Menjelang pasar malam yang akan di adakan nanti malam, sedari pagi Oniel tak diam dirumah, kemana-mana mengurusi segala nya. Apalagi siang nanti mereka akan mengadakan masak bersama dirumah Gito, lantas di pagi menjelang siang ini Oniel kembali pulang kerumah nya sebelum siang betul-betul menempatkan posisi nya dan ia harus kembali kerumah Gito untuk mengurus apapun yang akan di laksanakan disana.
Dia melepas kacamata nya kemudian menarik tissue dimeja makan lalu di usapkan ke area kepala hingga leher nya. Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang melelahkan untuk Oniel, pinggang nya terasa ingin patah karena tak mendapat duduk yang lama, lantas yang selanjutnya ia lakukan setelah melepas kacamata nya adalah duduk di sofa dengan kaki yang selonjoran.
Perbincangan dia dengan Indah pada dua hari yang lalu masih selalu terlintas di pikiran nya. Oniel masih menimang pilihan nya pada wanita itu, ia sungguh bingung dengan dua pilihan yang ia buat sendiri itu. Juga takut jika pada salah satu pilihan nya akan terjadi nya hal-hal yang tidak di inginkan. Sejak hari itu, Oniel bersikeras menahan diri nya untuk tak mengetik sesuatu apalagi mengirimkan pesan nya pada Indah, tidak ada lagi juga telepon yang ia tujukan untuk Indah seperti pada malam-malam biasa nya. Sebetulnya ini bukan lah lagi waktu nya, Jaman nya sudah hilang sejak dua puluh tahun yang lalu. Tapi ingin bagaimana lagi selain mencoba menghindar, daripada ia yang di suruh menghindar lebih dulu.
Dua malam sungguh berbeda, Oniel merasakan kesepian yang teramat sepi, di dukung pula suasana rumah yang mendadak sepi karena anak-anak nya fokus belajar untuk ujian. Dua hari dua malam ia tak nampak batang hidung Indah, karena memang wanita itu jarang keluar rumah jika tidak ada urusan penting, dan Oniel pula biasa nya melihat wajah cantik Indah dari balkon setelah mereka sama-sama mengirim pesan. Jika di pikir, ini juga salah Indah, kalau saja wanita itu tak merespon apapun yang Oniel lakukan, rasa yang semakin besar ini agaknya sudah kian menghilang bukan nya semakin besar dan membuat Oniel menjadi galau.
Pandangan nya tiba-tiba mengedar ketika mendengar tapak kaki besar menuruni anak tangga. Adel dengan postur tubuh bak Hulk itu menyengir kuda, melompat dari dua anak tangga yang terakhir ke lantai dasar membuat Oniel melotot tajam.
"Eh Bapak ku udah pulang, tumben." Adel berdiri di samping tangga, tepat di depan Oniel saat ini sedang duduk. Anak itu meraih kunci motor yang menggantung bersama kunci-kunci lain di samping tangga.
"Mau kemana, kamu?" Tanya Oniel karena melihat Adel yang sudah sangat rapih, di tambah harum wangi yang menyebar dari tubuh nya.
"Main, biasa lah anak muda." Dia menyengir melihat wajah malas dari Oniel, kemudian menadahkan tangan nya."Bagi duit dong..."
"Pijit dulu dek, pinggang Bapak." Oniel mulai merebahkan tubuh nya di sofa panjang itu.
"Dua ratus, tapi."
"Dikira Bapak nya ini nyetak duit kali, enak banget ngomong nya." Oniel mendengus kesal."Yowes lah, awas aja kalau cuma sebentar. Bapak sakit banget pinggang nya, belum lagi nanti jam satu orang-orang mulai masak."
Adel sepertinya tak mendengarkan ucapan Bapak nya itu, ia sibuk menatap ponsel nya karena notifikasi yang beruntun. Adel menekan mic yang berada di samping kanan keyboard WhatsApp, kemudian mendekatkan ponsel nya pada bibir.
"Ges bentar yak, mijit bapak gue dulu. Mut lo duluan aja, nanti gue sama si ikan nyusul kesana. Si olla juga belom pulang anak nya masih kerkom, pokok nya gue nyusul nanti." Setelah mengirimkan pesan suara pada grup nya, Adel langsung duduk di lantai dan siap memijat pinggang Oniel.
"Mau kemana sih, repot banget." Oniel mulai tengkurap, memposisikan tubuh nya agar nyaman saat mulai di pijat oleh anak bungsunya itu.
"Mau nonton bioskop." Jawab Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Usaha-kan Keluarga Harmonis Itu
Fanfiction"Neng, Janda?" "Kurang ajar, maksud nya apa?!"