Bab 1. Foto Pernikahan suamiku dan sahabatkuBagai tersambar petir di siang hari, aku mematung kaku saat tak sengaja menemukan sebuah foto pernikahan suamiku dengan sahabatku di laci lemari.
Wanita mana yang akan mampu menerima bila orang yang dia cintai dan dia lindungi, ternyata menjadi penghancur kebahagiaan yang selalu dibanggakan itu.
Pantas saja dua hari yang lalu, saat aku terbangun dari koma, ku dapati wajah tegang suamiku. Mas Kevin begitu terkejut mendapati ku. Bukan tangis haru yang kudapatkan dari suamiku, melainkan wajah tegang dan grogi. Aku pikir itu terjadi karena suamiku sangat terkejut dan hampir tidak mempercayaiku yang ternyata kembali sembuh.
Ternyata ....
Tanganku pun bergetar saat melihat tanggal dan tahun yang tertera di ujung foto tersebut. Tertera tanggal 1 April 2022. Yang artinya 3 bulan setelah aku berbaring memperjuangkan nyawa diantara hidup dan mati, suamiku justru menikah dengan sahabatku. Dan dua hari yang lalu, 1 Juni 2023, Tuhan kembali mengizinkan aku untuk membuka mata seperti sedia kala, setelah kurang lebih setahun aku berada di ranjang rumah sakit.
Di tahun baru, aku mengajak Stella untuk menikmati acara tahun baruan, karena hari itu suamiku, Mas Kevin sedang ada di luar kota. Di tanggal 1 Januari tahun 2022, aku mengalami kecelakaan bersama sahabatku Stella.
Entah bagaimana ceritanya mereka berdua bisa menikah di saat aku koma. Ternyata hanya 3 bulan dari masa kecelakaan itu Mas Kevin dan Stella menikah. Aku sungguh tidak mengerti apa alasan mereka begitu cepat melangsungkan pernikahan.
Pantas saja, saat aku datang ke rumah kulihat putraku Kenzo, terlihat begitu akrab dengan Stella, bahkan memanggil wanita itu dengan sebutan mama. Dengan suara khas cadel balita. Saat ini Kenzo berusia 2 tahun. Usianya 1 tahunan saat aku mengalami kecelakaan tersebut.
"Kenzo memanggil Mama kepada Stella, Karena dia sudah terbiasa dalam pengasuhan Stella. Mas harap kamu nggak cemburu ya, sayang, soalnya selama ini yang mengasuh dan mengurus Kenzo adalah Stella," ucap suamiku dua hari yang lalu, ketika aku pulang dan kembali menginjakkan kaki di rumah kami.
Aku mengangguk pelan, walaupun terkejut atas tingkah laku putraku yang sama sekali tidak mengenaliku sebagai mamanya.
"Sini sayang sama Mama," ucapku merentangkan tangan ke arah bocah kecil yang berusia 2 tahun itu. Akan tetapi balita imut itu acuh dan menatapku heran sambil memeluk Stella, membuat hatiku sedikit tak nyaman dan sedikit sedih ,karena putraku sama sekali tidak mengenaliku. Padahal saat usianya satu tahun, betapa terikat Kenzo padaku sebagai ibunya. Nempel bagaikan prangko.
"Kenzo belum tau apa-apa. Dia belum mengerti apapun," Stella membela. Seolah paham perasaanku saat ini.
Aku mengangguk saja. Tak ingin ambil pusing.
Saat aku mengingat kejadian dua hari yang lalu tersebut, sungguh aku tersenyum kecut. Melihat bagaimana terjalinnya harmoni ikatan Kenzo dan Stella. Aku sedih. Menyesalkan keadaan yang terjadi. Sepertinya aku melewatkan hal berharga dalam hidupku mengenai ikatan batin antara anak kecil dengan ibunya. Tapi , saat itu aku terbaring di ranjang rumah sakit. Bukan salahku. Namun ternyata dengan mudahnya Stella meraih posisiku sebagai mamanya Kenzo.
"Kenzo mau dipeluk Mama Nara?" tanya Stella membujuk. Namun bocah 2 tahun itu menggelengkan kepalanya.
Aku kecewa dan sedih, namun menyadari keadaan beberapa tahun belakangan terlalu rumit, aku pun berlalu dari hadapan Kenzo dan Stella, memasuki kamarku dengan perasaan sedih, kemudian suamiku menghampiriku dan memeluk diriku.
"Sabar ya, Sayang, Kenzo mungkin butuh waktu untuk memanggil kamu lagi dengan sebutan mama, soalnya yang dia tahu mamanya adalah Stella, yang merawat dia selama ini," hibur suamiku dan aku mengangguk paham.
Tapi ternyata ....
Aku menarik nafas panjang untuk menetralisir rasa sakit melihat foto pernikahan suamiku dengan sahabatku, seperti sebuah rasa jatuh dari langit ketujuh kemudian menembus berlapis-lapis duri dan belati, menyayat jiwa. Ada rasa sakit yang membuat aku merasa terpuruk dan benar-benar terjatuh, bagaikan terperosok ke dalam jurang, bahkan mungkin ke inti bumi.
Begitu sakit menyadari bahwa posisiku benar-benar digantikan oleh Stella, bukan hanya posisi sebagai seorang ibu untuk Kenzo, melainkan posisi seorang istri yang telah benar-benar digantikan oleh Stella.
Pantas saja ...
Pagi hari tadi aku menyipitkan mata saat melihat Stella yang menyiapkan sarapan, bahkan Stella juga yang menyiapkan setelan jas dan peralatan kantor suamiku, awalnya aku pikir ini hanya kebetulan saja.Di meja makan pun Stella yang mengambilkan makanan untuk Mas Kevin.
"Biar aku saja," ucapku memberikan bantuan.
"Nggak usah. Kamu duduk saja, nikmati sarapannya," ucap Stella yang terlihat begitu sibuk berjibaku dengan keadaan sarapan pagi di sekitar kami.
Sedangkan Mas Kevin sibuk dengan handphonenya yang saat ini sepertinya telah dihubungi oleh pihak kantor. Entah mengapa aku merasa begitu asing dengan orang-orang di sekitarku saat itu, seolah aku tak layak dan tak dapat lagi panggung di antara mereka.
Dan detik ini ... aku paham bahwa aku benar-benar sudah tergantikan oleh sahabatku dalam segala aspek, termasuk urusan ranjang.
Tadi pagi ...
Sebelum suamiku pergi ke kantor, aku mengikuti langkah suamiku. Untuk mengantarkan dia dari depan pintu dan ternyata Stella pun ada di sampingku. Stella juga yang membenarkan dasi Mas Kevin, sedangkan suamiku sama sekali tidak terlihat kikuk ataupun grogi.Mas Kevin melambaikan tangannya ke arah pintu, entah itu ke arahku atau mungkin ke arah Stella, hingga pria itu mengucapkan kata yang sebelumnya hampir tak pernah aku dengar.
"I love you!" ucapnya setengah berteriak
"I love you too ... " Ucap Stella, kemudian Aku menoleh ke arah Stella. Wajah Mas Kevin menegang saat itu juga.
"Maksudku ... We love you too!" ucapnya setengah berteriak, Stella meralat ucapannya. kemudian Mas Kevin memasuki mobilnya.
Setelah suamiku pergi ke kantor, Stella bergegas memasuki ke dapur. Padahal Ada yang ingin aku tanyakan padanya.
Dengan perasaan gamang apapun memasuki sebuah kamar tamu yang katanya itu adalah kamar Stella. Di sana terlihat begitu rapi, tak ada foto atau gambar apapun, mungkin mereka sudah menyembunyikannya saat tahu bahwa aku siuman.
"Mas Kenapa tidak ada satu foto pernikahan kita ya?" Tanyaku semalam.
"Cari saja di gudang," ucap Mas Kevin semalam. Saat ku tanyakan di mana keberadaan foto pernikahan kami. Tangannya sibuk memainkan handphone. Aku diam sambil menatap Mas Kevin.
"Mas, merasa sedih kalau melihat foto pernikahan kita, makanya Mas simpan di gudang," timpalnya lagi beralasan, sambil membelakangi tubuhku sambil mematikan handphonenya.
Dan pagi menjelang siang ini, akhirnya aku pun memasuki gudang untuk mencari foto pernikahan yang dilepas oleh Mas Kevin.
Mungkin tujuan dia melepaskan foto pernikahan kami adalah berusaha untuk menjaga perasaan Stella. Dengan perasaan gontai, aku keluar dari gudang, kemudian bel pintu berbunyi berulang kali, hingga akhirnya aku pun melangkahkan kaki ke pintu utama.
Dan betapa terkejutnya Tante Dahlia saat melihat diriku. Wanita yang tak lain adalah ibu kandungnya Stella.
"Kamu?" Wanita itu terkejut seperti melihat hantu saja.
"Kamu ... Nara?" Tanyanya dengan bibir bergetar, seolah tak mempercayai bahwa aku berdiri di hadapannya.
"Kamu ... sejak kapan siuman?" Tanyanya dengan wajah yang terlihat tegang.
"Iya. Aku Nara. Istri dari pemilik rumah ini." Jawabku tegas.
"Kenapa Tante bertanya seperti itu? Tante sepertinya terkejut, seperti melihat hantu saja," ucapku memberikan senyum dipaksakan ke arah wanita itu.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Koma Setahun, Suamiku Nikah Lagi Dengan Sahabatku.
De TodoHanya setahun mengalami koma, Nara dihantam kenyataan bahwa suaminya menikah lagi dengan sahabat terbaiknya. Haruskah Nara menerima kenyataan bahwa dirinya dimadu? Tapi itu berat. Atau Nara harus mengalah?