingga jam menunjukkan pukul 11.00 WIB tepat, akhirnya semua pekerjaan rumah selesai. Segera saja ia membantingkan badannya di sofa yang panjang.

"Ra, jangan tidur, mandi dulu terus sholat dzuhur sana." Ia melihat Rara yang sudah terkantuk-kantuk di sofa.

"Bun, sebentar aja. Aku ngantuk banget ini." Ia menjawab dengan lemah karena sudah sangat mengantuk.

"Lho, kalau udah mandi sama sholat enak Ra, jangan tidur nanti kamu kebablasan nggak sholat." Bundanya segera menarik tangan Rara yang ingin pergi ke alam mimpi.

"Bundaaa, Aku ngantuk banget," mencak-mencak masih menutup matanya.

"Bangun cepet jangan tidur," masih menarik-narik tangan Rara.

"Iya Bunda, iya." Rara pasrah saja, ia naik ke kamarnya dan melakukan apa yang disuruh Bundanya.

* * *


Sekarang ia sedang duduk di karpet yang berada di ruang keluarganya bersama Rangga dan Alfa, sepupunya. Sambil menyilakan kedua kaki di karpet mereka bermain true or dare dan parahnya sudah lima kali berturut turun selalu Rara yang terkena arah dari ujung botol yang mereka putar.

"Aku bosen ah kalo kalah mulu," keluh Rara sambil menyenderkan punggungnya ke sofa yang ada di belakangnya.

"Curang kamu, harus sportif dong Ra, maennya," tegur Alif yang ada disebelahnya.

"Tapi Aku beneran bosen maen kayak gini mah." Rara.

"Yaudah kamu maunya ngapain dong?" Rangga menengahi.

"Nggak tau juga, kita jalan aja yuk. Sore-sore kayak gini kalo ke taman enak tau," usul Rara.

Mereka bertiga akhirnya sepakat untuk pergi ketaman dekat rumah Rara. Sesampainya di sana mereka bermain apa saja yang mereka mau. Setelah lelah bermain dan berhasil menghilangkan bosan akhirnya mereka pergi ketempat makan yang terdekat mereka setuju untuk makan di masakan padang.

"Rangga, kamu aja ya yang pesenin aku sama Alif yang cari tempat duduknya," setelah mengatakan pesanan mereka ke Rangga, mereka segera mencari tempat kosong.

Tak lama Rangga datang dan duduk di hadapan Rara. Sambil menunggu pesanan datang, mereka mengobrol apa saja karena hampir setahun mereka tidak bertemu. Maka dari itu dia tidak mau menyia-nyiakan waktu luang untuk berkumpul seperti ini. Karena sebelum SMA, mereka sering berkumpul bareng tidak seperti sekarang yang sibuk karena aktivitas sekolah yang menghabiskan banyak waktu.

"Akbar." Rangga yang melihat seluet teman masa SMPnya reflek memanggil dan yang dipanggil segera menoleh ke asal suara yang ternyata sahabat lamanya.

Akbar menghampiri Rangga di mejanya tanpa melihat Rara yang satu meja dengan Rangga. "Rangga udah lama kita nggak ketemu, apa kabar?" Alif dan Rara pun merasa tak dianggap karena keakraban mereka berdua—Rangga dan Akbar—yang sekarang sudah mengobrol tentang teman mereka masing-masing.

"Woi disini masih ada Aku sama Rara, jangan asik sendiri dong," kesal Alif yang dicueiki.

"Eh Alif masih aja judes ya sekarang," tegur Akbar kepeda Alif yang duduk didepannya.

"Udah lama nggak ketemu masih aja ngejek," sindir Alif yang dibalas dengan kekehan Akbar.

"Hai Ra," sapa Akbar ke orang yang ada di samping Alif yaitu Rara.

"Hai." Rara menanggapi dengan acuh tak acuh.

Tidak lama makanan yang dipesan mereka datang, Akbar yang belum memesan apa pun segera memesan ke pelayan yang membawa makanan mereka.

"Sekarang tinggal dimana, Bar?" tanya Rangga sambil memakan makanannya.

"Nggak jauh kok dari rumah Rara."

"Oh, kalo gitu kita bisa kumpul dong." Rangga menyengir lebar memperlihatkan gigi yang tersangkut cabe.

"Rangga jorok, noh ada cabe yang nyelip di gigi kamu," tiba-tiba Alfa menyahut.

"Masa sih? Coba ambilin dong."

"Najong banget sih," memasang muka jijik.

"Rangga nggak tau malu, ih." Rara ikut-ikutan nimbrung.

Karena diserbu Rangga pun mengambil cape yang menyangkut digiginya, itu juga berkat bantuan Akbar yang menunjukan letak cabenya.

"Oh ya Bar, kapan-kapan ke Rumah Rara dong, kita maen lagi kayak dulu, mumpung Aku sama Alfa lagi disini," usul Rangga yang dihadiahi mata melotot dari Rara. Rangga hanya menanggapi dengan cuek.

"Aku sih mau-mau aja, tapi boleh nggak sama Raranya."

"Rara? Diamah orangnya baik hati dan tidak sombong, jadi kalo mau ke sono boleh-boleh aja. Ya nggak, Ra?" Rangga, sambil menaik turunkan alis.

"Hhhmmm," jawabnya dengan cuek.

"Yes, pulang bareng yuk," usul Rangga lagi, akhirnya mereka pulang berempat karena paksaan Rangga. Di jalan, Rara sama sekali tidak angkat bicara. Ia hanya menjawab iya dan tidak jika ditanya.

Akbar sadar akan hal itu, ia bingung harus bagaimana agar sikap Rara kedirinya tidak seperti ini lagi.

Dan kalian harus ingat, batu jika sering terkena air lama-lama akan hancur, sama halnya dengan hati Rara, jika Akbar selalu berusaha untuk meluluhkan hati Rara agar memaafkannya lama-lama pasti bisa. Yang terpenting usaha. Yap, kuncinya adalah usaha.

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*





Rara [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang