8 - Taman Veritas IV

5 6 0
                                    

Blue melangkahkan kakinya ke lapangan anggrek yang luas. Ribuan anggrek tumbuh dengan subur dan berbagai warna, memancarkan keindahan dan aroma yang menyenangkan. Namun, tugas yang dimiliki Blue membuatnya tak dapat menikmati keindahan itu lebih lanjut.

"Temukan anggrek berkelopak genap dan ganjil." Kata Blue pada dirinya sendiri. Ia langsung memetik bunga anggrek dengan kelopak 4 yang mana jumlahnya genap dan mengantonginya. Karena taman itu didominasi oleh anggrek berkelopak genap. Sekarang mencari anggrek dengan kelopak ganjil, hanyalah perbuatan sia-sia.

Blue mulai berjalan dari satu barisan anggrek ke barisan lainnya, memperhatikan setiap bunga. Tangannya menyentuh kelopak-kelopak halus, menghitung jumlahnya berulang kali. Matahari masih saja di atas membuat Blue semakin jengkel.

Ketika letih menghampiri, Blue terduduk di samping ribuan anggrek. Hampir putus asa, Blue menyadari sekelompok lebah mengitari beberapa Anggrek. Dia teringat bahwa lebah menghampiri beberapa bunga lebih sering dengan pola tertentu. Lebah lebah ini tampaknya tertarik pada anggrek dengan kelopak ganjil karena tertarik pada aroma tertentu dalam hal penyerbukan mereka.

Blue bergegas menuju salah satu kumpulan lebah dan melihat satu anggrek yang dikelilingi banyak lebah. Dia menghitung kelopaknya. "Satu, dua, tiga, empat, lima." Blue menunjuk satu persatu kelopak anggrek tersebut.

"Ganjil, jumlahnya ganjil." Blue dengan gembira ingin memetiknya sebelum menyadari puluhan duri-duri kecil yang menjaga anggrek tersebut.

"Sebaiknya kau jangan memetik Humao." suara kecil terdengar menyahut entah darimana

Blue mengernyitkan dahinya menoleh kesana kemari mencari sumber suaranya. Tak menemukan darimana asal suaranya, ia mengarahkan tangannya ke anggrek tadi hendak memetiknya.

"Sudah kubilang, jangan!"
"Kami ini beracun, jadi pikirkanlah lagi." Suara lain menambahkan entah darimana.

Blue menyipitkan matanya seolah olah tau darimana asalnya.
"Duri duri ini sepertinya yang bicara padaku." Blue bergumam pada dirinya sendiri.

"Benar, benar, benar, benar, benar, benar, benar, benar, benar, benar, benar, benar, benar."
Duri duri itu saling menyahuti satu sama lain dengan suara kecil mereka yang lebih mirip seperti anak-anak.

"Aku pasti akan berteriak kalau di dunia nyata, tapi ini tempat terkutuk! Jadi tidak heran." Blue menyesali dirinya sendiri. "Lagian sejak kapan Anggrek punya duri?"

"Humao adalah anggrek yang spesial! Spesial itu artinya beda dengan yang lain. Dia memiliki kelopak ganjil" Salah satu duri menjawab.

"Ya, ya, aku tau artinya spesial dasar benda kecil tak berguna." Blue menundukkan kepalanya lebih dekat ke bunga tersebut. "Bagaimana cara aku memetik Tuan putri ratu spesial Humao ini?" Cemooh Blue.

"Kau tidak akan bisa! Lagian kami para duri mempunyai racun di ujung diri kami."
"Kami akan selalu melindungi Humao yang sedang tertidur ini." Salah satu duri menambahkan.

"Aku tidak ada waktu untuk permainan kalian ini, biarkan aku mengambilnya. Aku ingin keluar dari tempat ini." Blue memohon dengan kedua tangannya menyatu dengan yang lainnya.

"Lagian kalau kau keluar, apa yang akan kau lakukan? Kau sudah mati setidaknya sekarat di kehidupan asalmu. Hidupmu tak lebih berharga dari Humao." Salah satu duri menjawab dengan tegas.

"Terserah kalian saja." Blue langsung mendekatkan tangan kanannya ke ranting tempat bunga kelopak ganjil itu berada.

Sesaat blue hendak memetiknya para duri tadi berteriak.
"Serang, serang, serang, serang, serang, serang, serang, serang, serang, serang, serang."

Duri duri itu mulai memanjang dua kali lipat dari ukuran awalnya, beberapa menembus tangan kanan Blue yang hendak memetik bunga itu. Tak mau kalah Blue memaksakan hendak memetiknya.
"Hidupmu menyedihkan!" Duri duri itu meneriaki Blue.

"Tau apa kalian tentang hidup? Kalian hanya tergantung disini sepanjang umur menjaga hal yang bahkan tidak peduli pada kalian." Blue memusatkan tenaganya pada tangan kanan, darah bercucuran, perih semakin terasa di tangan kanannya. Sampai akhirnya mencapai ranting tempat bunga itu hidup dan mematahkannya dengan keras. Lalu menarik tangannya dari puluhan duri yang menembus kulit tangannya.

"Ahhhh, dasar bajingan bajingan kecil." Blue memegangi tangan kanannya, melihat lukanya, keseluruhan lengan kanannya terasa mati rasa. Ia meraih ujung baju yang sedang dipakai dan menggigitnya lalu mengikatkan potongan baju itu pada tangan kanannya. Warna baju yang awalnya putih langsung berubah menjadi merah menandakan darah yang masih keluar.

Dia mencoba menggerakkan tangan kanannya, tapi tak bisa. Tak terasa apa apa, mungkin itu yang para duri itu bilang racun.

Pikirnya ia harus bergegas mungkin saja racun itu bisa menyebar pada dirinya. Blue segera mengambil bunga yang bernama Humao itu, tapi kali ini tak ada suara suara kecil yang meneriakinya. Mungkin mereka ikut mati bersamaan dengan Humao. Karena itulah mereka takut Humao mati. "Bajingan kecil tak tahu diri!" Blue mengumpat masih tak terima dengan tangan kanannya.

Hanya tersisa satu bunga, dan dia sudah kehabisan tenaganya, dengan tangan kanan terbalut entah dia bisa keluar atau tidak.

Blue pergi ke arah timur sesuai arahan kupu-kupu, untuk mencari bunga terakhirnya.

Blue pergi ke arah timur sesuai arahan kupu-kupu, untuk mencari bunga terakhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Train of Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang