"Jadi kalian bertiga akan bermalam dulu di istana ini selama satu atau dua malam." Natalia menutup pertemuan antar para pahlawan wanita itu. "Sampai persiapan sudah selesai, kita bisa berangkat."
"Kami juga sudah menyiapkan kamar tidur untuk istirahat kalian." Rafaela melanjutkan pembicaraan Natalia. "Untuk Kadita, kamarmu sudah aku siapkan tempat untuk berendam. Aku tahu elemen airmu sangat membutuhkan air, jadi kau bisa beristirahat mengumpulkan energi sebelum pergi menuju Jurang Bayangan."
Kadita terperangah mendengar isi kamarnya. "Wah, sedemikian mewah persiapanmu, Rafaela, Bagaimana aku bisa mengucapkan terima kasih padamu?"
"Kita sudah saling mengenal cukup lama, tentunya aku sudah hafal dengan gaya hidupmu, Kadita." Ujar Rafaela. Lalu gadis cantik itu berpindah menatap Aurora.
"Untuk Aurora, aku sudah mempersiapkan kamar mewah juga untukmu. Itu karena dirimu seorang ratu seperti halnya Kadita. Namun aku tidak bisa mempersiapkan istana es seperti tempat tinggalmu itu."
"Tidak apa. Aku akan mendesain kamarku sendiri. Aku lebih tahu apa yang aku butuhkan untuk diriku."
"Jika begitu baiklah." Rafaela tersenyum lalu menatap Benedetta. "Dan untuk Benedetta..."
Benedetta mengangkat tangannya sebelum Rafaela berkata lagi. "Tidak perlu repot. Aku sudah terbiasa berpetualang di alam bebas, jadi kamar sederhana pun aku bisa tidur."
Aurora mencibir. "Memangnya Ratu Pundak Terbuka yang selalu harus tidur di ranjang yang empuk, lengkap dengan bantal dan gulingnya?"
Kadita terbelalak mendengar cibiran Aurora. "Daripada Ratu Kulkas tidur di atas es yang keras, sudah tidak nyaman, berpotensi kena encok pula."
"Eh iya, aku lupa, kulkas mana bisa tanpa listrik ya?" Kadita tersenyum. "Kulkas tanpa listrik bisa banjir lho nantinya."
Aurora memelototi Kadita dan Kadita juga tidak ingin kalah, membalas dengan mata mendelik besar. Perbuatan kedua ratu itu kembali mengundang tawa tiga wanita yang duduk disana.
Rafaela bertepuk tangan tiga kali. Beberapa detik kemudian, tiga wanita pun datang mendekat. Mereka adalah asisten istana.
"Antarkan para tamu kehormatan ini ke kamar yang sudah dipersiapkan. Perlakukan mereka dengan sebaik-baiknya."
"Baik, Putri." Ketiga asisten istana memberi hormat untuk kemudian memimpin jalan di depan ketiga wanita tangguh.
Kadita mendapatkan kamar di sayap selatan, Aurora di sayap utara, sedangkan Benedetta mendapatkan ruangan di bagian belakang istana. Ketiganya berpisah di ujung selasar istana menuju kamar masing-masing.
"Bagian belakang istana cukup sejuk dengan pepohonan rindang yang bisa dilihat dari jendela kamar, Nona Benedetta." Asisten istana yang mengawal Benedetta menjelaskan
"Wah, Rafaela tahu sekali seleraku yang akrab dengan alam." Benedetta melangkah masuk ke dalam kamar begitu pintu dibuka oleh asisten istana.
"Aku hanya mengantar sampai disini. Untuk santapan akan kami antarkan kemari."
"Jangan repot. Aku tidak terbiasa makan banyak." Rafaela melihat sekeliling kamarnya. Sebuah ranjang empuk dengan desain khas kerajaan dan meja kecil di sampingnya, lemari pakaian yang cukup besar terletak di depan kamar mandi. "Ini sudah jauh lebih cukup bagiku."
"Baiklah, Nona. Jika begitu aku permisi pamit."
Benedetta mengangguk dan duduk di pinggir ranjang. Mengangkat tangan merenggangkan otot-ototnya sebelum dia menghela nafas.
Di bagian sayap utara, Aurora memasuki ruangan yang sebenarnya tidak sesuai dengan seleranya. Dia menunggu asisten istana meninggalkannya sendiri, barulah dia beraksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MLBB The Story: Menumpas Ledakan Bencana Besar (TAMAT)
FantasyThe Land of Dawn, tempat para hero Mobile Legend bergejolak. Sekelompok Abyss ingin menguasai daerah tersebut dengan kekuatan jahatnya. Thamuz yang berada di bawah Dyroth menyebar ancaman. Selena the Abyssal Witch dan Alice si penyedot darah melakuk...