12. Braga dan lukanya

3 2 2
                                    

"Tentang kamu yang belum mengikhlaskan atau tentang kamu yang memang terlalu cinta?"

                                                   ~Amora Zea

Awan mendung mulai berkumpul diatas langit kelabu, menandakan sebentar lagi rintik hujan akan jatuh membasahi isi bumi, angin dingin datang berhembus melambai pada ranting-ranting pohon.

Sepasang kekasih tengah bercanda ria dibawah rindanhnya pohon besar yang berhasil menghalau rintik gerimis yang mulai turun.

Klik!

Bunyi pengait helm yang telah selesai dikaitkan, menjadi pengakhir dari canda tawa mereka.

"Yakin mau berangkat ke taman sekarang? udah gerimis loh ini?" tanya Agam pada Zea— seorang gadis yang berhasil mengisi hatinya.

"Yakin dong! malah seru tau... kalok jalan-jalan sambil hujan-hujanan gini" jawabnya antusias sambil tersenyum manis.

"Nanti kalok sakit gimana?" tanya Agam lagi, pasalnya pacarnya ini sangat mudah terserang sakit, apalagi jika sedang musim hujan seperti ini.

"Nggak akan, kalau pun sakit... kan tinggal minum obat, besok juga libur jadi bisa istirahat full" jawab Zea meyakinkan sang kekasih, ia tau Agam memang sangat posesif mengenai dirinya, tapi entah mengapa hari ini ia ingin sekali jalan-jalan sambil menikmati hujan.

"Janji ya, habis jalan-jalan langsung pulang terus istirahat" tegas Agam.

"Oke, siap kapten" jawab Zea lalu memeluk erat tubuh Agam dan dengan senang hati Agam juga turut membalasnya tak kalah erat.

"Tapi kok perasaan aku nggak enak ya" ucap Agam lirih sambil menatap sendu Zea.

"Itu cuma perasaan kamu kalik, jangan terlalu dipikirin... kita berdoa aja oke" jawab Zea menenangkan Agam.

"Hm" jawab Agam lesu sambil menghidupkan motornya.

"Let's go!... " teriak Zea yang disambut tawa oleh Agam, bagi orang diluar sana Zea hanyalah perempuan sederhana... tapi bagi Agam. Zea adalah dunianya.

Disepanjang jalan dengan ditemani oleh rintik hujan yang semakin lebat, Agam dan Zea merasakan kebahagiaan mereka, bercanda gurau, berbagi cerita dan tertawa bersama diatas motor membelah jalanan kota Bandung.

Sederhana... tapi membahagiakan, dan tak semua orang bisa melakukannya.

"Kamu harus semangat terus ya, untuk menghadapi kerasnya dunia ini" celetuk Zea disela-sela dirinya yang kini tengah memeluk erat punggung tegap milik Agam.

"Kok kamu ngomong gitu, kayak mau pergi jauh aja" balas Agam, yang mulai resah dalam hatinya.

"Mati itu tidak mengenal tua, muda, kaya, dan miskin Agam, dan yang terpenting... mati itu tak mengenal waktu" jawab Zea lembut dengan semakin mengeratkan pelukannya kepada Agam.

"Apasih! kok malah jadi bahas mati-matian segala, pamali tau" protes Agam yang tak suka dengan topik pembicaraan mereka.

Zea hanya tersenyum tanpa ingin menanggapi, ia sandarkan kepalanya pada bahu kokoh milik Agam dan menghirup aroma menenangkan milik sang pacar.

"Hujan itu indah... karena terkadang ada pertemuan yang unik didalamnya~dan juga perpisahan tragis yang menyelimuti nya" kata Zea dengan bagian akhir yang sengaja ia ucapkan dalam hati.

"Benar, hujan itu selalu mempertemukan orang-orang dengan cara uniknya, kayak kita berdua contohnya" jawab Agam yang disambut tawa oleh keduanya.

"𝐃𝐢𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang