Keesokan harinya ...
Udara AC berembus pada angka 17°C , di sebuah ruangan tertutup yang hanya terisi oleh dua manusia. Mereka duduk berhadapan, tersekat oleh sebuah meja berukuran 1 x 1 meter. Kaira mengeratkan kardigan dengan pandangan harap-harap cemas pada sosok Liam Adrian Keenan, sang dosen pembimbing yang tengah memeriksa revisian skripsi miliknya.
Tambahan, calon suaminya sejak kemarin.
Gak kebayang gue serumah sama cowok modelan gini. Gak bisa tenang hidup gue.
Seperti yang teman-temannya selalu katakan, Liam itu terlalu tampan untuk menjadi dosen.
Dan, lihatlah. Sepertinya, Kaira sendiri pun sudah ikut-ikutan terpesona memandangnya.
Astaga, Kaira! Inget ya, dia nyebelin karena selalu bikin lo bad mood tiap hari! Jangan sampai kesemsem!
Bruk!
Kaira tersentak.
"Sampel kamu masih berantakan, Kaira." Liam mengentakkan benda itu ke depan Kaira sambil menghela berat. Setelahnya ia melepas kacamata, lalu mengapit kedua pangkal hidung dengan sesekali memijatnya. "Kan sudah saya bilang, mengambil sampel dengan laporan triwulan satu perusahaan lebih mudah, daripada satu laporan dengan lima belas perusahaan."
Dengan sewot, Kaira menyambar lembaran itu, lalu membacanya. "Perasaan udah dibenerin," gumamnya sambil membolak-balik lembaran, memperhatikan setiap detailnya. "Apa gue salah print, ya?"
Sebentar.
Salah print? Jangan-jangan file yang udah gue benerin gak kesimpen?
Liam terkekeh, yang sebenarnya ia sudah lelah dengan keteledoran gadis itu.
"Dosen mana sih, yang ngetawain anak bimbingnya kayak gitu?" Kaira menatap sebal. Teringat hari menyebalkan kemarin, rasanya semakin memuakkan saja. Jika bukan karena skripsi, ia sudah enggan berusaha berkomunikasi baik lagi dengan Liam.
"Kamu benar-benar ceroboh, Kaira. Besok kita bimbingan di sesi dua, ya." Aroma maskulin makin kuat tercium saat Liam mengibaskan jas hitamnya sambil beranjak dari kursi.
By the way, Liam itu dosen muda. Selisih umurnya hanya terpaut tiga tahun dengan Kaira yang kini berumur dua puluh dua tahun. Bagi orang-orang, melihat mereka seperti Tom and Jerry di kampus sudah biasa. Kaira yang blak-blakan, sedang Liam yang kalem dengan campuran sifat humornya.
Kata orang-orang, mereka itu serasi, meskipun sifatnya bagaikan langit dan bumi. Namun, justru karena perbedaan itulah yang menjadi magnet keduanya tampak serasi.
"Ayo, pulang. Saya antar."
Pandangan kesal Kaira mengikuti Liam yang mendekat padanya. "Lo belum bilang ke mami?" todong Kaira seraya berdiri, mengabaikan uluran tangan cowok itu. "Lo jadi cowok gentle dikit kenapa? Lo mau mau aja dijodoh-jodohin gini? Bilang dong, 'gak mau!'."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transcendent
RomanceHati Kaira hancur berkeping-keping usai diputuskan oleh Saga-sang mantan gebetan yang sudah ia incar sejak lama. Seolah-olah luka itu tak cukup memberinya pelajaran, semesta pun mempermainkannya melalui tindakan sang mami yang tiba-tiba menjodohkann...