04 : Am I Wrong?

410 43 6
                                    

Sorry for typo dan kata yang hilang🙏

❄️❄️❄️❄️💦💦💦❄️❄️❄️❄️

"Pa, abang udah mau selesai. Apa perlu abang menunggu papa?" Dia tahu Perth lupa membawa kain handuk. Nanti akan dia jadikan kesempatan itu untuk memeluk tubuh telanjang papanya.

Sungguh, dia tersenyum licik saat ini.

"Gak usah, abang duluan aja." Tolak Perth sebenarnya dia hampir selesai.

"Papa yakin gak mau abang tungguin, hembn?" Meen sudah selesai, keluar dari bathtub dan berjalan mengambil kain handuk yang menggantung di balik pintu.

"Bilang aja kalau abang mau nungguin papa."

"Tuh papa tahu. Jadi papa abang tungguin ya."

"Terserah abang." Capek dia memikirkan alasan tuk menolak Meen yang ada aja maunya agar dimanja.

Begitu Perth selesai mandi, dia ingat kalau dia tidak membawa kain handuk, ini terjadi karena Meen selalu saja mendesaknya tuk mandi bareng. Dia kan jadi lupa tuk bawa kain handuk.

"Abang." Panggil dia pada Meen yang sudah standby menunggu panggilan papanya di depan bilik shower.

"Iya pa." Sahut dia santai sudah memegang kain handuk dari tadi.

"Bisa tolong ambilin papa kain handuk, papa lupa membawanya."

"Tentu. Tunggu sebentar ya pa." Padahal Perth tidak perlu menunggu. "Ini pa." Ucapnya yang berhias senyum licik di wajahnya.

Detik berikutnya Perth menjulurkan tangannya keluar, tapi sayang Meen tidak memberikan kain handuk tersebut melainkan menerobos masuk kedalam.

Gedubrakh, Meen menahan kuat-kuat pintu tersebut sebelum berhasil Perth tutup lagi. "Apa-apaan ini nak?!" Maki Perth sembari menutupi tubuhnya dengan gorden bilik shower. Matanya memerah menahan amarah, bagi dia Meen sudah kelewatan.

"Bukankah tadi papa minta kain handuk, abang cuman mau memberikan kain handuk pada papa." Terang Meen sama sekali tidak merasa bersalah dengan tampang tak berdosa. Tubuh tingginya hanya di tutupi oleh kain handuk yang melingkar di pinggangnya.

"Iya, tapi gak gini juga nak. Ini lancang namanya." Dia waspada pada Meen yang berjalan mendekat, mencoba menarik gorden putih itu dari tubuh Perth.

"Lancang apa sih pa... dimana letak lancangnya? Dulu kita juga sudah sering seperti ini, papa lupa ya?"

"Itu dulu! Ketika kamu masih kecil. Mengertilah, sekarang kamu sudah 18 tahun lebih. Sudah dewasa. Udah gak pantas lagi kita seperti ini! Aku bukan kekasihmu, tapi ayahmu!" Akhirnya Perth memuntahkan seluruh amarahnya yang sudah dia tahan sedari tadi.

Meen berdecak kesal, dulu mungkin dia senang mendengar kalimat bahwa dia itu putra Perth dan Peerh ayahnya. Tapi sekarang tidak lagi, dia benci mendengar kalimat itu. Dia tidak terima. Dia ingin kata anak itu berganti menjadi kata kekasih. Dia menyayangi ayahnya dalam bentuk ikatan romantis bukan ikatan antara ayah dan anak.

"Papa gak asyik, gak bisa diajak bercanda." Gerutu Meen dia rasa belum saatnya dia membantah perkataan Perth yang mengakui dia sebagai anaknya. Tapi suatu hari nanti, jika kalimat itu terus terucap tuk menolaknya, maka kalimat itu akan dia bantah dengan kalimat "Aku bukan anakmu!" Pada kenyataannya mereka memang tidak memiliki ikatan darah.

"Bercanda itu ada batasnya, jangan berlebihan seperti ini."

"Iya, iya... abang minta maaf. Lain kali gak akan abang ulangi lagi." Tanggap dia malas sembari memberikan Perth kain handuk. Rencana pertama gagal, maka dia hanya bisa berharap pada rencana kedua tuk bisa memeluk papanya yang baru selesai mandi.

Papaku, Kekasihku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang