Prolog : Noir

201 17 2
                                    

"Apakah kesempatan kedua itu benar-benar ada?"

-Anonim-

"Hari ini hujan lagi?"

Rembesan air melalui atap terdengar nyaring, nyaris membuat telinga Noir ngilu mendengarnya. Gadis yang nyaris berumur dua puluh tahun itu menatap tetesan hujan dengan sorot datar tanpa emosi. Sekelilingnya gelap, hanya ada lampu tidur di atas nakas yang menyala, memberikan penyinaran di kamarnya yang suram.

Sebenarnya masih ada laptop yang menyala, menayangkan sebuah adegan aksi, dimana tiga orang atau mungkin dua bersaudara kini tengah saling menangis di bawah hujan. Lebih tepatnya menangisi kakak mereka yang sudah tiada.

Adegan itu membuat Noir merasa terlempar ke masa lalu, masa dimana ia juga mengalami hal serupa.

Kakak tercintanya, Lunar harus mati akibat ulah manusia brengsek yang menyakiti mental bahkan menghancurkan fisik kakak perempuannya tersebut. Tidak cukup, mereka juga nyaris merenggut harta berharga yang dijaga oleh dirinya sebagai perempuan sampai mati, membuatnya memaksa untuk mengirim para pria bajingan itu ke neraka.

Semua berawal dari hal sepele, ketidak hadiran orangtua disisi mereka.

Noir kadang bingung, manusia bebas menghakimi sesamanya. Yang diatas selalu menghakimi yang dibawah. Mereka kebal hukum, tidak takut dengan karma.

Lantas, siapa yang akan menghukum orang-orang seperti itu?

Mungkin Noir akan menjadi salah satu orang yang mengambil jalan kejam untuk membuat para pendosa itu mendapatkan ganjaran yang pantas. Hidup di dunia yang keras membuat Noir merasa bahwa keadilan cukup mustahil di dapatkan oleh orang-orang 'bawah' sepertinya. Jadi, untuk meraih keadilan, sepertinya dia harus meraihnya sendiri.

Meski dengan cara menjadi pendosa sekalipun.

Setelah cukup lama merenung, Noir lantas mengambil sebuah topeng yang berada di meja dekat laptop, beserta dengan pistol dan tas kecil yang berisi beberapa amunisi peluru dan beberapa jenis racun yang tersimpan dalam botol kecil.

Begitu selesai meraih barang-barang tersebut, Noir kini memakai topeng putih polos tersebut dan segera keluar menuju tempat misi yang akan selesaikan.

•••••••••

CRAK!

Tangan Noir yang lebih kecil dengan lihai mematahkan leher dari seorang pejabat yang menjadi targetnya. Di sekelilingnya juga terdapat banyak mayat-mayat pengawal yang berserakan, lengkap dengan anggota tubuh mereka yang terpencar kemana-mana.

Seorang wanita lain yang menggunakan pakaian agak--terbuka segera mendatangi Noir dan memeluk gemas gadis itu.

"Ulu ulu, seperti biasa. Noir kecil kita ini sangat hebat, aku sangattt tertolong." ucap Wanita itu dengan nada manja, terdengar menggelikan di telinga Noir. Gadis itu memilih diam tidak bereaksi. Tangannya malah bergerak untuk menodongkan moncong pistol pada pria tua yang baru saja lehernya ia patahkan.

DOR!!!

Tembakan itu Noir lepaskan tanpa ekspresi, seolah nyawa pria yang ada di depannya tidak begitu berharga, atau sebenarnya memang tidak berharga?

Entahlah, Noir sudah tidak bisa merasakan apapun.

Wanita berpakaian terbuka atau mungkin kita bisa memanggilnya Selena itu tersenyum manis dan menggandeng tangan Noir.

Incipient : Another World - High and Low Fanfiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang