7. Dia yang selalu ada

3 2 0
                                    

"Rasa sakit ini, nggak akan ada apa-apanya kalo gue udah bisa liat senyuman lo"

                         ~Samudra Aegir Ruffenza.

"Sret!"

"Brak!"

"Bugh!"

Tubuh Samudra terkulai lemas dilantai dengan bibirnya yang sobek mengeluarkan darah. Sayup-sayup dengan setengah kesadarannya ia menatap sosok laki-laki bertubuh tinggi tegap, berkulit putih dengan style-an jas kantornya yang juga menatap dirinya datar.

Laki-laki itulah yang menyebabkan Samudra kini terbaring lemah dilantai kamarnya dengan luka lebam disekujur tubuhnya, akibat pukulan tongkat besi yang dilayangkan oleh laki-laki bertubuh kekar yang memiliki wajah yang sangat mirip dengannya.

Ia adalah Efendi Tanubrata, seorang CEO yang menggeluti usahanya dari nol hingga membuat dirinya sekarang menjadi seorang milyader di ibukota Jakarta ini, yang merupakan ayah kandung dari Samudra. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun Papah Samudra berbalik dan berjalan keluar dari kamar Samudra.

Brak!

Terdengar suara keras pintu yang ditutup bersamaan dengan Samudra yang langsung meluruhkan tubuhnya diatas lantai tanpa alas itu.

Samudra memejamkan matanya dan merasakan dinginnya lantai yang menusuk, ditambah dengan salah 1 jendela kamarnya yang ternyata belum menutup dengan sempurna hingga membuat angin malam berhembus melalui celah-celah jendela kamarnya.

Tadi, sekitar pukul 12 malam. Samudra baru saja pulang dari Rumah Sakit tempat Firna dirawat, seharian penuh ia menjaga Firna di Rumah Sakit sambil menunggu Saga datang.

Ia yang menyuapi Firna makan, mengingatkannya minum obat, mengantarkannya untuk mengambil wudhu, memegangi infus Firna saat ia melaksanakan shalat, menyalakan kipas angin, mengganti chanel TV Firna saat ia sudah jenuh, menyecrollkan tik-tok, mengajaknya jalan-jalan menggunakan kursi roda, menangkap nyamuk yang mengganggu tidur Firna, dan yang terakhir... ia mengusap puncak kepala Firna yang masih tertutupi jilbab itu dengan penuh sayang dan senyuman hangat sebagai tanda bahwa dirinya harus pulang, karena Saga sudah datang bersama Agam.

"Udah Sam, lo pulang dulu aja, besok baru kesini lagi, sekarang biar gue sama Saga yang jaga'in" kata Agam memberi pengertian.

"Thank's ya, udah bawa Firna cepet-cepet ke Rumah Sakit dan nolongin dia" kini berganti Saga yang berbicara, dengan tangan halus yang masih setia mengusap pelan kening Firna yang sudah tertidur dengan damai.

"Iya bang, sama-sama" jawab Samudra lalu melangkah keluar dari ruang Firna.

Samudra menoleh ke sebelah kanan, dimana terdapat seorang anak remaja yang masih mengenakan seragam OSIS sekolah yang terbalut jaket levis hitam yang sama dengan dirinya, tengah duduk di salah 1 kursi tunggu sambil menyilangkan kedua tangan didepan dada dengan headset yang masih terpasang di kedua telinganya dan jangan lupakan topi hitam yang masih setia menutup sebagian poni rambut dan kedua matanya, yang hanya memperlihatkan hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tipis kemerahan, layaknya salah 1 visual wattpad.

Lhah kan! emang bener, ya nggak?

Kafa mendongakkan kepalanya saat Samudra datang menegurnya, tangan kanannya bergerak melepas salah 1 headset yang masih terpasang ditelinganya.

"Balik kapan lo?" tanya Samudra.

"Nanti gue balik, kalok udah mastiin keadaan Firna udah membaik" jawab Kafa.

"Ati-ati lo, kalok sampek Bang Saga tau lo disini" peringat Samudra dengan tertawa jahil.

"Lo juga... " Kafa menjeda ucapannya "Ati-ati kalok, lo dibantai sama bokap lo" Kafa tertawa diakhir kalimatnya.

"𝐃𝐢𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang