{PLAGIAT DILARANG MENDEKAT}
Cerita ini murni hasil dari pemikiran dan ide author.
Warning typo bertebaran!!
.
.
.
Di kekaisaran Melatonandia, ada sebuah legenda tentang Hutan Kabut dimana terdapat sebuah pohon besar yang tumbuh subur didalamnya.
Kon...
Saat ada sebuah ancaman, tubuh dan pikiran akan melakukan pertahanan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Chapter 6 ~~~~~~~~~
Setelah acara perkenalan yang tidak terlalu lama itu, Cedric berjalan membelah kerumunan yang hadir disana. Dia diharuskan untuk memilih salah satu perempuan lajang untuk di ajak berdansa bersama nya.
Dia melangkah dengan pasti, tubuh tegapnya berdiri dengan gagah dan penuh percaya dirinya. Semua perempuan yang melihatnya tidak akan berpaling darinya, mereka berharap agar laki-laki itu menghampiri mereka. Suaranya yang menyapa beberapa bangsawan mengalun dengan tenang mencerminkan sikap anggota keluarga yang terhormat. Dia selalu menebarkan senyum ramah pada orang-orang yang berusaha berbicara padanya, namun Sienna tahu senyuman itu adalah sebuah kepalsuan untuk menutupi kebusukannya.
Suara musik mengalun lembut, beberapa pasangan menunggu sang pangeran segera menemukan rekan dansanya agar mereka bisa segera berdansa.
Cedric berjalan, menghampiri seseorang yang sedang menatapnya dengan terpana. "Maukah nona berdansa bersamaku?" Pintanya sopan.
Sienna masih berdiam di tempat, dia berpikir. Apakah tidak apa apa membiarkan orang itu begitu saja? Dia tidak mungkin membuat kekacauan didepan banyak orang, walaupun menurutnya sangat mudah menyingkir kan mereka semua. Tapi Cedric adalah pembunuh gila, dia tidak hanya membunuh seseorang tapi sekaligus mencari kesenangan dari sana.
"Dengan senang hati." Sambutnya membalas uluran tangan Cedric.
"Tidak!" Sienna berseru dari kejauhan. Cedric tidak menghampirinya melainkan menemui Lilia yang tidak sedang bersamanya. Saat hendak mencegahnya pun, langkah kaki yang dibalut sepatu ber hak menyulitkannya untuk bisa cepat ada disana, dia tidak akan sempat menghentikan orang itu.
Mereka berdua mulai menari di tengah-tengah aula istana, diikuti oleh beberapa pasangan yang sudah tidak sabar menunggu agar bisa segera berdansa. Gerakan mereka sangat indah mengikuti suara musik yang mengalun, gaun-gaun yang dikenakan ikut melambai, menari dengan baik. Mereka telah berlatih untuk menunjukannya pada semua orang.
"Bolehkah aku tau nama anda?" Cedric bertanya disela tariannya. Saat ada kesempatan matanya selalu melirik Sienna yang memandang mereka dengan cemas.
"Lilia Blair, Yang mulia." Jawab Lilia lembut, "Terima kasih karena telah mengajakku berdansa." Katanya.
"Anda mirip sekali dengan seseorang yang ku kenal." Cedric tersenyum, kali ini bahkan senyum itu tidak dia tujukan untuk Lilia, melainkan untuk memancing Sienna, untuk mengejeknya, dan mengancamnya.
"Apa yang mulia pernah bertemu dengan kembaran ku, Sienna? Jika yang dimaksud adalah dia. Seharusnya anda mengajaknya." Lilia melirik kearah Sienna. Saudara nya itu berdiri paling depan untuk memandangi mereka, dia bahkan beberapa kali menolak ajakan berdansa dari seseorang walaupun tahu bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang tidak sopan.