"Manusia itu cuma bisa merencanakan sementara, Tuhan yang menentukan"
~Fizo Marva Reiner
Seorang laki-laki dengan seragam putih abu-abu khas anak SMA itu kini telah memasuki lorong Rumah Sakit dengan tergesa-gesa, hingga pada akhirnya langkahnya terhenti tepat didepan pintu rawat inap.
Tangannya terkepal kuat kala kedua manik matanya menangkap siluet tubuh seorang laki-laki yang tengah terbaring lemas diatas brangkat Rumah Sakit.
Dari balik jendela buram Rumah Sakit, laki-laki dengan seragam SMA itu mencengkram kuat handle pintu dan membukanya dengan paksa membuat laki-laki yang berada diatas brankar itu seketika membuka matanya karena suara pintu yang berdecit keras mengganggu tidurnya.
Laki-laki diatas brankar itu tersenyum, lantas seolah mempersilahkan laki-laki dengan seragam SMA itu untuk masuk kedalam ruangan.
"Lo pikir lo hebat? dengan diem dan nggak ngasih tau kita semua tentang hal ini?" laki-laki dengan seragam SMA itu menatap tajam lawan bicaranya.
"Lo pikir, lo bisa bertahan berapa lama hah?!" sambungnya dengan mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih.
"Gue sih nggak berharap banyak, ngikut aja sama yang diatas" jawabnya santai yang membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan ikut terbawa emosi.
"Nggak usah main-main Fizo, ini urusan nyawa. Gue yakin, lo bakal sembuh" ucap laki-laki yang menjadi lawan bicaranya itu yang kini mulai merasa tidak tenang.
"Sembuh?" tanyanya dengan diiringi kekehan "lo tau? gue cuma bisa sembuh kalau ada pendonor. Dan gue yakin sebelum pendonor itu ada, pasti gue udah dipanggil dulu sama yang diatas" jawabnya.
Laki-laki dengan seragam SMA itu melangkahkan kakinya maju mendekati brankar dan tanpa aba-aba langsung mencengkram kerah baju Rumah Sakit yang dipakai oleh Fizo, membuat Fizo langsung tersentak kaget atas tindakan dari laki-laki dihadapannya ini.
"Tarik ucapan lo! nggak usah egois, banyak yang peduli sama lo dan gue harap lo nggak ngecewain kita semua!" cengkraman pada kerah baju Fizo semakin kuat membuat dirinya sulit untuk bernapas dengan bebas, memang cengkraman dari orang didepannya ini tak pernah main-main.
Jarang bertindak tapi sekalinya bertindak malah cosplay jadi iblis, tunggu! tapi ini bukan diakan?
Bukannya takut atau apa? Fizo malah tertawa dan terus menatap tajam kedua manik mata lawan bicaranya."Jadi, lo pikir gue egois?" tanyanya dengan remeh "terus lo sendiri apa kabar?" sambung Fizo.
Laki-laki dengan seragam SMA itu membuang muka dan langsung melepas cengkraman tangannya dengan kasar yang membuat sebagian baju Fizo menjadi kusut dan hal itu tak disia-siakan Fizo untuk langsung meraup oksigen sebanyak-banyaknya.
"Nggak usah peduliin gue, urusin aja hidup lo!" jawab laki-laki itu seolah tak ingin mendapat bantahan.
"Gimana gue bisa berhenti peduli sama lo, kalok pada kenyataannya kondisi lo lebih parah dari gue! lawak lo? lo yang paling ngotot pengen gue sembuh terus apa?... setelah gue sembuh lo mati?" ucap Fizo mulai terbawa emosi.
Fizo tak habis pikir dengan orang yang kini ada dihadapannya ini, seolah-olah dia dalam kondisi yang sangat baik-baik saja padahal, ia tak jauh beda dari kondisinya saat ini. Nyawa mereka sudah ada diujung tanduk, hanya tinggal menunggu sampai mana Tuhan akan memberikan kebaikannya dan setelah itu semua selesai!
"Lo butuh pendonor kan?" kata laki-laki itu yang membuat perasaan Fizo seketika berubah gelisah "oke, gue yang akan jadi pendonornya buat lo" finalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
"𝐃𝐢𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚"
Teen FictionBagiku... dia adalah sosok sederhana yang tak pandai merangkai kata, tapi jika ditanya bagaimana caramu untuk mencintai? maka ia akan dengan tegas menjawab "𝐚𝐤𝐮 𝐢𝐧𝐠𝐢𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢𝐦𝐮 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐥𝐮𝐤𝐢𝐬 𝐲𝐚...