5. saranku untuk maduku

40 4 0
                                    


Bab 5. Saranku untuk Maduku

"Sudah! sudah! berhentilah kalian berdebat, ini tidak baik,"  ucap Mama Karina, pusing dengan keadaan.

"Aku permisi dulu, mau masak dulu," ucap Stella sambil memasuki dapur. Kemudian tante Dahlia mengikuti langkah putrinya, entah apa yang akan mereka bicarakan di dapur.

Mama Karina menganggukkan kepalanya, wanita itu memang cukup baik, dahulu pun tidak pernah memperlakukan aku layaknya orang lain. Aku pikir aku adalah menantu yang paling bahagia karena mendapatkan mertua yang baik, ternyata bukan aku saja yang mendapatkan mertua yang baik karena sahabatku pun merasakan apa yang aku rasakan.

Hati ini terasa kosong ketika menyadari bahwa apa yang aku miliki kini dimiliki juga oleh sahabatku.
Apakah aku cemburu? jelas!  karena aku hanya manusia biasa. Apakah aku iri? mungkin.

"Ma,  ada yang ingin aku tanyakan pada mama," ucapku parau, sesak napas ini, seketika itu juga wajah mama mertuaku terlihat begitu tegang dengan apa yang ingin aku ucapkan, seolah-olah dia tahu apa yang ingin aku tanyakan kepadanya.

"Aku ikut mendengarkan, nggak papa kan?"  tanya David, aku tak keberatan.

Akan tetapi pembicaraan kami tidak berlanjut ketika lagi-lagi bel pintu berbunyi.

"Nanti saja bicaranya, Ma, aku bukain dulu pintu," ucapku. Mama mertuaku mengangguk.

Sambil melangkahkan kaki aku tersenyum penasaran siapakah yang kembali bertamu.  Kubuka  pintu utama, ternyata itu suamiku. Aku sama sekali tidak terkejut dengan kehadiran mas Kevin.

"Mas ketinggalan berkas,"  ucapnya kemudian nyelonong begitu saja melewati diriku. Jarak terus memisahkan aku dengan suamiku, begitu jauh hingga Aku merasa bahwa Mas Kevin tidak lagi selembut dahulu.

Dan betapa terkejut Mas Kevin saat melihat Tante Dahlia. Raut wajah suamiku beku saat melihat wanita itu, terlihat begitu tegang. Mungkin suamiku ingin menyambut Mama mertuanya, akan tetapi ragu, terlihat ia menoleh ke arahku dan kembali menoleh ke arah tante Dahlia. Mas Kevin menganggukkan kepalanya sedangkan tante Dahlia tersenyum penuh arti, akhirnya pria itu  setengah berlari menuju ke kamarnya. Kemudian dari jarak beberapa meter suamiku terkejut kembali saat melihat mama kandungnya.
Lagi-lagi ia terkejut.

"Mama sudah pulang?  kapan?"  tanya Mas Kevin menghentikan langkahnya. Mama Karina menganggukan kepalanya pelan.

"Tadinya mama berencana 3 harian lagi di sana, tetapi ada sesuatu hal, sehingga menyebabkan mama pulang lebih awal," papar Mama Karina menjelaskan, kemudian Kevin menganggukan kepalanya, aku menghampiri mereka berdua yang berwajah tegang, terlihat kontras dari keduanya mungkin ada hal yang ingin mereka bicarakan namun riskan ketika aku ada bersama mereka,  tiba-tiba saja aku merasa menjadi seekor lalat yang hinggap di antara rumah ini.

"Kenapa tidak minta aku jemput? Biar aku jemput Mama ke sana,"  tanya suamiku, aku melangkahkan kaki menghampiri mereka berdua.

"Nggak perlu, sekarang kan praktis ada grab, jadi tinggal pesan taksi online saja,"  ujar Mama Karina.

"Kenapa pulang?"  tanya Stella dari arah lain, wanita itu memegangi spatula dan memakai celemek, aku yakin mungkin dia sedang membuatkan makanan untuk Kenzo.

"Cari berkas yang tertinggal," jawab suamiku terlihat gugup. Kemudian Stella melangkahkan kakinya ke dapur dari arah beberapa meter kulihat wanita itu melepaskan celemek, setengah berlari melewati aku begitu saja, seolah-olah Dia sudah terbiasa membantu mas Kevin.

Wanita itu masuk ke kamar suamiku dan mencari-cari berkas. Aku mengekori langkah Stella dengan perlahan. Bahkan dia juga mencari-cari berkas di meja kerja suamiku, aku menatap pemandangan yang menyadarkan aku akan satu hal, bahwa posisiku di rumah ini sudah benar-benar tergantikan oleh sahabatku, terlihat bagaimana Stella yang begitu cekatan mencari-cari berkas tersebut bersama suamiku.  Mereka terlihat begitu serasi sebagai pasangan suami istri dan aku adalah  lalat yang hinggap di antara mereka.

"Ini Mas berkasnya," ucap Stella sumringah sambil mengangkat sebuah maps dan memperlihatkannya ke arah suamiku, terlihat Mas Kevin tersenyum begitu lebar.

Pemandangan ini ... mengapa begitu terasa sakit di ulu hati ini. Betapa sahabatku memperhatikan suamiku dengan begitu telaten,  dia bahkan bisa tahu di mana suamiku meletakkan berkas yang dibutuhkan untuk pekerjaannya.

"Terima kasih ya Sa ... "

Pria itu menghentikan kalimat selanjutnya dan menoleh ke arahku. Mungkin dia menyadari bahwa ada aku yang menyaksikan mereka..

Lagi-lagi sikap grogi diperlihatkan oleh suamiku. Apakah kehadiranku diantara Kalian mengganggu? Apakah Aku mengganggu kemanisan kalian berdua ya?

"Terima kasih ya Stella," ucap suamiku seolah-olah dia meralat ucapannya. Padahal aku yakin suamiku ingin mengatakan Terima kasih ya sayang, namun hanya kalimat 'Sa' saja yang mampu ia keluarkan ketika ada aku diantara mereka.

"Sama-sama Mas," ucap Stella kemudian Mas Kevin memeriksa berkas tersebut.

Aku menghampiri suamiku memberikan wajah dan ekspresi tersenyum untuk menyembunyikan rasa sakit yang saat ini benar-benar menggerogoti jiwaku. Menarik tangan ke arah belakang dan menatap suamiku dengan tatapan penuh penekanan.

"Stella perhatian banget ya Mas sama kamu, sampai-sampai masuk kamar ini saja dia sepertinya tidak ragu-ragu tanpa mendapatkan izin dariku,"  ucapku membuat kedua orang tersebut kikuk.

"Itu ... Em ... " mereka mati kutu.

Sampai kapan kamu akan bersikap grogi Mas? Apa Kamu pikir aku tidak tahu apa-apa?

"Aku sudah terbiasa membantu Mas Kevin,"  ujar Stella. Dibandingkan suamiku, sahabatku lebih mampu menguasai perasaan, benar kata orang-orang bahwa wanita adalah makhluk yang paling pandai menyembunyikan perasaan di hatinya.

"Ah iya itu ... " timpal Mas Kevin, andai aku bisa mengatakan, 'Kenapa kalian tidak jujur saja kepadaku? aku menunggu kalian untuk jujur, aku juga ingin melihat seberapa kalian berani mengatakan kenyataan yang pasti menghancurkan hidupku.

"Oh ...  sudah terbiasa ya. Ngomong-ngomong, gaji Stella berapa sih, Mas, di rumah ini?  kayaknya dia cekatan banget ya,"  ucapku pura-pura bertanya, mereka berdua saling menatap satu sama lain.

"3 juta,"  ucap Stella dengan lirih. Aku tidak tahu apa itu benar suamiku memberi uang 3 juta per bulan untuk Stella. Bukankah gaji asisten rumah tangga tidak sebesar itu ya? atau yang diberikan suamiku kepada Stella mungkin bukan gaji, melainkan nafkah.

"3 juta? Wah gede banget ya," balas ku. Berpura-pura percaya pada ucapan wanita itu.

"Itu karena aku merangkap sebagai babysitter dan juga asisten rumah tangga,"  Stella menjelaskan,  aku mengangguk-anggukan kepala.

"3 juta itu besar loh. Begini saja, karena sekarang aku sudah sehat lagi ...  Bagaimana kalau kita pecat saja Stella dan uang 3 juta itu, Mas berikan jatahnya untuk aku, ya?"  ucapku membuat Stella dan Mas Kevin benar-benar tercengang.

"Gimana Stella? kamu nggak keberatan, kan, kalau aku memecat kamu? soalnya aku udah sehat. Biar aku saja yang menggantikan pekerjaan yang kamu kerjakan, aku juga bisa kok melakukan banyak pekerjaan,"  tanyaku, kemudian mereka berdua terlihat kehabisan kata-kata.

Koma Setahun, Suamiku Nikah Lagi Dengan Sahabatku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang