“Anzya.” Panggil wanita paruh baya yang kecantikannya tidak termakan usia itu.
Bocah 4 tahun yang tengah memakan buah strawberry hingga belepotan itu menoleh. Dia tersenyum manis kearah wanita yang melahirkannya ke dunia. Aurora. Ibunya. Bocah lugu itu tak lain Arlanzyan Eros Bratadikara. Dia pun berlari kecil lalu memeluk sang ibu. Aurora tersenyum tipis lalu melepaskan pelukannya. Membersihkan pipi dan bibir putranya yang kotor karena noda buah berwarna putih itu.
“Terima kasih mama,” katanya dengan senyuman ceria.
“Sama-sama sayang,” Aurora mencubit ujung hidung Arlan, “tetap jadi anak yang baik ya sayang. Patuh sama papa dan jangan sakiti perempuan. Anzya bisa janji sama mama?”
Arlan mengangguk sambil menujukkan jari telunjuknya, “janji! Karena Arlan sayang mama!”
“Mama!” teriak bocah laki-laki berusia 3 tahun itu. Arlan mengerutkan keningnya terlebih ketika dia langsung memeluk Aurora dan digendong oleh sang ibu.
“Ayo kita pulang,” ajaknya.
Aurora mengangguk lalu tersenyum kearah Arlan, “Anzya. Mama sama adek pulang dulu ya, Anzya jaha diri baik-baik.”
Mata Arlan berkaca-kaca terlebih ketika sang ibu tiba-tiba pergi menjauh dan akan memudar, “MAMA!! MAMA JANGAN TINGGALIN ARLAN SENDIRI!! MAMA!!!”
Aurora tersenyum sementara bocah berusia 3 tahun itu melambaikan tangannya, “kita pulang dulu kakak.”
“Enggak!!! MAMAAAAA!!!”
“Arlan!”
“Arlan?!!”
“ARLANNN!!”
Sepasang netra coklat tua akhirnya terbuka. Hal itu membuat pria lanjut usia itu bernapas lega. Deru napasnya tak teratur dengan keringat dingin membasahi pelipisnya. Iroz mengambil segelas air lalu memberikannya pada Arlan.
“Minumlah perlahan,” ucapnya. Arlan menoleh lalu dengan segera menapisnya.
Prangg!
“Aku tidak haus.” Balasnya.
Lebih tepatnya Arlan takut air itu dicampur oleh sesuatu tanpa sepengetahuannya. Iroz yang terbiasa dengan sikap sang cucu hanya menghela napas. Dia melirik Andre yang berdiri diambang pintu sadari tadi. Menyadari tatapan sang ayah, Andre memberikan map biru dongker itu.
“Arlan, kakek tau kamu tidak suka basa-basi jadi kakek akan langsung saja. Setelah kakek meninggal, kepala keluarga Bratadikara akan kakek serahkan padamu. Jangan khawatir meskipun kamu baru berusia 8 tahun, ada pamanmu dan keluarga Azura yang melindungimu sampai kamu berusia 18 tahun. Ingat perkataan kakek, jangan berurusan dengan ayahmu. Tanda tangani ini,” ucap Iroz sambil memberikan bolpoinnya.
Arlan menatapnya. 85% kekayaan Bratadikara Group miliknya. 5% untuk Andre pamannya dan 10% untuk Amar ayahnya. Arlan menandatanganinya lalu kembali merebahkan tubuhnya.
“Aku serahkan Bratadikara padamu. Kurangi konsumsi obat tidur, kakek pergi dulu. Jikapun kakek tidak kembali, jangan bersedih.” Kata Iroz terakhir kalinya.
Iya terakhir kalinya. Genap Arlan berusia 9 tahun, Iroz dikabarkan mengalami kecelakaan pesawat dalam perjalanan pulang dari Italia ke Indonesia. Dan Arlan tidak merasakan kesedihan sedikit pun sesuai permintaan sang kakek. Dia hanya menatap datar gundukan tanah basah dihadapannya.
“Ayo pulang,” kata Andre dengan mata memerah lantaran dia menangis.
Arlan menurut. Bersama sang paman, Arlan kembali ke vila mewah namun sangat sepi itu. Begitu memasuki vila Arlan disambut oleh Amar yakni ayah kandungnya. Andre yang khawatir Arlan tak bisa menahan diri pun menjadi tamengnya. Hal itu membuat Amar terkekeh.
“Apa setelah Any menolakmu membuatmu menjadi peduli pada putraku, Andre? Ku dengar dia hidup bahagia dengan pesikopat itu dan mendapatkan anak perempuan.” Kata Amar mengejek. Pria itu menatap sekilas Arlan yang menatapnya membunuh.
“Tutup mulutmu kak! Apa yang kau inginkan dari Arlan?” Kata Andre.
Amar tersenyum smirk lalu menatap Arlan, “apa maksudmu Andre? Tentu saja, mengasah pisau yang baru untuk mengganti pisau lama. Posisi underboss LES.C saat ini kosong karena kepergian ayah. Arlan memenuhi syarat untuk menepati posisinya daripada aku. Jadi aku akan memberikan sedikit pelatihan padanya.”
Bugh!!
“KAK AKU MEMBANTAH NIATMU! Sebagai seorang ayah harusnya kau tidak mengirim putramu sendiri ke neraka itu. Semuanya bisa jadi bencana. Kau tau LES.C adalah rantai yang mengikat keluarga kita dan kau malah menginginkan anakmu meneruskannya?! Bukannya memikirkan cara agar keluarga kita bebas, kau malah mengikatnya dengan erat. Sialan kau kak!” murka Andre. Hendak memukul Amar kembali, Arlan menahannya.
Bocah 9 tahun itu memisahkan kakak beradik yang akan berkelahi. Andre yang khawatir dengan Arlan pun menahan pergelangan tangannya. Arlan menatap datar ayahnya, “aku akan menurutimu. Mengikuti kemauanmu. Tetapi pegang ucapanku. Ketika aku lebih kuat darimu, apa kamu bersedia ku bunuh. Amar Bratadikara?”
“Lakukanlah jika kau bisa. Kau dengar itu Andre, jadi lepaskan putraku. Ayo kita pergi, Arlanzyan.” Kata Amar lalu hendak menggandeng Arlan.
“Aku tidak lumpuh.” Tegasnya lalu menoleh sang paman yang tampak membuang muka kecewa, “aku pergi dulu uncle.”
“Jangan mati.” Pesan Andre dengan wajah sendunya. Arlan hanya mengangguk kemudian mengikuti sang ayah yang membawanya entah kemana.
Bugh!
Andre memukul tembok dan meneteskan air matanya, “ayah... Jika Arlan kembali meneruskannya, semua usahamu sia-sia. Maafkan aku yang tidak berguna ini ayah, ibu.”Andre jelas tau kemana sang kakak membawa Arlan pergi. Asrama pelatihan para calon petinggi LES.C di Amerika. Dengan digurui oleh Selano Dante. Dan inilah awal penderitaan Arlanzyan.
WARNING⚠
Cerita ini mengandung ujaran kasar, pembunuhan, sex bebas, obsesi, perdagangan manusia, kekerasan, dan juga hal negative lainnya. Dimohon yang masih dibawah 18 tahun jangan membaca cerita ini demi kebaikan bersama🤸♂️
Penasaran dengan kelanjutannya? Tembusin 5k komentar sebagai pembuka cerita MOLLARLAN2🤸♂️
KAMU SEDANG MEMBACA
MOLLARLAN 2
RomantizmIni hanyalah kisah masalalu mengenai lika-liku kehidupan gelap pria malang bernama Arlanzyan. Dia tau cintanya pada Mollavina hanya akan membawa celaka, tetapi dia juga tau jika cintanya adalah alasan dia bertahan dari segala masalah yang dihadapiny...