BAGIAN 7 RAMUAN TERLARANG

6 0 0
                                    


Selena yang terluka melarikan diri ke area yang lebih aman. Dikarenakan dia cukup menguasai daerah hutan itu, tidak sulit baginya untuk menghindar. Lengan dan sebagian kulitnya terluka oleh terjangan butiran es Ratu Aurora. Beberapa saat sebelumya, kibasan pedang Benedetta juga sempat menimbulkan kerusakan yang cukup parah di tubuhnya. Di antara tiga pahlawan wanita yang dihadapinya, hanya Kadita yang tidak berhasil menyarangkan satupun serangan kepada Selena. Yang lebih buruk lagi, bahkan Kadita menjadi bulan-bulanan serangan Selena hingga terdesak dan panik.

"HOOEEEKKK!!" Langkah Selena terhenti. Satu tangannya memegang sebatang pohon besar di depannya. Dengan topangan itu, dia membiarkan dirinya muntah.

Segumpal darah segar menyembur keluar dari mulutnya membasahi daun lebar di depannya. Pandangannya mulai berkunang-kunang karena energi yang keluar saat muntah darah itu.

"Aurora sial!" Selena menggerutu. Tangannya terkepal erat. "Akan kubalas kekalahanku ini!"

Setelah berdiri beberapa saat lamanya dan merasa agak segar lagi, Selena melanjutkan langkahnya. Tertatih-tatih menyeret kakinya sambil sebelah tangan memegang dadanya.

"Efek pedang Benedetta membuatku terluka dalam. Aku tidak bisa kembali ke Abyss dan memperlihatkan kelemahanku." Gumam Selena. Langkahnya terhenti.

Mata Selena tampak berbinar melihat segunduk tanah tinggi yang tertutup oleh dedaunan lebat. Dengan tangan kiri menahan dadanya yang kesakitan, tangan kanannya menyibak dedaunan lebat itu.

"Goa Kegelapan." Darah kembali mengalir keluar dari mulutnya saat Selena hendak melangkah masuk ke dalam goa. Setelah memaksakan dirinya, Selena akhirnya berada di dalam goa yang dinamakan Goa Kegelapan itu.

"AARRGGHHH!!" Mengerang tinggi tubuh Selena roboh menghantam lantai dingin goa. Matanya mulai terkatup. Pandangannya mulai blur dan kegelapan mulai menyelimutinya.

Sementara di hutan tempat peristirahan ketiga pahlawan wanita...

"Lemah sekali kau, Kadita." Aurora masih mengomel. Ditatapnya dengan tajam Ratu Laut Selatan yang terduduk tepat di hadapannya itu. "Berulang kali terdesak dan kewalahan. Bahkan sampai ditelanjangi!"

Kadita menunduk menerima fakta kekalahannya di depan mereka berdua. Tak ada sepatah katapun yang meluncur keluar dari bibir sensualnya. Luka di dadanya sudah sembuh tak berbekas karena kemampuan healing yang dimilikinya. Busananya yang robek menjadi serpihan juga sudah diganti dengan busana baru berkat sihir yang dimilikinya. Masih dengan model yang sama, gaun dengan belahan rendah di bagian dada dan belahan tinggi di bagian bawah yang memperlihatkan kemulusan kakinya.

"Aku heran kenapa Rafaela bisa memilihmu dalam misi ini!" Lanjut Aurora. "Yang ada malah menyusahkan kami saja!"

Benedetta berdehem, maksudnya untuk memotong ucapan Aurora yang terus mengomel itu.

"Rafaela pasti ada maksud dengan memanggil Ratu Kadita." Katanya. "Tidak mungkin Rafaela mengundang Ratu Kadita dalam misi ini tanpa tujuan. Semua sudah pasti dipikirkannya matang-matang sebelumnya.

"Hanya karena si Ratu Pundak Terbuka itu Mage penguasa air, begitu?" Aurora mendengus.

"Memangnya es mu sanggup untuk mengalahkan api Thamuz?" Benedetta balik bertanya.

Aurora masih tidak bergeming, tatapan tajamnya masih menghunjam Kadita yang menunduk di depannya. "Aku tahu. Api tidak mungkin menang melawan air. Aku juga tahu jika Ratu Pundak Terbuka si penguasa samudra dan air."

"Namun dengan badan selemah ini, aku ragu dia bisa menang menghadapi Thamuz yang berbadan besar." Aurora melanjutkan kata-kata sinisnya. "Menghadapi prajurit Abyss dan Selena saja sudah kewalahan, apalagi menghadapi Thamuz yang berbadan besar."

MLBB The Story: Menumpas Ledakan Bencana Besar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang