15 : Sandiwara

198 36 6
                                    


Malam ini Perth kembali menunggu putranya di teras, berharap hari ini mereka bisa menyelesaikan masalah agar mereka bisa kembali menghabiskan waktu bersama. Meen, putranya, sudah beberapa hari ini sibuk selalu pulang larut malam. Katanya bikin tugas kuliah, ikut kegiatan klub, ikut kegiatan organisasi dan pergi main. Bisa jadi itu hanya alasan Meen tuk menghindari Perth, dia masih bersandiwara.

Walaupun Perth lelah setelah bekerja di kantor, dia tetap menunggu kepulangan Meen. Wajah lelahnya tergambar jelas. Tadi dia lembur sampai jam 9 malam.

Ini sudah jam 11 malam, tapi Meen belum juga pulang.

Suara mesin motor membuyarkan lamunanku. Tak lama Meen turun dari atas motornya lalu berjalan menuju pintu masuk seolah-olah dia tidak melihat Perth menunggu dia pulang di teras.

Meen melonggarkan dasinya, lemga kemeja hitam itu digulung sebatas siku dan jas gayanya tersampir di tangan kiri. Sepertinya dia habis dari pesta. Saat dia melangkah cepat mendekati pintu masuk, dengan cepat Perth mengambil jas dan tas yang dia bawa.

"Nak, kamu mau makan atau mandi dulu?" Tanya Perth sembari mengikutinya dari belakang.

"Papa gila ya, ini sudah jam satu malam, dan papa malah bertanya hal konyol. Itu otak cuman ganti gaya ya?" Tanggap Meen ketus dan jengah pada papanya.

Perth tercekat, namun segera dia kendalikan dirinya. "Abang darimana, kenapa baru pulang jam segini? Emang besok abang gak kuliah?"

"HAhh!" Meen mendesah kesal, merasa terganggu dengan pertanyaan Perth. "Cerewet banget sih? Aku sudah dewasa jadi berhentilah mengatur hidupku. Aku tahu mana yang baik dan yang gak!"

Perth hanya bisa bersabar, karena ini bukan pertama kalinya Meen bersikap seperti itu. Dia tatap meja makan yang terhidang makanan yang sudah mendingin. Hari ini dia makan malam sendiri lagi. Soalnya Jennie pulang kampung, mamanya sakit.

Perth terus mengikuti Meen walaupun ada kecemasan di dadanya. "Nak," Panggilnya setelah meletakkan jas dan tas Meen di atas meja. sedang membuka kemejanya saat dia masuk.

Meen tidak menyahut seolah dia tidak mendengar panggilan Perth.

"Bagaimana jika hari Jumat nanti kita pergi liburan? Hari Senin juga tanggal merah. Abang kuliah juga hanya sampai hari Kamis... jadi, kita bisa liburan panjang. Kita juga sudah lama tidak jalan-jalan bersama." Ajak Perth sembari membantunya melepas kaitan kancing terakhir. Dia harap, dengan acara liburan tersebut, hubungan mereka bisa sepeti dulu lagi.

Sementara Meen tidak menatapnya padahal dalam hatinya dia gemes dan pengen banget dia mencium pipi papanya.

"Gimana nak, apa kamu..."

"Aku mau istirahat pa. Aku benar-benar capek." Ucap dia minim ekspresi.

"Gak apa-apa jika kita gak bisa pergi liburan, tapi sorenya kita bisa keluar sebentar kan bang?"

"Gak bisa, aku sudah janji sama teman-teman aku pergi main. Pokoknya Jumat sampai Senin itu aku sudah ada acara dengan teman-temanku," Balas Meen dingin lalu beranjak mengambil handuk yang tergantung dekat kamar mandi. Dia mau gosok gigi dan cuci muka sebelum tidur.

"Terus kapan abang ada waktu buat papa?" Imbuh Perth dengan sesak yang tertahan.

Meen berhenti di depan kamar mandi. Dia tidak menoleh sedikit pun padaku.

"Papa ngerti dengan kesibukanmu. Masa-masa kuliah ini memang sangat menyenangkan tuk menjelajahi indahnya dunia. Acara kamu terlalu banyak sehingga kamu kecapekan. Papa bisa ngerti. Tapi sesibuk apapun kamu, please luangkan waktu kamu juga buat papa." Perth juga capek, dia juga sibuk. Namun semenjak Meen tinggal dengannya, sebisa mungkin dia usahakan tuk pulang setiap hari dan menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.

"Selama ini papa tidak banyak menuntut. Papa juga selalu menuruti apa pun yang abang katakan. Papa juga tidak pernah melarang abang untuk menjalankan hobi bersama teman-teman abang walaupun abang sering melarang papa pergi dengan teman-teman papa. Kali ini papa hanya minta waktu abang sedikit, setengah jam juga tidak masalah. Lalu apakah itu salah?" Tambah Perth segenap emosi yang telah terpendam sejak beberapa hari terakhir.

Meen berbalik badan lalu menatap Perth dengan sinis. "Terus mau papa apa?"

"Luangkan waktu abang buat papa. Papa hanya minta sehari dalam seminggu apa itu sulit?"

"Percuma pa... Bukankah papa sendiri yang bilang, papa pengen abang punya pacar! Papa sendiri juga yang bilang, abang tidak boleh begini, begitu dan sebagainya karena kita ayah dan anak. Lalu sekarang papa menuntut abang tuk meluangkan waktu bersama papa, memangnya papa kekasih abang? Gak kan! Please deh pa, jangan gila!" Ucap Meen membuat dada Perth semakin sesak. Bagaimana dia bisa mengatakan hal sekejam itu?

"Jadi mulai sekarang, berhentilah mengatur dan mengusik hidupku. Itu sangat mengangguku!"

"Papa minta maaf jika papa punya salah sama abang. Maaf..." Tanya Perth dengan mata berkaca-kaca. Dia sungguh frustrasi dengan sikap Meen akhir-akhir ini. Dia heran kenapa Meen tidak memikirkan perasaannya sama sekali.

"Papa selalu begini, minta maaf lalu lupa tanpa ada intropeksi diri! Selalu begitu!" Suara keras pintu kamar mandi membuat Perth tersentak. Meen telah menghilang dari hadapannya dan kini hanya gemericik air yang terdengar dari dalam sana.

"Apa hanya aku yang mengharapkan hubungan ini kembali membaik? Kali ini kesalahan apa sih yang telah aku lakukan sampai dia marah?" Lirih Perth dalam hati, dia berjalan ke kamarnya dengan mata yang berembun.

❄️❄️❄️💦💦💦❄️❄️❄️

TBC...

Papaku, Kekasihku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang