Malam hari telah tiba, semua anak-anak bersiap untuk tidur. Ada beberapa yang membersihkan kasur, ada beberapa yang menyikat gigi, dan ada yang mengemil.
Mako menggeleng heran dengan Riji, yang malah mengemil. Sedangkan Mako telah selesai menyikat giginya.
"Buruan! Sikat gigi, malah ngemil." Riji cemberut, menatap sengit Mako. Mako menatap Riji balik tak kalah sengitnya.
"Apa?! Buruan ga lo?! Gua tinggal tidur nih." Riji langsung bergegas bangkit dan mengikuti giginya. Ia tak berani jika harus begadang sendiri, harus di temani Mako atau siapapun itu.
Mari kita beralih ke kamar yang lain. Di saat yang lainnya mulai tertidur lelap, justru Gin dan Souta malah saling diam, walau mereka masih terjaga.
"Gin." Souta memecahkan suasana, takut tiba-tiba ada apa gitu, karena terlalu hening.
Gin menoleh, "kenapa?" Tanyanya.
Souta melirik Gin, lalu menatap langit-langit kamar.Ia ingin menanyakan sesuatu, tetapi takut, apakah pertanyaan itu salah, atau tidak.
"Lo beneran suka sama Echi? Atau, suka sama yang lain?" Souta semakin merasa takut, setelah perkataannya terucap.
"Ga, aku ga suka sama Echi. Eh suka, tapi sebagai saudara dan sahabat." Souta menatap Gin tak menyangka.
"Jadi, pas kalian berdua ngomong sama papi dan mami. Kalian ngomongin?" Gin mengangguk, Souta menghela nafas heran.
"Terus, siapa yang Lo suka sekarang?" Pertanyaan itu sedikit sensitif untuk Gin. Jika ia jujur, ia terlalu takut untuk Souta menjauhinya.
"Ada, seseorang yang deket banget sama aku. Dia cowok, anaknya ceria juga, terus, dia imut, badannya juga kecil, kayak bayi." Souta tertegun.
Entah bagaimana, saat mendengarkan, hatinya terasa nyeri, seolah sadar bahwa tak ada harapan lagi untuknya.
"Ku kira Enon." Gin menatap Souta heran. Bagaimana anak itu bisa berpikir ke Enon? Dan kenapa ia tak peka??
"Ga lah, masa aku suka sama saudara sendiri." Gin menolak gagasan Souta.
"Kan bukan saudara kandung, apa masalahnya. Bisa aja kan." Gin mengernyitkan matanya."Terus, kenapa waktu itu kita engga bisa?" Gin bergumam sendiri. Souta melirik Gin, dan tersenyum kecil.
"Itu berbeda, karena banyak hal yang menghalangi, Gin." Gin tertawa remeh.
"Hahahaha, kamu bercanda kan? Apa? Satu gender? Agil dan Makoto satu gender. Keluarga? Zaki dan Krow satu keluarga. Apa lagi Sou?" Air mata menitik dari pelupuk mata Gin.
Souta terkejut melihat mata Gin yang berair, ia segera menggenggam kedua pipi Gin, lalu mengelusnya pelan.
Matanya menatap sendu wajah Gin. Tangannya gemetar, dan Gin memegang tangan Souta lembut.
"Apa Sou? Apa alasannya? Kamu jahat tau ga?? Ninggalin aku gitu aja, tanpa alasan yang jelas, dan menghilang tanpa kabar." Kepala Gin ia sandarkan pada pundak Souta.
"Aku masih sayang sama kamu, cintaku ke kamu engga pernah berubah Sou. Sama sekali engga berubah." Pundak Souta mulai terasa basah.
Souta sangat terkejut saat ia mendengar pengakuan Gin. Ia menggeleng hebat, dan ikut menangis.
Dada Gin berdenyut sakit. Tangannya semakin erat memegang kedua tangan Souta.
"Engga bisa Gin. Takdir tidak akan setuju." Gin tersenyum getir mendengarnya. Lagi, Souta menyalahkan takdir.
"Omong kosong." Gin bangkit, lalu menatap Souta suram. Mata Souta melebar terkejut melihat ekspresi Gin, yang baru aku lihat.
"Aku benci kamu." Lalu, Gin berjalan keluar entah kemana. Souta diam dalam heningnya malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulit [GINSOU]
DiversosTentang kisah Gin dan Souta yang begitu rumit dan mendebarkan. KALAU GIN DAN SOU GA SUKA, AKU BAKAL HAPUS DAN SIMPEN UNTUK DIRIKU SENDIRI, TERIMAKASIH. DAN PERINGATAN, INI HANYA DI DALAM CERITA, DAN HANYA IMAJINASI SAYA. Terimakasih