13 - Homeschooling

218 20 8
                                    

Happy Reading🧸

.
.
.

Di kantor Dhirendra disibukkan dengan banyak berkas. Dia harus menyelesaikan masalah investasi bodong ini. Hmm, dia merasa malu pada dirinya sendiri karena sudah lengah membiarkan Demon, lawan bisnisnya mengambil alih proyek perumahan yang cukup menjanjikan itu. Namun ia sedikit lega, karena proyek yang diambil oleh Demon tidak mencakup semuanya, hanya 1/3 nya saja dan itu pun di daerah yang kurang begitu strategis. Lokasinya masih merangkak menjadi kawasan industri, sehingga udaranya terasa kotor dengan banyaknya polusi dan juga hawa panas yang ditimbulkan dari penebangan pohon dan pembangunan gedung-gedung industri baru. Karena itu pula masih sedikit penghuni yang minat tinggal disana. Sementara 2/3 bagiannya lagi terletak di pinggir kota dengan lingkungan yang masih asri dan memiliki akses mudah kemana saja. Ada akses jalan tol, mall, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya yang maksimal hanya sekitar 30 menit dari lokasi perumahan itu.

.
.

Di lain tempat dengan pencahayaan yang minim, se sosok lelaki matang duduk di kursi kebesarannya. Tampak jelas guratan amarah dan rasa kecewa tercetak jelas di wajahnya yang garang dengan rambut yang dibiarkan tumbuh rapi di sekitar wajahnya.

"KEBERUNTUNGAN MACAM APA INI??? KAU ANGGAP INI SEBUAH KEBERHASILAN HAH??!!", nada tinggi tak mampu lagi di pendam oleh sosok lelaki matang tersebut. Yaa, dia adalah Demon, lawan bisnis Dhirendra. Sejak kasus yang terjadi di masa lalu, ia selalu mencoba mencari celah dari Dhirendra untuk membalaskan dendamnya. Namun, lagi-lagi hanya nasib sial yang ia dapatkan. Berulang kali ia ingin menghancurkan bisnis Dhirendra, karena ia tahu lelaki penggila kerja itu akan sangat menderita apabila bisnisnya hancur. Sehingga ia berusaha dengan keras selama beberapa tahun terakhir ini untuk menggagalkan proyek yang Dhirendra kerjakan.

Asisten yang mendengar pertanyaan tuannya itu dibuat terkejut. Bagaimana tidak, barang-barang di meja kerja tuannya pun ikut terkena amukan. Yaa, amukan lebih tepat menggambarkan situasi saat ini yang dialami oleh tuannya.

"Maaf kan saya tuan. Untuk mendapatkan 1/3 bagian proyek itu juga butuh waktu yang tepat. Saat itu tuan Dhirendra sedang kacau pikirannya karena anaknya yang terbaring di rumah sakit. Sehingga ia dengan gegabah menyetujui kerjasama dari kita. Tapi saya kurang teliti, kalau kerjasama itu hanya sebagian kecil dari proyek yang ia kerjakan tuan. Sekali lagi maafkan saya". Asisten itu mengucapkan itu semua dengan badan yang membungkuk takut. Ia merasa sudah tidak punya kesempatan hidup. Karena menurut cerita dari rekan kerja di perusahaan tersebut, setiap kali kemarahan atau kegagalan yang terjadi maka asisten pun ikut berganti. Dan asisten lama tidak pernah terlihat lagi setelahnya. Hiihhh,, bulu kuduk ikut merinding saat mengingat cerita itu.

Mendengar penjelasan asistennya. Senyum smirk pun terbit di wajahnya. "Oh yaa, bagaimana aku bisa lupa kalau Dhirendra memiliki anak? Mengapa aku begitu bodoh?"

Demon bertanya pada dirinya sendiri. Tidak, dia tidak berbisik tidak juga mengucapkan dengan lantang. Hanya saja perkataannya masih didengar oleh asisten dan bodyguard yang ada di ruangan kerjanya.

Raut wajahnya kembali datar, "Cepat selidiki anak Dhirendra, bawa semua data sekaligus fotonya!"

"Lihat saja, kali ini kau akan bertekuk lutut di hadapanku. Demon tolong lepaskan anakku, jangan sakiti dia. Bunuh saja aku, jangan putraku", ucapnya dalam hati dengan berbagai pikiran yang membuat senyum kembali menghiasi wajah suramnya.

Asisten yang mendengar perintah tuannya pun segera pergi melaksanakan perintahnya.

.
.
.

ELVIRO [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang