12 - Muncul Tikus Kecil

162 18 2
                                    

Happy Reading 🧸
.
.
.
.

Hari ini El sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Yaa, kondisinya sudah membaik, luka di kakinya sudah kering. Bagaimana tidak, ia sudah menghabiskan satu bulan penuh berada di ruang putih penuh bau obat ini. Lama bukan, karena penyakit hemofilianya yang membuat lukanya tidak cepat kering, dan pastinya papanya itu tidak akan mengizinkannya pulang sampai benar-benar sembuh.

Hasil rontgen pun mengatakan bahwa jantungnya mengalami sedikit penyumbatan akibat hantaman di bagian dadanya. Dan setelah luka di kakinya sembuh maka ia perlu melakukan terapi berenang. Yaa, dengan itu akan membantunya mengatasi nyeri pada jantungnya. Jadi di rumah nanti setidaknya El harus berenang seminggu dua kali.

Jangan berpikir Dhirendra terlalu lembek kepada putranya. Ia juga akan menghukum El agar anaknya itu jera dan tidak melakukan hal-hal yang ia larang. Jelas hukumannya bukan berkaitan dengan fisik, karena itu tidak akan terjadi. Ia akan membuat anaknya mengerti bahwa perintahnya itu mutlak. Yaa, keputusan mengizinkannya sekolah merupakan kesalahan dirinya. Anaknya itu tidak akan ia biarkan ada luka sedikitpun di tubuhnya.

"Pa, besok El sudah boleh sekolah kan?"

Dhirendra mengangkat El untuk didudukkan di kursi roda, sambil menjawab "Tidak, kau belum sembuh benar. Ingat kau harus terapi berenang dulu".

"Sabar yaa sayang, turuti perintah papamu okee", sahut Calista sambil mengusap surai lebat milik putranya.

Sesampainya di mansion, Dhirendra yang hendak membawa putranya menuju kamar, dikagetkan dengan panggilan telepon asistennya. Yaa selama El di rumah sakit, ia pun tidak ke kantor, hanya sesekali saja. Dan pekerjaan kantornya ia serahkan ke asistennya.

Yaa, saat ini Dhirendra harus ke kantornya. Ada sedikit masalah di kantornya. Setelah panggilan dari asistennya ia langsung disambut dengan perkataan anaknya.

"Pa, El bisa ke kamar sendiri. Lagian kaki El sudah sembuh pa. El tidak perlu memakai kursi roda lagi"

Dhirendra melirik kaki anaknya. Ia ragu walau dokter pun sudah mengatakan bahwa kaki anaknya sudah baik-baik saja.

"Benarkah? Perlihatkan pada papa. Cobalah berjalan", Dhirendra mengucapkan itu, karena sebelum ia kembali ke kantor dan mengatasi tikus kecil itu, ia harus memastikan anaknya ini memang benar sudah bisa ia tinggal atau belum.

El pun langsung berdiri dari kursi rodanya dengan perlahan. Dan itu tak luput dari pandangan papanya. Selama 1 bulan penuh ia tidak diizinkan menggunakan kedua kakinya. Entah, ia pun sedikit ragu dengan kemampuan kakinya ini.

Satu langkah aman, dua langkah, oke.
Senyum bahagia ia perlihatkan di wajahnya dan disambit juga dengan senyum hangat papanya. Seakan beban ke depan terasa hilang di pundak Dhirendra karena melihat senyum merekah anaknya.

"El sudah tidak perlu kursi roda pa"

Dhirendra berjalan menjauh kemudian berbalik menghadap putranya. Sekitar 5 langkah dari tempat El berdiri sekarang.

"El kemarilah, tunjukkan lagi pada papa" Dhirendra belum merasa cukup dengan dua langkah kecil itu. Ia sedikit melupakan masalah kantornya. Karena saat ini fokusnya mengajari anaknya berjalan seperti saat El berumur 1 tahun lalu. Padahal anaknya sekarang berumur 15 tahun, dan dokterpun bilang kakinya tidak apa-apa.

Tapi El pun menuruti perintah papanya, dan sedari tadi hal itu disaksikan oleh Calista. Yaa ia berdiri tak jauh dari pasangan ayah dan anak itu. Ia merasa hangat akan tindakan suaminya yang turun tangan langsung mengajari anaknya kembali berjalan.

Dan hap sampailah El ke pelukan papanya. Yaa, ia berhasil belajar berjalan kembali. Tidak ada drama jatuh yang terjadi, dan itu membuat Dhirendra lega meninggalkan anaknya. Tawa merdu anaknya terdengar bagaikan nada yang candu baginya. Dalam rengkuhannya ia tangkup wajah anaknya, ia tatap dengan penuh sayang dan ia kecup jidat anaknya. Walau ia memanjakan anaknya dengan segala keinginan yang aman menurutnya, tapi ia masih merasa bersalah karena tidak bisa memberi kebebasan kepada anaknya bahkan untuk statusnya di publik saja harus ia sembunyikan.

.
.
.

Saat ini ia harus pergi ke kantor. Masalah tikus itu harus segera ia atasi. Dhirendra pun pamit dan meninggalkan anak dan istrinya.

Untuk Edo, ia masih dipertahankan berada di mansion, dan masih ia izinkan untuk menjaga anaknya. Mengapa Edo diberi kesempatan kedua? Alasannya karena ayah dari Edo telah menyelamatkan ayahnya dari serangan musuh bisnisnya. Dahulu ayahnya punya bisnis kotor, yaa ayahnya seorang mafia. Dan ayahnya Edo menjadi tangan kanan dari ayahnya. Ia hanya perlu membalas budi, pikirnya.

Setelah kekuasaan ayahnya selesai, kelompok mafia milik ayahnya tidak dipegang oleh Dhirendra, melainkan oleh sahabat ayahnya. Dhirendra hanya ingin mencegah banyaknya musuh yang ingin menyerang anaknya. Tanpa bisnis kotor pun ia sudah banyak memiliki musuh dari bisnis yang sudah ia bangun dengan sukses.

Sesampainya di kantor, suasana menjadi sangat tegang. Yaa dia kecolongan karena menandatangani kontrak yang merugikan. Saat itu pikirannya masih kalut tentang anaknya. Keuangan perusahaan pun butuh investor, dan ia dengan tergesa-gesa menyetujui kerjasamanya.

Kerugiannya memang tidak terlalu besar. Tapi bagi Dhirendra ini tidak bisa dibiarkan. Ia tidak akan memberikan celah sedikitpun bagi orang-orang yang berniat bermain-main dengannya.

Investor itu dari negeri seberang. Yaa, investor dari Singapura yang bermain-main dengannya.

"De-mon" ucapnya dengan senyum smirk.

.
.
.

Saat di rumah sakit waktu itu, Tama sempat melihat kehangatan El dan kedua orang tuanya. Hal itu membuatnya semakin ingin menyingkirkan El. Keinginannya menjadi bagian keluarga Feroz bukan sekedar rasa iri, tapi timbul obsesi di dalam dirinya. Dia merasa hanya dirinya yang pantas menyandang status anak semata wayang Keluarga Feroz. Keluarga yang berpengaruh di negeranya ini.

Saat itu, ia hendak mencari celah saat El ditinggal sendiri di ruang rawatnya. Namun sialnya tidak ada celah untuknya bertindak. Yaa, El tidak pernah sendiri. Dhirendra ataupun Calista selalu ada disisinya. Seminggu lebih ia pantau, hasilnya tetap seperti itu, sampai akhirnya ia merasa jenuh dan menyerah. Ia memilih jalan lain untuk menyingkirkan El. Entahlah, tunggu saja aksi Tama selanjutnya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Untuk aksi Tama akan melibatkan orang lain. Tunggu yaa..

Oh yaa buat karakter El emang sengaja tidak aku buat kaya bayi. Hanya El dengan tingkahnya yang selalu ingin mencoba hal baru yang menurutnya menyenangkan, tapi masih ada sedikit kepolosan di dirinya. Ada sikap sopan juga sama yang lebih tua, walau jiwa pembangkangnya juga suka muncul. Hehee

Aku pingin menonjolkan sosok ayah yang menyayangi dan melindungi anaknya. Baginya keselamatan anaknya menjadi nomer satu, dan kebahagiaan anaknya menjadi prioritas. Sosok yang tangguh, yang selalu menjadi garda terdepan bagi keluarganya. Hehee

.
.

Udah yaa segitu dulu, see you

Yang baca ceritanya, minta tolong di vote yaa. Makasih

Buat komentarnya juga boleh banget diisi. Hehee

See you



ELVIRO [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang