Matahari berada tepat di atas kepalanya, ia berjalan gontai menuju pintu pagar berwarna putih coklat di depan nya. Adel berdiri diam, menatap dan sedikit mengintip dari celah ukiran pagar.
Hari selasa hari ini bisa ia bilang adalah hari sial nya. Ketika datang ke sekolah, ia melupakan pekerjaan rumah yang seminggu yang lalu di beri oleh guru matematika, sehingga ketika bel masuk dan guru mengajar sudah berada di kelas nya, ia di persilahkan untuk berdiri di depan papan tulis juga mendapat hukuman membersihkan kamar mandi sekolah nya. Dua jam pelajaran Matematika itu berlangsung, ia sangat tersiksa dengan hukuman yang berjalan. Dan setelah jam pelajaran itu berakhir ia bisa menghela nafas lega.
Namun, ternyata kesialan nya tak sampai disana saja. Pelajaran matematika berganti dengan pelajaran Bahasa Indonesia, sial nya, karena kemarin ia bolos, ia jadi tak tahu bahwa hari ini ada ulangan harian. Sehingga ia hanya bisa melongo bego tak tahu apa yang ingin ia isi pada lembar jawaban nya, dan alhasil lembar jawaban itu hanya ia tulis dengan soal yang di ulang.
Adel cukup sabar dengan apa yang terjadi hari ini, ia pulang dengan motor matic nya, memacu dengan kecepatan yang santai. Saking santai nya ia sampai tak sadar bahwa polisi sudah ancang-ancang memberhentikan kendaraan nya. Lalu apa yang terjadi?
Ya, seratus ribu melayang karena tak memakai helm nya.
Beberapa saat yang lalu ia baru saja sampai di rumah, membuka pakaian sekolah nya dan menceritakan semua kesialan nya hari ini pada Oniel. Untung nya Oniel adalah Bapak yang sangat perhatian dengan anak nya, ia mengatakan bahwa akan mengganti uang saku Adel yang sudah di tangan polisi itu dengan syarat, Adel harus mengantarkan kardus paket tetangga depan rumah.
Dan disini lah Adel berada, masih celingak-celinguk tanpa berniat untuk mengucap salam atau sekedar memencet bel di pagar ini. Ia masih berdiri diam, sedari tadi tak henti mengintip pada celah ukiran pagar. Hampir lima menit lama nya ia berdiri diam disana, akhirnya tanda-tanda kemunculan manusia dari dalam pagar itu pun tampak dalam penglihatan nya. Bisa ia lihat ada seorang wanita yang mungkin sepantaran dengan nya tengah membuang bungkus ice cream di kotak sampah, dia adalah Kathrina. Lantas Adel langsung mendekatkan bibir nya pada celah pagar.
"Sssttt... Sssttt... Heii, cantik." Adel berbisik dari celah pagar, ia kemudian memundurkan tubuh nya ketika ia lihat pemilik rumah sudah ancang-ancang membuka pagar.
"Mau maling, ya?" Kata nya to the point.
Adel menggeleng cepat."Bukan."
"Salam dulu lah minimal, bisik-bisik kayak maling aja." Kathrina melipat tangan nya di dada.
"Emang nya, maling bisik-bisik? Lagian saya nih panas dari tadi nungguin disini, ucap salam buang-buang tenaga aja."
Kathrina melotot tajam."Bisa-bisa nya." Dia menatap Adel dari bawah hingga ke atas, dengan tatapan yang... Seperti orang menatap kotoran, menatap jijik lebih tepat nya."Mau apa?"
Merasa di tatap tidak wajar seperti itu, Adel memeriksa pakaian yang ia pakai, juga samar-samar mencium aroma ketiak nya. Agak nya tidak ada yang salah ia rasa, pakaian nya juga tidak seperti orang gila, lantas mengapa orang didepan nya ini menatap nya seperti Adel adalah orang paling menjijikkan. Ia tentu nya agak tersinggung dengan hal itu.
Berusaha untuk melupakan sifat tak baik dari orang di depan nya ini, ia mengalihkan pandangan nya pada kardus paket yang ia jinjing dengan tangan kanan nya, kemudian mengasongkan kardus tersebut ke depan wajah kathrina."Ambil, buat lo."
"A-apa ini? Entar teror, enggak mau ah." Kathrina hanya menatap kardus di depan nya, lumayan besar untuk ukuran kotak sepatu yang biasa ia lihat, tapi cukup wajar untuk ukuran kotak elektronik seperti oven.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Usaha-kan Keluarga Harmonis Itu
Fanfiction"Neng, Janda?" "Kurang ajar, maksud nya apa?!"