"Dia adalah sumber kehidupan bagi gue, gue bisa hidup sampai saat ini karena dia, dan gue bakal lindungin dia dengan sepenuh jiwa raga gue... "
~Afan Fadhmanaba
Seorang remaja laki-laki menuruni anak tangga dengan sebelah tangannya yang sibuk membenarkan kancing lengan seragamnya, dengan cepat ia meraih kunci motor yang tergeletak dimeja samping TV.
"Afan!" panggil seorang perempuan paruh baya yang sudah lengkap dengan seragam kantornya, wajahnya yang terlihat kelelahan dengan 2 kantong mata hitam yang sedikit tersamarkan karena polesan make-up nya.
"Kamu nggak sarapan dulu?" tanya Delisa—yang merupakan ibu kandung dari Afan.
"Mamah udah masak nasi goreng kesukaan kamu" perlahan Delisa menyentuh lengan Afan dan berniat mengajaknya untuk sarapan bersama, namun niat baik itu harus ia urungkan saat tiba-tiba Afan menepis pelan tangannya.
"Afan belum laper, nanti Afan sarapan dikantin sekolah aja" tolak Afan, Delisa menghembuskan napasnya pelan dan berusaha mengalah, karena Delisa tau betul sifat keras kepala dari Afan yang memang sudah keturunan dari almarhum suaminya, yang sampai sekarang sepertinya belum ada yang bisa menaklukan sifat keras kepala dari putra tunggalnya itu.
"Kamu nanti pulang cepet kan?" tanya Delisa memastikan.
"I don't know" jawab Afan datar, yang membuat Delisa menatap putranya sendu.
"Nanti mamah usaha'in pulang dari kantor sebelum jam tujuh malem, biar kita bisa makan malem bareng" bujuk Delisa kepada Afan, siapa tau Afan bisa berubah pikiran yang awalnya selalu pulang tengah malam, dengan bujukan Delisa ini, Afan bisa pulang lebih cepat dari biasanya dan bisa menikmati waktu mereka bersama.
Afan terdiam sejenak seakan menimang sesuatu lalu dengan gerakan cepat ia berjalan kembali menuju motornya, meninggalkan Delisa seorang diri dengan rasa kecewa.
"I can't" kata Afan disela-sela langkahnya.
"Nggak papa, mamah akan tetep nunggu kamu nanti malem" jawab Delisa membesarkan hatinya, meski Afan tidak peduli dan langsung menaiki motornya keluar dari gerbang besar rumahnya.
***
Seluruh anggota inti Surga Dunia kini tengah berkumpul dikantin sekolah, setelah tadi melaksanakan mata pelajaran olahtubuh eh salah! olahjiwa, eh salah lagi! OLAHRAGA yang gue maksud aelah... kenapa typo terus sih.
Dan seperti biasa... setelah membakar kalori di pagi hari mereka akan makan sekarung goni, bercanda... tenang gue cuma bercyanda... bercyanda... HOBAH!
"Kira-kira nanti si roti padimas bakal masuk nggak?" tanya Zafran membuka pembicaraan.
"Kagak tau and kagak peduli, kalo pun masuk gua masih bisa bolos" jawab Samudra santai sambil memakan baksonya yang tanpa ia sadari Firna sudah mengeluarkan tatapan kematian untuknya, Samudra pun yang tanpa sengaja menatap 2 manik mata Firna langsung saja menunduk dan menghentikan aktivitas memakan baksonya.
"Bercanda Na, gue juga nggak bakal bolos" cicit Samudra pelan. Samudra tau betul bagaimana sifat Firna, bahwa Firna itu adalah helo kitty berhati singa, bisa habis dia jadi mangsanya kalau sampai ketahuan bolos, belum lagi jika Firna sampai berani melapor pada papahnya, sudah dipastikan ia tidak akan melihat dunia lagi besok.
Memang sungguh dramatis...
Karena kalian belum tau yang sebenarnya.Melvin terkikik disamping Samudra, bagaimana tidak? Samudra yang bertubuh besar, gagah, dan berwajah sangar bisa takut dengan Firna yang hanya dengan menatapnya tanpa bersuara sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
"𝐃𝐢𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚"
Teen FictionBagiku... dia adalah sosok sederhana yang tak pandai merangkai kata, tapi jika ditanya bagaimana caramu untuk mencintai? maka ia akan dengan tegas menjawab "𝐚𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢𝐦𝐮 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐥𝐮𝐤𝐢𝐬 𝐲𝐚...