Titik Terang (2)

1 0 0
                                    

Aku berjalan menyusuri tiap toko di pasar itu. Penuh dengan petani yang menjualkan hasil jualannya. Banyak juga peralatan dagang yang di bawa oleh pedagang melalui mobil yang barusan lewat sebelumnya. Aku berjalan mencari penjualan sayur dan daging yang segar. Saat sedang mencari bahan makanan aku malah berhenti ke suatu toko. Anehnya aku sangat tertarik dengan toko yang ada di sana. Aku melihat toko ini terlihat unik karena menggabungkan truk miliknya menjadi sebuah toko. Ia menggunakan kain menjadikannya atap. Lalu meletakkan meja di bawah atap itu. Meja itu dilapisi taplak berwarna merah gelap dengan corak yang rumit sulit dikenali. Di atas meja itu terdapat banyak sekali jenis perhiasan dan batu yang menarik perhatianku.

Karna merasa ketertarikan dengan itu aku menghampiri toko itu.  Aku melihat begitu banyak sekali benda aneh yang antik dan seperti relik kuno. Aku melihat sebuah kalung dengan liontin kayu serta ukiran aneh di sana.

"Apa kau percaya dengan legenda... legenda seperti duyung." Penjual itu yang sedang duduk di truk turun ke meja jualannya. Ia mengambil kursi yang ada di sebelah meja itu dan duduk di depan meja jualannya. Aku yang sedang berdiri di depan meja menatapnya melihat kelakuannya.

"Ehmm..."
"Hahah.... Maafkan aku. Aku hanya bergurau. Emangnya ada duyung di dunia ini." Ia tertawa sambil mengambil kipas di bawah meja jualannya. Lalu ia mengibas kipasnya ke wajahnya yang kepanasan.

"Musim panas begini memang nikmat sambil minum yang segar. Ahh kamu mau sepertinya aku punya es di bawah meja ini. Tunggu sebentar." Ia mencari sesuatu dibawah meja yang ditutup dengan taplak yang ia punya.

"Kurasa..."

"Haha... ini dia minumannya. Kebetulan aku punya banyak kalengan minuman dingin. Tidak perlu sungkan ambil saja. Oh iyaa itu dijual seharga 1 pound saja. Oh iya kamu harus coba ini." Lagi-lagi dia memotong pembicaraanku. Sambil ia berbicara ia memberikan minuman kaleng itu ke arahku. Secara tanpa sadar aku mengambilnya dengan tangan kananku. Sedangkan tangan kiriku memegang kalung yang tadi aku pegang. Ia kembali ke mobil miliknya. Pergi ke belakang mencari benda lain. Di belakang truknya terdapat sebuah kotak besar penuh dengan benda aneh.

"Maaf tapi, aku tidak bisa membe..."
"Shu shu shu.... Aku sedang konsentrasi mencari sesuatu. Aduhh ada dimana yah.. sebentar sebentar." Ia memotong lagi pembicaraanku. Sambil ia mencari benda yang ia cari aku meletakkan kedua peganganku di atas mejanya.

"Ahhh ini dia.. maaf menunggu. Apa kau tertarik dengan ini. Kantung ini berisikan serbuk dari batu opal dan sesuatu lainnya. Ini bisa memberikan semua jawaban yang kau perlukan sayang. Tentu saja aku jual dengan harga 10 pound saja." Ia menyerahkan kantung yang berisikan seperti manik dan serbuk. Kantung itu diikat rapat tidak bisa dibuka jika diperlukan.

"Ta.." aku ingin melanjutkan, tapi bukan kah aneh jika dia sepeti mengerti yang aku perlukan. Aku penasaran dia ini siapa dan mengapa dia seperti tau dengan suatu hal.

"Benarkah bisa membantuku. Apakah benda itu bisa menjawab pertanyaanku. Bukannya aneh.."

"Ooop oppp... shuu kau ambil saja kantung ini dan gunakan jika diperlukan. Karena benda ini akan memberikan jawaban yang kamu butuhkan. Aku tidak bisa lama lagi di sini. Aku harus pergi ke pasar lain. Kamu mau beli atau tidak. Hari sudah mau sore apa kau tidak memikirkan keluargamu." Ia meletakkan kantung itu di meja persis di depanku berdiri.

"Baiklah aku ambil. Ini uangnya." Aku mengambil kantung itu dan mengantungnya lalu memberikan uang ke arahnya.

"Ahhh senang berbisnis dengan anda dan ini hadiah sebagai pelangganku yang ke 100. Aku hadiahkan kalung ini untukmu dan jangan lupa minumannya. Hehe.. tata..." ia memberikan kaleng minuman itu dengan kalung yang aku pegang tadi melilit di kalengan itu. Aku berjalan dan menatap kalengan minumannya takut serta curiga jika meminumnya. Aku mengocok kalengan itu untuk memastikan apa dia akan meracuniku atau tidak. Saat aku mengocoknya aku menjatuhkan kalung di tanah.

Saat aku hendak mengambil kalung itu dengan menjongkok. Aku melihat tangan seseorang mengambil kalung ku. Seorang pria yang berambut kuning keemasan dan memiliki kumis tipis. Saat aku hendak mengambil kalungku sudah didahulu olehnya mengambil kalung itu. Secara bersamaan kami berdua berdiri sambil menatap satu sama lain.

"Ini kamu menjatuhkan ini. Kalung yang unik dan aneh." Ia memberikan kalung itu ke arahku.

"Hehe iyah. Terimakasih.." saat mengambil kalung itu tiba-tiba tudung ku lepas dan ia melihat wajahku.

"Wowa.. sepertinya akan cocok jika kamu gunakan. Karena terlihat unik seperti wajahmu." Ia tersenyum melihatku, ketika wajahku terlihat olehnya.

"Terimakasih... pujiannya. Aku juga merasakan jika kalung ini sangat aneh dan unik." Aku mengalungkan kalung itu ke leherku.

"Sepertinya kamu tersesat. Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya apa kau baru berada di desa ini?" Ia menyilangkan kedua tangannya sambil menatap wajahku dengan penuh pertanyaan.

"Uhm tidak aku hanya sementara saja di sini karena kerja. Aku sedang mencari sayur dan daging di toko sekitar sini. Cuma tempat di sini sungguh besar berbeda dengan kota ku yang lain." Aku berbohong sambil menutup kembali tudung untuk menutup wajahku.

"Ahh kamu dari kota yah.. pantas saja cara perpakaian dan sangat asing bagiku. Karena aku di sini sudah lama di desa dan baru melihatmu. Kamu mencari sayuran dan daging? Kebetulan aku adalah penjualan makanan olahan. Mari ikut aku ke tempat jualan orangtuaku." Ia menarik tanganku dan menggenggamnya pergi menuju ke tempat yang ia ingin tunjukkan. Terpaksa dengan genggamannya aku harus mengikutinya pergi ke tempat yang akan dia tunjukkan. Kami berlari sambil berpegang tangan. Dengan tangan kiriku sedang memegang kalengan minuman dan tudung kepalaku agar tidak ketahuan.

Tangannya sangat hangat dan sangat keras. Seakan-akan ia sudah bekerja sangat keras. Aroma nya yang sangat familiar mengingatkanku dengan bunga matahari yang ingin aku lihat. Rambut keemasannya bercahaya di musim panas. Begitu mempesona dan menggembirakan tanpa sebab. Seakan kehadirannya menenangkan hatiku dan membuang semua dendam yang kumiliki saat ini.

Ketika sampai di tempat yang ia tuju. Aku melihat toko dengan kaca di dalamnya berisikan jualan makanan serta daging juga sayuran. Selama ini dunia sudah semakin berkembang bahkan toko yang hanya kayu sekarang menjadi lebih modern layaknya rumah. Dari kaca aku melihat seorang perempuan menggunakan celemek dibajunya sedang melambai ke arah kami berdua.

"Ayo.... Di sini..." ia menarikku lagi masuk ke pintu tokonya. Suara bel lonceng pun terdengar ketika membukakan pintu.

"Kali ini kau membawa siapa lagi nak. Ayah tidak punya biaya lagi jika kau memberikan makanan untuk temanmu yang suka mengutang." Seorang pria sedang duduk di meja kasir sambil mengelap meja kasirnya.

"Tidakkk ayahh.. aku sedang membawa pelanggan di sini." Ia melepaskan tanganku dan menunjukkanku dengan kedua tangannya mengisyaratkan ayahnya jika ada pelanggan baru.

"Haa... baiklah... jika kau berbohong lagi. Ayah akan menghukummu mengurus kandang domba di belakang." Seorang pria itu berhenti mengelap meja lalu memegang kedua tangannya di pinggang.

"Maaf tuan... kali ini aku membawa uang." Jawabku sambil mengeluarkan uang dan mutiara.

"Uwaahhh... dia perempuan.... Lionel kamu pria nakal." Seorang perempuan yang tadinya menata barang di rak jualannya datang menghampiri kami bertiga yang sedang berdebat.

"Ibu.... " Teriak pria yang menarikku sebelumnya malu.

"Huhu.. jangan malu gitu. Siapa namamu anak muda. Boleh aku melihat wajahmu." Ibunya datang berjalan ke depan ku sambil membawa sayur yang ia pegang di tangannya.

"Kurasa itu tidak perlu. Dia malu melakukannya." Ucap Lionel yang menantang ibunya.

"Ehmm tidak perlu.. aku tidak masalah. Namaku Sandria salam kenal." Aku memegang bahu Lionel dan tersenyum. Setelahnya aku melepaskan tudung di kepalaku nenunjukkan wajahku ke kedua orangtua Lionel.

"Kali ini kau membawa wanita cantik Lionel. Kerja bagus nak." Ayahnya mengintip di belakang ibunya sambil mengeluarkan jari jempol ke arah Lionel.

"Aduhh ayah... dia hanya ingin mencari bahan makanan saja." Dia malu dan memegang tanganku lagi sambil menunjukkan rak sayur dan daging.

"Hihi... keluargamu sangat menyenangkan. Kamu seharusnya bangga bisa memiliki keluarga seperti mereka." Aku tertawa sambil memilih sayur dan daging di toko miliknya.

"Bukannya menyebalkan. Seharusnya kamu juga pasti merasa sebal jika diperlakukan begitu. Seandainya aku bisa hidup bebas sepertimu pergi ke mana saja yang kamu mau."

Arthea the Blue MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang