At The End Of The World

279 35 2
                                    

Di akhir dunia, bertahan hidup adalah sesuatu yang dambakan manusia.

Baik untuk mereka yang takut mati ataupun mereka yang takut pada yang mati.

Jaewon terduduk diantara reruntuhan, menatap langit yang semakin cerah seiring runtuhnya bangunan-bangunan yang berdiri diatas tanah. Sesekali bibirnya meringis kesakitan, luka dibagian perut kirinya merembes membasahi kaos biru tua lusuh yang dipakainya.

Seharusnya dia sadar bahwa menjadi lemah tidak akan membawanya kemanapun. Jaewon lemah, secara fisik maupun mental. Menjadi idola adalah impiannya sejak kecil, namun dia pengecut, dia tidak berani menampilkan dirinya dihadapan orang banyak. Akhirnya dia melarikan diri, mengubur impiannya dan memilih untuk menjadi produser musik, menghindari tatapan orang banyak.

Di akhir dunia, lagu-lagu yang dibuatnya tidak lagi berarti, tetapi bertahan hidup menjadi satu-satunya lagu yang bergema di benak Jaewon. Dia tahu dia tidak bisa memikirkan kelemahan masa lalunya; tidak ketika gerombolan zombie rakus mendekatinya. Setiap detik berlalu, erangan parau mereka semakin keras, rasa lapar yang tak tertahankan terasa di udara.

"Tinggalkan saja dia, dia sudah tidak berguna"

"Persediaan semakin habis, mengapa kita harus merekrut orang-orang tidak berguna seperti dirinya?! Biarkan dia menjadi makanan zombie"

Jaewon mengertakkan gigi, mengerahkan setiap ons kekuatan yang tersisa di tubuhnya yang babak belur. Suara-suara penghianatan dari rekannya mengudara seiring rasa sakit di perutnya berdenyut-denyut di setiap detak jantungnya, sebuah pengingat akan kerentanannya. Namun, ia menolak untuk menyerah pada keputusasaan.

"Jaewon maafkan aku. Buatlah dirimu berguna dan tahan zombie-zombie itu"

Dia tahu waktu hampir habis saat gerombolan yang tak kenal lelah itu semakin mendekat, daging mereka yang membusuk hampir berada dalam jangkauan. Dengan satu tangan menekan sisi tubuhnya yang berdarah, ia memaksa dirinya untuk mengabaikan rasa sakit yang membakar dan fokus untuk menyelamatkan apa pun yang berguna dari reruntuhan.

Memindai sekelilingnya, mata Jaewon tertuju pada sebuah bangkai mobil di dekatnya, logamnya yang bengkok menjadi kesempatan untuk melakukan upaya terakhir. Memanggil cadangan energi terakhirnya, Jaewon terhuyung-huyung ke arah bangkai mobil, setiap gerakannya terbebani oleh rasa sakit.

Jaewon menghantam tanah dengan keras, benturan itu mengguncang tubuhnya yang sudah terasa sakit. Dia berjuang untuk mengatur nafasnya, berharap ada jeda sejenak yang memungkinkannya untuk berdiri. Namun saat gerombolan itu mendekat, sisa-sisa tenaganya yang terakhir keluar dari tubuhnya dan dia menghela napas kekalahan. Pada saat itu, dia memejamkan matanya, menerima nasibnya. Suara rintihan zombie semakin keras, menandakan kedatangan gerombolan itu.

Namun, saat Jaewon akan menyerah pada kematian yang mendekat, dia merasakan sebuah sentuhan di lengannya.

"Siapa kau? Kenapa kau tertidur di tempatku"

Saat membuka matanya, Jaewon melihat wajah perempuan dengan langit biru menjadi latar belakangnya. Di leher perempuan itu terdapat ID card dengan nama Lalisa Advile tertera disana.

Apa yang terjadi? Mengapa dia masih hidup? Kemana perginya para zombie?

"Apa yang kau lihat?" tanya Lisa lagi.

Belum sempat Jaewon membuka mulut, rasa sakit kembali menerjang dirinya membuat ringisan keluar dari bibirnya.

"T-tolong aku..."

Ekspresi Lisa berubah menjadi kebingungan saat dia memindai lebih dekat luka yang terdapat pada tubuh Jaewon. Dengan helaan nafas, perempuan itu mengeluarkan kotak P3K dari tasnya dan mulai mengobati lukanya.

BLACK HEARTS: Tale of the Girl Who Makes the TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang