05 : Try It

361 45 4
                                    

"Mana ponsel papa? Boleh abang pinjam?"

"Untuk apa? Emang ponsel abang kemana?" Dia bertanya sambil memasang seatbelt. Mereka mau berangkat.

"Gak kemana-mana, abang cuman mau blokir nomor mantan suami papa. Siapa namanya, Ouh iya. Namanya Saint ya?"

"Percuma juga di blokir, paling nanti dia menghubungi papa dengan nomor baru." Perth sudah pernah mencoba hal itu, tapi percuma.

"Kalau begitu papa saja yang ganti nomor." Meen tidak melihat alternatif lain selain ini.

"Ya gak bisa begitu lah nak, itu nomor sudah lama. Sudah banyak juga pelanggan papa yang menghubungi papa dengan nomor itu." Dia menjelaskan pada Meen yang mulai melajukan mobil.

Jawaban Perth yang tampak resah ponselnya di otak atik oleh Meen, membuat Meen semakin penasaran dengan hal yang ada di dalam ponsel Perth. Setelah memeriksa kontak yang ada di dalam ponsel Perth, selanjutnya dia memeriksa galeri yang ada di dalam sana.

"Jadi papa masih menyimpan foto ini," Meen tersenyum kala melihat foto dia dan Perth main di pantai. Tak hanya foto itu, ada banyak foto dia di sana. Jelas foto ketika dia masih kecil, di saat Perth dan mamanya bercerai. Bahkan masih ada video Meen yang lagi mancing, tapi dia malah ikut keramik ketika menarik ikan pancingannya. Galeri ponsel Perth penuh dengan foto sert video tentang Meen. Bahkan foto terbaru sekarang pun masih ada.

"Kalau begitu apa papa masih ingat dengan perkataan abang yang waktu itu?"

"Perkataan yang mana?" Dia mencoba mengingat dan memilah kenangan mana yang Meen bicarakan saat ini.

"Itu, tentang janji suci kita berdua." Cerita Meen terselip senyum harapan nan mendebarkan dan bahagia.

"Janji suci? Emang ada?" Ada banyak hak yang dulu Perth janjikan pada Meen. Seperti bahwa mereka akan pergi mancing lagi jika liburan sekolah telah tiba.

Perth melepas seatbelt nya, menatap Meen yang berhasil menyembunyikan kekecewaannya dengan rapi.

"Janji papa sudah lupa dengan janji itu." Sedih dia tak pernah beranjak manik gelapnya dari Perth.

"Janji apa sih nak?"

Meen menghela nafas panjang, "Padahal papa sudah menerima lamaran abang..." Jelas Meen pada Perth yang kini mulai teringat dengan janji itu.

"Papa, jika abang sudah besar nanti, maukah papa menikah dengan abang?" Pinta Meen kecil pada Omega manis yang duduk jongkok di hadapannya tuk mensejajarkan tinggi tubuh mereka.

"Apakah sekarang abang sedang melamar papa?" Dia pikir ini hanya lamaran mainan seperti cerita keluarga di luar sana.

Meen mengangguk semangat, lantas dia keluarkan cincin yang terbuat dari rumput liar, "Jadi, maukah papa menikah dengan abang?" Ucapnya membuat Perth tersenyum lebar, lucunya putranya.

"Ya. Mulai sekarang, papa tunangan abang sampai abang besar. Kemudian nanti, kita akan menikah jika abang sudah dewasa."

"Janji?"

"Janji." Jawab Perth lantas cincin rumput itu segera terselip pada jemari manisnya.

"Abang cinta papa!" Ungkap Meen senang lalu dia memeluk papanya dengan wajah yang berhias senyum bahagia. Itu kenangan yang menyenangkan, kenangan yang dianggap serius oleh Meen.

"Papa ingat, jadi udahan marahnya, hembn?" Jika dia pergi kerja di saat putranya marah-marah begini, fix hal itu akan membuat dia tidak fokus dengan pekerjaannya.

"Apa buktinya kalau papa memang ingat?" Serius dia penuh harap, dalam tatapan matanya membuat yang dipandang jadi menelan ludah.

"Hembn, itu... Gimana ya, bukankah papa calon pengantin Abang? Perihal itu, bukan?" Dia yakin walaupun ada keraguan di hatinya, mudah-murahan dia tidak salah tebak pikirnya.

Papaku, Kekasihku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang