#14 Orang Dari Masa Lalu

2.3K 140 0
                                    

Walaupun bel pulang sudah berbunyi lima menit yang lalu, siswa siswi sekolah Garuda masih ada yang tetap di kelas untuk sekedar menyejukkan diri karena udara panas yang menyengat kuli, tapi ada juga sebagian anak laki-lakinya yang olahraga di lapangan untuk apapun yang mereka ingin lakukan, seperti Aldi, Akbar, Ali, dan tim basket SMA Garuda lainnya. Bagaimana pun cuacanya mereka akan tetap berlatih, karena basket sudah mendarah daging didiri mereka—ini berlebihan, tapi anggap saja seperti itu.

Rara hanya melihat mereka dari lantai atas, sesekali ia melihat bagaimana Akbar dan yang lainnya menggiring benda bulat itu kedalam ring, sangat mudah melihat mereka main.Fikir Rara.

"Akbar makin lama makin keren aja ya, Ra?" Rara sudah tahu pemilik suara itu, ia tampak risih dengan orang yang baru saja mengganggu ketenangannya, "Hebat ya lo bisa alihin perhatian dia dari gue, SAHABATAN KECILNYA," orang itu dengan sengaja menekan kalimat terakhir yang ia katakan.

Menyindir, Rara tahu itu.

"Susah emang ya kalo ngomong sama orang bisu," lagi-lagi Rara hanya mendiami.

Karena malas meladeninya, Rara pun pergi untuk mencari Dita yang tadi sempat izin ke kantin.

"WOI, RA LO JANGAN BANGGA SAMA APA YANG UDAH LO AMBIL DARI GUE, LIAT AJA NANTI GUE BAKAL BALES SEMUANYA!" murid lain yang ada di koridor segera memandang mereka dengan berbagaimacam ekspresi.

Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, itulah yang Rara lakukan. Dasar nggak tahu malu.

Zahra, Rara masih ingat dengan perempuan itu. Perempuan yang membuat kencan pertama Rara dan Akbar hancur, yang membuat persahabatan SMPnya hancur. Semua karena Zahra, dan Rara benci Zahra. Rara tahu kalau rasa benci atau pun dendam itu tidak baik, tapi Rara masih tidak bisa menghapus memori dimana Akbar lebih memilih Zahra dibandingkan dia.

Zahra adalah murid baru di SMA Garuda, dan lebih parahnya lagi. Ia sekelas dengan Rara dan duduk dengan Ali, bagaimana bisa, Rara tidak tahu itu. Dunia memang sempit Bung.

Kemarin Akbar yang pindah, terus Zahra, nanti siapa lagi? Keluh Rara dalam hati.

Akbar pun sama, ia cukup kaget dengan Zahra yang pindah ke sekolah mereka. segera saja menoleh kepada Rara dan kebetulan juga Rara sedang menoleh ke Akbar. Lama-lama cerita hidup gue kaya sinetron bray, terlalu banyak kebetulan .

"Ra." Akbar sudah duduk di depannya, bahkan Rara baru sadar kalau ia sudah ada dikantin.

"Hem?"

"Kenapa?" heran dengan sikap Rara yang agak diam.

"Nggak Apa-apa, aku mau pulang," hal yang saat ini Rara inginkan hanya berdiam diri di dalam kamarnya, mungkin bagi orang yang belum pernah jatuh cinta menganggap Rara berlebihan. Tapi ini fakta, hanya karena orang terakhir yang ini Rara temukan sekarang akan selalu bertemu di sekolah.

"Kamu kasih tahu dulu kenapa? Katanya mau nunggu aku selesai latihan? Kok malah mau pulang duluan?" Akbar bingung dengan perubahan mood Rara. Mungkin memang semua cewek di dunia ini mempunyai syndrom moody.

"Aku mau pulang, Bar." Rara tetap bungkam dengan apa yang ia fikirkan.

"Oke-oke, aku ganti baju dulu. Kamu tetep di sini dan jangan kemana-mana," tanpa menunggu persetujuan Rara, Akbar segera pergi ke ruang ganti. Ia tahu bagaimana sifat Rara kalau keinginannya tidak dituruti. Itulah anak tunggal.

Kurang lebih dua puluh menit Akbar kembali ke kantin.

"Lama banget sih cuma ganti baju doang,"keluh Rara sambil berdiri membawa tas di belakang punggungnya.

"Maaf Ra, tadi ngobrol di ruang ganti sebentar sama anak basket." Akbar hanya menghela nafas ketika Rara mengabaikannya.

Rara jalan di depan Akbar, Akbar hanya tidak mau menambah masalah. Itu saja.

Ketika Akbar ingin membuka mobilnya yang dikunci, seseorang memanggilnya.

Mereka tahu suara siapa itu, Akbar dan Rara tahu persis. Melirik Rara sebentar untuk memastikan sesuatu.

"Apa?" jawab Rara tidak tertarik, Rara yang ada di depan mobil hanya melihat. Karena posisi Akbar dan Zahra sekarang ada dipintu mobil.

"Aku pulang bareng kamu, ya? Sekalian mau main ke rumah kamu, udah lama nggak ketemu sama mama kamu," terlalu banyak kata 'kamu' yang Zahra pakai, dan Rara hanya memutar mata jengah.

"Emang nggak bawa mobil?" tanya Akbar, ia pernah melihat Zahra membawa mobil ke sekolah, lalu untuk apa pulang bersama Akbar.

"Lagi nggak bawa,"

Karena terpaksa Akbar hanya mengiyakannya. Rara sudah tahu akan jawaban Akbar, karena bagaimana pun. Zahra selalu paling unggul untuk Akbar dibanding Rara.

Di dalam mobil Rara hanya diam dan memainkan ponselnya, Akbar hanya menjawab pertanyaan yang Zahra lontarkan dan ia pun sesekali melihat ke arah Rara yang bungkam sedari tadi. Di dalam ruangan sempit itu, suara Zahra lebih mendominasi.

"Ra?"

"Apa?" masih memandang ponselnya, padahal ia hanya melihat menu dan galeri seperti itu terus berulang-ulang. Ia hanya tidak mau seperti menjadi nyamuk di antara Zahra dan Akbar.

"Kok diem aja?" tanya Akbar, Zahra yang melihat interaksi mereka berdua hanya memutar mata. Jengah dengan Akbar yang terlalu perhatian kepada Rara.

"Mugkin Rara sakit gigi, Bar," celetuk Zahra. Sabar Ra, orang sabar disayang Allah.

Tak lama mereka sampai di depan Rumah Rara.

"Udah sampe tuh Ra, sana turun," usir Zahra dengan halus, karena kesal dengan perkataan Zahra. Rara segera turun dan menutup mobil Akbar dengan tenaga, menciptakan suara yang cukup kencang.

Akbar tersentak.

Sebenarnya Akbar mau saja menghampiri Rara, tapi sayangnya Zahra sudah bawel ingin cepat ke rumah Akbar.

"Zah, lain kali kamu kalau ngomong sama orang itu jangan kayak tadi."

"Lho? Emang tadi kenapa?"

"Kamu itu kesannya kayak ngusir Rara tahu, nggak?"

Akbar cukup kesal dengan kelakuan Zahra yang seenaknya kepada Rara.

"Alay banget dah."

Akbar tidak menggubrisnya.

* * *

Rara sekarang sedang melihat langit-langit kamarnya, ia berpikir keras apa motif Zahra dengan pindah ke sekolah yang ditempatinya maupun Akbar. Apa ada hubungannya dengan Akbar. Tapi masa sampe ngebela-belain pindah sekolah cuma buat Akbar?

Sebenarnya Rara cukup kesal dengan perkataan Zahra di mobil tadi, tapi mau bagaimana lagi selain diam. Kalaupun membalas perkataan Zahra percuma, tidak akan selesai. Cuma ngabis-ngabisin tenaga.

Padahal Rara ingin pulang karena ia malas kalau di sekolah pasti bertemu Zahra.  Pas udah mau pulang eh malah ketemu dia lagi, lebih parahnya semobil lagi.

Rara baru ingat kalau ia tidak pamit kepada Dita untuk pulang lebih awal.

Rara : Dit, maaf ya aku pulang duluan

Dita : aku udah nyari kamu keliling sekolah dan kamu baru bilang? sahabat teladan kamu ya :)

Rara : Aku baru inget, soalnya tadi buru-buru

Dita : Buru-buru kenapa emang?

Rara : besok aku cerita kekamu ya, mau mandi dulu ah dadah, much jangan kangen aku hehe

Tanpa menunggu balasan dari Dita, Rara pun langsung ke kamar mandi yang tentunya untuk mandi.

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*







Rara [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang