15 - Panik

195 19 10
                                    

Sekembalinya anak buah Demon dari penyelidikan tadi siang, Demon dengan gagah perkasa langsung memberikan titah lagi ke anak buahnya.

Dia tidak mau memberikan pujian terlebih dahulu kepada mereka, sebelum benar-benar mendapatkan anak Dhirendra. Bocah yang disembunyikan ini entah mengapa membuatnya penasaran. Ia yakin kali ini sasaran balas dendamnya akan langsung melukai relung hati Dhirendra. Ia sudah menantikan untuk ini dan sudah banyak waktu ia korbankan.

9 tahun setelah kejadian dimana adiknya dibunuh ini tidak bisa ia terima. Sempat 4 tahun ia depresi berat sehingga ia harus menjalani perawatan dan mendekam di RSJ dan 5 tahun terakhir ia gunakan untuk mendirikan usahanya di Singapura. Sementara perusahaan di Indonesia ini milik mendiang adiknya yang sudah ditinggalkan dan terbengkalai yang kemudian diambil alih olehnya 3 tahun terakhir saat dirasa keuangannya cukup. Ia fokus menjalankan 2 perusahaan sekaligus agar bisa melawan Dhirendra, orang yang sudah membunuh adiknya.

"Culik anak itu dan bawa ke ruang bawah tanah!!! Saya tidak menerima kegagalan, mengerti??!!"

"Baik tuan"

.

.

Di mansion, El merasa kesepian. Ia turun ke lantai 1 untuk mencari mamanya, apakah sudah pulang atau belum.

"Tuan muda, apa ada yang bisa saya bantu?", tanya seorang maid.

"Mama belum pulang ya bi?" Dengan suara parau karena tertidur, dan jangan lupakan mata sembabnya karena menangis semalaman. El berjalan ke arah meja makan.

"Belum tuan muda. Apakah tuan muda ingin makan terlebih dahulu? Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas, pas sekali sup ayam brokolinya sudah siap makan tuan muda"

"Nanti saja, nunggu mama. Aku mau ngajak mama ke kantor papa sekalian mau makan disana saja"

Kemudian El duduk di ruang keluarga dan berniat menghubungi mamanya.

"Telpon ajalah, biar cepet".

Saat telepon tersambung namun tiba-tiba...

"Hal- "

"Kenapa El, mama ini lagi di kafe depan sekolahmu. Kau ada perlu apa?"

"Mama gak makan di rumah?"

"Ngga, kenyang dong kalau mama harus makan di rumah lagi. Ini aja mama lagi makan nih. Kenapa?

'Bentar yaa, ini anak saya telepon dulu. Kamu lanjut makan aja' ucapnya sambil berbisik seakan orang diseberang telepon tidak bisa mendengar pembicaraan yang terakhir. Memang benar di tengah kegiatan makan antara Tama dan dirinya, Calista sempat diganggu oleh bunyi dering telepon miliknya.

"Oh ngga. Ya udah ma, aku tutup teleponnya yaa". Dalam bayangannya saat ini mamanya sedang menghabiskan waktu siangnya dengan makan bersama seseorang dan tidak menanyakan ia sudah makan atau belum. Se-abai itu sekarang mamanya, pikirnya.

"Apa mama marah yaa perihal semalam terus jadi cuek gini?", gumam El sendiri

Entah siapa, namun jika teman mamanya, mengapa kafe di depan sekolahnya. Biasanya mamanya suka kumpul bareng teman-temannya di kafe langganan meraka. Tapi ini...

Tak terasa air matanya pun jatuh tak bisa terelakkan lagi. Rencananya pupus untuk makan bareng mama papanya. Ia hanya ingin meminta maaf karena semalam sudah marah-marah. Ingin ke kantor papanya sendiri tapi masih malu, lagi pula tidak ada yang mengenal dirinya di kantor itu.

"Huhh, rasanya sesak banget" dengan sendirinya ia hapus air mata di pipinya seraya menghembuskan nafas panjangnya.

Ia putuskan untuk kembali ke kamar, dan akan lanjut tidur saja. Karena ia bangun pun tidak ada orang tuanya. Masalah makan ia melupakan itu, entah perutnya sudah tidak lapar sekarang.

Waktu menunjukkan pukul setengah tiga sore. El pun masih betah memejamkan matanya di atas kasur empuk miliknya.

Calista nampak baru sampai di mansion setelah ia menghabiskan waktunya bersama Tama. Yaa, ia putuskan setelah makan siang tadi untuk menjenguk ibu Tama dan membawanya ke rumah sakit serta mengurus segala keperluan dan biaya administrasinya.

"Bi, El dimana?"

"Tuan muda ada di kamarnya nyonya. Tuan muda juga belum makan siang dari tadi. Pintu kamarnya di kunci dan tidak menyahut saat dipanggil"

"Edo kemana? Ia punya akses masuk ke kamar El". Edo sendiri memang tahu password kamar El, karena ia ditugaskan untuk menjaga El.

"Dia ada di depan kamar tuan muda dan ia juga tidak bisa masuk karena passwordnya sudah diubah oleh tuan muda nyonya"

"APA???!! El bisa tidak jangan buat mama pusing. Kenapa kau banyak bertingkah!!"

Setelahnya Calista naik ke lantai tiga menuju kamar El menggunakan lift.

Saat di depan kamar El, Calista sudah berjalan dengan gurat amarah di wajahnya.

"Mengapa kau tidak memberi tahuku lebih cepat Edo?!! El melewatkan jam makan siangnya bukan?"

"Mohon maaf nyonya, saya sudah menelpon nyonya beberapa kali. Namun nyonya tidak bisa dihubungi.

Calista langsung mengecek HP nya. Pantas saja ternyata sedari tadi HP nya mati.

"Lalu, apa papanya sudah kau beri tahu?"

"Sudah nyonya. Tuan saat ini tidak bisa pulang cepat, karena ada rapat penting mengenai pertandingan basket yang akan dilaksanakan besok dimana klub basket Feroz yang akan menjadi tuan rumahnya. Tuan akan pulang malam nanti"

"Duh bagaimana ini? Cek cctv mungkin bisa kelihatan password barunya"

"Sudah nyonya. Dan tetap tidak bisa. Mau masuk melalui pintu lain pun tidak bisa. Kamar tuan muda tidak memiliki balkon". Ini karena mansionnya didesain kaya rumah Raffi Ahmad yang gak punya balkon, tapi dikatakan mansion karena 2 kali lebih besar dari rumah milik Raffi Ahmad.

"Panggil teknisi kesini, cepat!! Kau terlalu lambat Edo untuk jadi pengawal anak saya"

"Mohon maafkan saya nyonya. Saya tidak terpikir ke arah sana"

.
.
.

Setelahnya teknisi pun datang, dan membutuhkan waktu 1 jam untuk dapat membuka pintu kamar El.

Calista geram dengan Edo. Mencari teknisi yang paham akan password pintu saja tidak becus. Ia harus ngomong ke Dhirendra agar Edo diganti yang lain saja. Bikin jengkel.

Tepat pukul setengah 5, kamar El sudah bisa dibuka.

"El, hei bangun. Makan dulu yuk", ucap Calista sambil menepuk-nepuk pelan pipi halus El.

"Lho panas sekali badanmu. Edo!!! Panggilkan dokter kesini, CEPATT!!!

"SAYANG, HEI BANGUN NAK. Mama pergi terlalu lama hmm? Kamu marah sayang?

TOLONG JANGAN SEPERTI INI. MAMA KHAWATIR EL", Guncangan tubuh El tak henti-hentinya ia berikan. Ia panik, segala macam pertolongan pertama yang ia tahu ia lakukan. Mulai dari meninggikan kaki El agar posisinya tidak sejajar kepala, melonggarkan ikat pinggang, dan memberikan aroma minyak terapi ke dekat hidung El agar anaknya bisa segera sadar.

Keadaannya kacau, air mata dimana-mana, rambut berantakan dan gumaman nama anaknya terus saja ia sebutkan. Lalu, Tiba-tiba El kejang-kejang.

"TIDAK, EL!! BERTAHANLAH JANGAN SEPERTI INI! HIKS, MAAFKAN MAMA SAYANG. EL BANGUN!!!"

"EDOOO!!!!! MANA DOKTERNYA???!! ARRKKH, DALAM 1 MENIT DOKTER ITU BELUM KESINI, SAYA PECAT KAMU!!"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Double up yaa, semoga suka!!

Jangan lupa tinggalin jejak dengan vote dan komen 🤗

Greget gak sii sama Edo, lemot gitu kerjanya. Hehee

Calista disini kelihatan sayang ke El kan guys. Gak aku buat jahat kan mamanya El✌️

Bisa diatur, yukk coba komennya mau gimana, wkwk

Okee segitu dulu yaa

See you...

ELVIRO [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang