Prolog

39 15 0
                                    

SEPTEMBER 2028

Memandang sekitar selayaknya penuh dengan rasa kegelapan. Nafas tidak beraturan memaksaku untuk menghirup air yang dalam. Dinding kaca dengan penonton berteriak gembira. Rambut terurai berantakan mengalir mengikuti gelombang dalam air. Sambil memainkan gelembung air aku menyapa para penonton. Semuanya bersorak gembira melihat penampilanku.

Ini lah aku manusia setengah ikan yang menjadi bahan pertunjukan bagi semua orang. Aku melambaikan tangan sambil memutarkan tubuhku. Dengan penuh keberanian kuberikan aksi mempesona bagi para penonton. Kegembiraan bagi penonton merupakan hal yang gembira bagiku. Dengan suara musik yang memikat para penonton sambil menari mengikuti gelombang lautan. Para penonton sangat gembira dan tirai pada kaca tertutup mengakhiri pertunjukan.

"Ibu dia seperti nyata layaknya putri duyung nyata." Kata anak kecil berteriak ketika tirai itu sudah tertutup.
"Ahhh kamu... tentu saja itu bohongan mana ada makhluk putri duyung di dunia nyata. Itu mereka menggunakan kostum putri duyung kamu masih percaya begitu. Kamu sudah besar anakku." Ucap seorang ibu yang membalas teriakan manis sang anak.
"Hehe... aku ingin seperti dia, ibu bisa belikan kan kan..." jawab sang anak kecil yang suaranya semakin mengecil meninggalkan ruangan pertunjukkan.

Aku berenang ke atas mencari tempat permukaan. Melihat para staff sudah menyiapkan handuk dan kursi roda untukku. Aku berusaha menaiki sudut ruangan dengan bantuan para staff yang ada di sana.
"Kerja bagus nona, hari ini kita mendapatkan penonton yang sangat banyak. Anda dipersilahkan untuk beristirahat." Ia mengangkatku ke atas kursi roda dan mengelap ekorku dengan handuk yang diberikannya.
"Terimakasih Daniel bantuannya, hari ini aku akan ke taman belakang." Ucapku sambil menarik handuk lainnya menutup area miss V. Daniel dan para staff lainnya membelakangiku. Akan tetapi, ada salah satu staff perempuan dengan rambut hitam pekat dengan potongan pendek menarik kursi roda dan mendorong masuk ke dalam ruangan.

"Nona, anda tidak bisa ke taman hari ini. Tuan muda Alvaro ingin menemui anda saat ini." Ucap perempuan berambut hitam itu sambil mendorong kursi roda menuju ruangan Tuan muda Alvaro.
"Baiklah berikan baju ku terlebih dahulu, biarkan aku mengeringkan tubuhku sebelum bertemu dia." Aku meminta bajuku dengan tangan meminta tapi wajah yang menghadap ke arah depan. Daniel dari belakang bergerak mengambil baju ku yang diberikan oleh staff lainnya dan memberikannya kepadaku. Aku menggunakan pakaian ku saat dimana kursi roda mendorongku. Ekorku mulai perlahan kembali menjadi kaki manusia seutuhnya. Semua sirip di bawah dan air sudah mulai mengering. Staff lainnya menata rambutku dengan rapi dan menyiapkan beberapa minuman untukku. Sesampainya di depan pintu, aku meminta mereka untuk berhenti dengan isyarat tangan ke arah mereka.

"Terimakasih sudah membantuku, biar di sini aku saja melakukannya, kalian bisa tunggu aku di sini." Mereka mundur ke belakang dan berdiri tegak, kemudian membungkukkan tubuh mereka sedikit.
"Baiklah nona..." jawab mereka serempak.

Daniel maju untuk mengetuk pintu dan membantuku membuka kan pintu. Perlahan pintu itu terbuka dan aku melihat Alvaro sedang membaca buku atau sejenisnya di meja belajar. Aku mendorong kursi roda dengan perlahan ke arahnya. Perlahan juga Daniel menutup pintu ruangan alvaro dan meninggalkan kami berdua di ruangan.
"Kamu datang juga." Alvaro menutup buku bacaannya dan berdiri menuju ke sofa tamu ruangannya. Ia duduk di sofa sambil menuangkan teh ke meja sofa. Aku mendorong roda kursi roda ke arah depan Alvaro. Kemudian alvaro mengambil cangkir teh hangat untukku.

"Ada apa, kamu bukan hanya ingin memberiku teh saja kan di sini." Jawabku dengan nada ketus.
"Oh ayolah, jangan berburuk sangka begitu manisku, nikmati saja teh hangatnya kamu pasti sudah kedinginan di dalam air."
"Apa menurutmu kamu pantas membicarakan ini dengan hanya memberikanku teh." Aku mengenggam erat cangkir teh itu sambil menatap matanya dengan tajam. Ia pun tersenyum menyengir ke arahku dan tertawa kecil.

"Apa yang lucu dari itu, keluargamu sudah mendapatkan kekayaan dari ku. Kamu anggap itu lucu bagimu."
"Haha... jangan marah begitu, hari ini pertunjukkan terakhir mu." Ia tersenyum kemudian mengirup aroma teh ke hidungnya.

"Hah.... Benarkahh.. tunggu ini pasti ada sesuatu." Aku menaruh cangkir teh ke meja. Sambil mengerutkan dahiku.

"Tidak, aku tidak memerlukan sesuatu hanya saja..." ia meletakkan cangkir teh ke meja sofa.
"APA!." Jawab ku dengan nada tegas.

"Kau harus menjadi istriku." Ia menepukkan kedua tangannya sambil tersenyum.

"HAH....." aku berteriak dengan kaget.
"Yang benar saja..... kamu bercanda ada batasnya." Lanjutku sambil menggempalkan kedua tanganku dan memukulnya ke pahaku.

"Tidak, aku tidak bohong. Ini kontrak mu akan aku hilangkan. Dengan begini kamu tidak akan terikat lagi dengan keluarga Diaz." Ia berdiri dari sofa berjalan ke meja belajarnya dan mengambil kertas kontrak tersebut. Aku menatap ke arah kontrak yang terlihat dan benar itu adalah cap darah pada jariku yang dipaksa sebelumnya.

"Tapi, hanya saja jika kau bersedia menjadi istriku." Ia menunjukkan kontrak tersebut ke arah ku dan tersenyum jahat. Aku menghelakan nafas. Apa yang harus aku pilih sekarang. Apa yang harus aku lakukan?. Penuh dengan pertanyaan dan membuatku sangat bimbang

Arthea the Blue MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang