"Pokoknya Lana mau permen yang tadi!. Ayah~ ayo beliin Lana permenn yang ada di toko tadi, ayo ayah~." Lana atau sering dikenal dengan Maellana, merengek meminta permen kepada sang ayah sedari tadi."Lana, Ayah kan sudah bilang nak. Kamu teh lagi sakit gigi, emang gak nyeri kalo makan permen?." Lana hanya menggeleng, masih saja menarik narik lengan sang Ayah sambil merengek meminta permen.
"Yaudah, minta sama Hekal. Ayah gak punya uang."
"BOHONG! Ih ayahhh, kalo sama Hekal enggak bakal dibeliin~." Sang Ayah hanya bisa memijat pangkal hidungnya, kenapa anak gadis yang satu ini susah sekali diatur?
"Yaudah, gausah beli atuh neng. Kamu teh riweh amat." Lana melepas tangannya dari lengan ayahnya, memasang wajah murung dan terlihat jika matanya akan ada buliran buliran air yang jatuh.
"Hiks, Ayah ndak sayang Lana!." nah kan benar saja. Jika begini Ayah akan menghubungi Hekal untuk membujuk anak semata wayangnya itu.
Saat hendak menghubungi kekasih dari anaknya, ia mendengar ada yang membunyikan Bel rumahnya. Ayah segera bangkit dari duduknya, lalu membukakan pintu untuk tamu tak diundang itu.
"Anyonghaseyyaaa." orang itu membungkuk lalu menyalimi tangan Ayah dengan tulus dan halus.
Itu hekal.
"Ehh anak Ayah yang paling ganteng. Tuh pacaramu nangis gara gara gak dibeliin permen, padahal lagi sakit gigi. Urusin gih, Ayah masih ada kerjaan."
"Woke Ayah gantengg, Hekal kekamar anakmu yang cantik itu yaa."
Ayah hanya bisa memberikan gelengan kepala, lalu ia kembali mengurusi pekerjaannya.
Ceklek
Hekal membuka pintu kamar kekasihnya dengan perlahan, terlihat ada segumpalan selimut dikasur dengan manusia lucu didalamnya. Hekal tersenyum lalu menghampiri gumpalan selimut itu.
"Geulis nya aa, kenapa hm?." Hekal duduk di tepi kasur sembari tangannya membuka selimut itu sedikit demi sedikit.
"Hngsk AA! HIKS MAU BELI PERMEN HIKS.." Lana langsung memeluk tubuh itu dengan cepat. Untung saja Hekal dengan sigap menahan tubuh Lana agar mereka berdua tidak terjatuh.
"Sini pangku sama aa. Sstt udah dong cantik nangis nya, liat tuh hidungnya udah merah." Hekal memindahkan Lana ke pangkuannya, lalu ia mengusap pipi tembam itu untuk menghapus airmata yang jatuh, setelah itu Hekal mencium dua pelipis Lana dengan sayang.
"Udah ya cantik, coba sekarang cerita ke aa. Kenapa nangis hum? Sayangnya Ekal, hey?." Lana malah menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang dominan, ia mengusak hidungnya di dada lelaki yang berstatus pacarnya itu.
Lana akhirnya mendongak menatap Hekal dengan mata sembabnya, sambil terus melengkungkan bibirnya kebawah. Itu membuat Hekal gemas.
"Eumm.. Aa, Lana mau b-beli permen. Bole?." Hekal mencubit gemas hidung kekasih cantiknya, membuat Lana merengek.
"Boleh, tapi ada syaratnya." Lana tersenyum bahagia, lalu mengangguk antusias
"Apa? Apa syaratnya, aa?." ia menarik narik baju Hekal dan menatap Hekal dengan antusias.
"Lana harus janji, kalo giginya sakit lagi, harus kedokter dan cabut gigi. Oke gak?." Hekal dapat melihat perubahan raut wajah Lana, yang tadinya antusias menjadi murung kembali.
"Nda. Nda mau huwaaaa." Lana kembali menangis, Hekal hanya tertawa melihat itu. Ia tahu Lana akan menjadi lemah jika menyangkut tentang dokter gigi.
"Loh tadi katanya minta syaratnya apa kan?, ya itu syaratnya."
"HIKS! AA NDAK SAYANG LANA!." Lana semakin menjadi jadi, tangisannya sungguh keras. Tetapi untung teredam di dada bidang Hekal, ia terus memeluk Lana dengan sayang. Hingga Lana tertidur, mungkin akibat kelamaan menangis.