4. ipar

36 3 0
                                    

"Ternyata Lo udah siuman ya?"  tanya David menyipitkan mata menatapku.

"Ya, seperti yang kamu lihat saat ini ," jawabku.
Walaupun kami dahulu pernah satu kelas dan pernah menjalin hubungan beberapa bulan, namun aku tidak tak lagi menganggap pria itu sebagai teman sekelas atau mantan kekasih, melainkan adik iparku.

"Bukankah kamu ada di luar negeri?" tanyaku heran.

"Aku baru pulang 3 bulan yang lalu," jawabnya. Aku diam sesaat.

"Ayo, silakan masuk," aku mengajak pria itu.

Tanpa berkata apapun David menutup pintu. Kemudian pria itu melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.

"Wah seru nih," ucap David tersenyum, menaik turunkan kedua alisnya, aku paham apa yang dimaksud oleh pria itu, kemudian tak lama setelah itu datanglah Stella dan tante Dahlia dari dapur. Mereka terlihat sangat kaget saat bertatapan dengan David. sedangkan pria itu bersikap menyebalkan. Apalagi sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Seru nih!" Ucapnya menggoda.

"David, jaga mulut kamu," sahut Mama Karina memperingatkan putranya itu.

"Kenapa Ma, santai aja kali, seharusnya Nara itu bukan anak bodoh. Dia pasti paham apa yang aku ucapkan," celetuk David.

"Aku nggak paham, itu artinya aku bodoh ya,"  timpal ku.

"By the way. Kalau bisa tolong kamu buatkan  minum untuk adik iparku, di kulkas masih ada satu minuman dingin, tinggal ambil saja tidak perlu dibuatkan," ucapku pada Stella.

"Kamu ini apa-apaan Nara!? Stella di sini bukan pembantu ,kamu pikir ... "

"Memangnya Stella di sini sebagai apa sih, Tante? Sebagai sahabat aku yang menggantikan aku mengurus keperluan rumah ini, kan?!"  ucapku tegas, kemudian wanita itu seolah dibungkam mulutnya atas ucapanku barusan.

"Kalau Stella di sini bukan pembantu, lalu apa?  aku lihat sejak Stella datang ke rumah ini, Stella nggak pulang-pulang tuh ke rumahnya. Bukankah itu artinya Stella bekerja di rumah ini? atau mungkin selama ini Stella adalah ... "  aku sengaja menggantung ucapanku untuk membuat orang semakin ketar-ketir,  ingin tahu respon mereka seperti apa.

"Apapun yang terjadi saat ini, Stella nggak salah, kamu kok yang salah, kelamaan tidur panjangnya!"  timpal David seenak jidat, ingin rasanya ku lemparkan gelas yang saat ini ku pegang ke wajah pria itu, pria yang seumuran denganku. Mantan kamvret.

"Aku yang salah? yakin? menurut kamu ...  kalau aku yang salah, memang ada ya di muka bumi ini orang yang kecelakaan dan menjadi orang yang salah! Itu takdir, semua orang pasti  paham bahwa saat itu aku kecelakaan dan bukan salah aku, jika aku lama untuk bangun kembali, mungkin salah orang-orang yang menghianati aku saja ... " tuturku.

David tertawa lebar, menggema di udara, "aku hanya bercanda kok, jangan diambil hati ya, diambil pikiran saja," ucap pria itu terkekeh.

"Diamlah David. Jangan bicara lagi, Mama nggak suka kamu banyak bicara, nanti kamu salah bicara," Mama Karina mengingatkan Putra bungsunya itu.

"Aku sih cuman kasihan, dari awal juga aku pernah memberi saran untuk mengembalikan kucing itu kepada tuannya saja, barangkali tuannya akan memperlakukan dia dengan baik daripada dia terlunta-lunta. Dan mungkin diabaikan yang lainnya," ucap David dengan bahasa kode.

Oh, aku paham maksud mereka, maksud David adalah seharusnya daripada aku dimadu oleh Mas Kevin, mungkin lebih baik aku dikembalikan oleh pihak suamiku kepada papaku.

"Tapi kita tahu sejak awal kucing itu dibuang oleh tuannya dan kita tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menerima kucing itu, walaupun saat itu tidak berguna," ucap Mama Karina. Aku menoleh ke arah wanita itu, aku paham yang dimaksud kucing oleh mereka berdua adalah aku.

Dan Tuan yang mereka maksud itu adalah papaku yang memang telah memutuskan hubungannya denganku saat usai ijab kabul itu terjadi, demi menikah dengan Kevin, aku rela memutuskan hubungan dengan papaku karena papa sama sekali tidak merestui hubunganku dengan Mas Kevin, dia bahkan telah menemukan seorang pria yang menjadi calon menantu idamannya.

Pria itu anak sahabatnya papa, selain penerus dari sahabatnya, dia juga bekerja sama dengan perusahaan Papa, sehingga papa pikir  ... jika aku menikah dengan pria itu, maka kekuatan perusahaan akan semakin kuat.

Sayangnya, aku sama sekali tidak tertarik dengan perusahaan dan aku yakin bahwa menikah dengan Kevin adalah jalan kebahagiaan yang layak aku perjuangkan, karena menikah dengan orang yang dicintai adalah hak setiap manusia.

Sejak saat itu aku tak lagi bertemu dengan papa dan setelah ijab kabul pernikahan, aku juga tidak tahu kabarnya papa.

"Silakan kamu menikah dengan pria itu, dengan pria yang kamu pilih. Tapi sejak itu ...  jangan lagi panggil aku papa! ngerti kamu!" ucap papaku dengan wajah dinginnya, aku mengangguk setuju dan yakin bahwa keputusan yang aku ambil adalah hak diriku untuk berbahagia. Aku ingin menikah dengan orang yang kucintai dan itu adalah hak setiap orang.

"Terus sekarang gimana kucingnya?  udah bangun? dia pasti kebingungan dengan keadaan seperti ini," tanya David, ucapan pria itu membuat aku tersadar dari lamunan, mengingat perjuangan yang aku lalui saat aku memperjuangkan untuk dinikahi oleh Kevin.

"Mama tidak tahu, kita serahkan saja nanti pada keadaan, kita bicarakan saja nanti, lebih baik kamu diam saja, jangan mengotori keadaan, Mama pusing, sesak dada Mama saat masuk ke ruangan ini," ucap Mama mertuaku memijit pelipisnya.

"Kalian membicarakan kucing tapi serius banget ya, seolah-olah kucing itu sangat berharga untuk kalian," sindirku, kemudian Mama Karina menarik nafas panjang dan menoleh ke arah lain sambil berusaha menghelan nafas berulang kali.

Stella kembali menghampiri ruangan tamu di sana kami berkumpul semuanya.

"Kemarin aku membuat camilan brownies keju," ucap Stella sambil meletakkan brownies keju yang sudah terpotong-potong.

"Wah enak nih," ucap David. Aku hanya terdiam dan tersenyum, betapa leluasanya Stella  di rumahku, layaknya seorang nyonya. Akh aku lupa, bagaimanapun juga dia adalah istri muda, tentu saja dia berkuasa karena kucing itu tidur terlalu lama.

"Kalau suatu saat kamu dititipi rumah oleh orang lain, terus pemiliknya mengambil titipan kamu ...  Apa kamu akan memberikan titipan itu?"  tanya aku kepada David yang mulai mengunyah brownies tersebut. untuk sesaat David pun terdiam.

"Karena aku orang beretika ... akan ku kembalikan titipan orang lain itu," jawabnya begitu santai, menoleh ke arah Mama Karina.

"Good!" sahutku sengaja menyindir.

"Tapi bagaimana jika rumah itu sudah terlalu banyak direnovasi oleh si penjaga? Karena rumah itu hampir roboh?" tanya Tante Dahlia dengan wajah menantang.

"Yang namanya dititipi, ya suatu saat harus dikembalikan. Bukankah begitu Mama Karina?" tanyaku sengaja, sambil menoleh ke arah Mama Karina, wanita itu kaget yang sedang menikmati minuman pun tersedak saat itu juga kemudian meraih tisu, aku tersenyum samar.

"Tapi si penjaga sudah berjuang banyak dan berkorban banyak melepaskan apa yang dia jaga, terlebih sudah berkorban segala-galanya," timpal tante Dahlia.

"Kalau begitu ... aku akan memberikan uang yang banyak kepada si penjaga itu dan berterima kasih karena dia sudah menjaga dan merenovasi rumah itu, walaupun tanpa disuruh oleh si pemilik rumah. Aku juga akan memberikan kompensasi dan mengusir si penjaga itu,"  ucapku tegas, membuat semua orang yang ada di sana menatap ke arahku, entah tatapan apa yang mereka berikan aku tidak peduli.

Ayo kita perang!?

Koma Setahun, Suamiku Nikah Lagi Dengan Sahabatku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang