8. Sakit itu bertopeng Cinta

3 2 0
                                    

"Parah hati terbesar adalah ketika lo, di hianati oleh cinta pertama lo sendiri"

                               ~Zafran Cleon Adrastos

Vera kembali melanjutkan langkahnya seolah tidak peduli dengan teriakan Zafran yang sembari tadi memanggil namanya.

"Vera" panggil Zafran dengan nada halus untuk kesekian kalinya, panggilan terakhir itu entah mengapa seakan membuat Vera hilang kendali atas dirinya yang membuat Vera langsung berbalik menghadap ke arah Zafran yang berjarak beberapa langkah darinya.

Sebuah senyum tercetak jelas pada wajah Zafran, Zafran tersenyum puas kala usahanya membuahkan hasil. Jarang-jarang lho Vera mau nanggepin si Zafran Raja Dugong hihi...

Vera memutar bola matanya malas menunggu apa yang akan dikatakan Zafran pada dirinya.

"Jauhi rokok dekati aku...
Rokok membunuh mu, aku mencintaimu... " Zafran tersenyum puas diakhir kalimatnya.

"Cailah... Babang Zafran"

"Fiuwit!!!"

"Lima puluh... "

Vera mendatarkan wajahnya sedatar mungkin, sudah Vera dugong, memang sia-sia menanggapi Zafran pada hasilnya juga TIDAK UNTUNG MALAH RUGI! cepat-cepat Vera berbalik dan melangkah pergi.

"Ikat tali disepatunya... "

"Cakep!" sahut Fizo

"Peka kalik, capek akunya"

"jiahaha... " Samudra tertawa puas diakhir pantun dadakan oleh Zafran.

"Singkat, padat, capek" ujar Afan.

"Widiiiiih... ada bau-bau yang mau nyalon jadi kandidat sad boy nih" ejek Samudra.

"Diem lo bangsul!" jawab Zafran tidak terima.

"Sila ketiga pancasila adalah persatuan Indonesia, Indonesia aja bersatu tapi kenapa lo milih berdua? Zafran Cleon Atos-Atos" ucap Fizo lantang.

"Adrastos" tegas Zafran.

"Sama aja menurut gue" sewot Fizo.

"Lo nggak tau tentang cinta, jadi diem aja" bela Afan.

"Gue tau!" jawab Fizo antusias tak mau kalah.

"Gimana?" Kini giliran Melvin yang bertanya.

"Kek gitu" tunjuk Fizo ke arah gerbang, serempak membuat mereka berlima yang tengah duduk-duduk santai di depan kelas, menolehkan kepalanya ke arah tunjuk Fizo.

Disana mereka melihat Firna yang baru saja memasuki gerbang dengan tergesa-gesa dengan Kafa yang menyusulnya dari belakang.

"Na! tali sepatu!" peringat Kafa dari belakangnya, belum sempat Firna melihat kondisi tali sepatunya yang memprihatinkan karena sudah terinjak-injak sejak tadi tiba-tiba saja...

Bruk!

Hap!

Hampir saja wajah cantik nan mulus itu akan bertemu dengan tanah, batu, pasir, dan saudara-saudranya jika saja tidak dengan sigap seseorang itu menangkap tubuh Firna dengan setengah memeluk, detak jantung Firna berdetak 2 kali lebih cepat, terlebih saat Firna mengangkat kepalanya dan melihat siapa orang yang telah menolongnya.

"Altar?"

Sang pemilik nama pun hanya tersenyum dengan masih mempertahankan tangannya dipinggang Firna yang setengah memeluk itu, hingga sebuah hentakan kasar terasa membuat pegangan tangan Altar benar-benar terlepas.

"Minggir lo sampah!" tegas Afan.

Firna yang masih syok atas perlakuan Afan yang secara tiba-tiba mendorong tubuh Altar keras ke belakang hingga membuat sang empu mundur beberapa langkah, hanya bisa terdiam dan menurut ketika Afan tiba-tiba menarik tubuhnya untuk bersembunyi dibelakang tubuh kekarnya.

"𝐃𝐢𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐚"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang