Singa Hutan (2)

1 0 0
                                    

Aku menjelaskan bagaimana kami bisa sampai di kabin. Konflik yang terjadi antar Diaz dan diriku. Dia menjadi iba dan merasa jika dia seorang anak yang manja tidak pernah merasakan konflik ini sebelumnya. Akan tetapi, aku tidak membongkar rahasiaku bagaimana aku bisa dirasuki iblis Arthea.

"Kalian benar-benar di luar nalar. Aku bahkan tidak tau harus mencerna ceritanya mulai dari mana." Ia meletakkan tangannya di samping kepala. Sepertinya dia agak pusing dengan apa yang telah terjadi pada kami.

"Begitulah... kamu istirahat saja dahulu. Aku ingin ke suatu tempat terlebih dahulu. Aku akan panggilkan Dexter."
"Tidak perlu aku sudah ada di sini. Baiklah pria hijau minumlah ini, agar mengurangi sakit di kakimu." Dexter datang secara mendadak mengagetkanku. Lalu ia memberikan segelas air putih juga obat antibiotik untuk Lionel.

"Hei... itu artinya HUTAN bukan hijau." Lionel mengambil obat yang diserahkan dokter dengan kesal. Aku tersenyum dan pergi meninggalkan mereka berdua.

~~~~~~~~

Lusa harinya

"Sepertinya salju akan turun sebentar lagi. Apa sebentar lagi sudah bulan Desember. Sudah hampir sebulan kami berada di kabin ini." Aku berceloteh sambil memerhatikan tanaman yang mulai bersiap untuk musim dingin.

"Kau tau kubis dan lobak sebenarnya bisa bertahan hidup di cuaca dingin. Seharusnya begitu, kalian punya kubis tapi tak mengerti merawatnya bagaimana." Lionel datang dari belakang sambil berjalan menggunakan tongkat. Tongkat ini dibuat oleh Dexter dari kayu yang dia simpan di bawah gudang. Kabin Dexter memiliki ruang bawah tanah yang dapat di masukin melalui pintu celah dua orang menggunakan tangga.

"Apa yang kau lakukan di sini. Di sini dingin." Aku menuntun nya lagi kembali ke dalam kabin.

"Kurasa sebentar lagi musim salju. Bagaimana caranya kau kembali ke desa mu jika kaki mu begini." Kami berdua duduk di kursi sofa tamu.

"Ini sepertinya akan sembuh besok hari. Terimakasih perhatianmu kamu sangat baik sekali." Kami memandang satu sama lain dan tersenyum. Kami berdua merasa koneksi terpikat satu sama lain. Seakan-akan ada cahaya matahari yang masuk ke dalam bunga matahari. Cahaya tertangkap oleh mata saling menatap berkaca-kaca.

"Mereka berdua ada di mana." Saat bertatapan, Lionel teralihkan untuk memastikan keberadaan Dexter dan Courtney.
"Mereka?.. owh ahh.. mereka sedang mencari kayu bakar. Kayu bakar untuk persiapan musim dingin. Sebelumnya aku yang mencari kayu bakar kemaren. Sebenernya lebih ke jalan-jalan sih. Tapi kami memang setiap mencarinya bergilir. Hari ini mereka." Aku pun ikut teralihkan memberikan alasan yang sebenarnya terlintas saja dimulutku.

"Hehe.. ku rasa.. tinggal kita berdua di sini. Awhh tapi bukannya bahaya jika kamu ditinggalkan sendiri begini." Lionel menatapku lalu memegang kedua tanganku. Ia mengangkat tanganku. Tangannya yang hangat sehangat musim panas, seperti wajahnya yang penuh dengan keemasan. Entah mengapa perasaan ini, aku lebih nyaman jika dipegang olehnya.

"Mhhehe.. ukh hmm.. tidak apa aku bisa jaga diriku. Maafkan aku, aku belum siap menerima ini. Aku masih tidak bisa melupakan kejadian sebelumnya. Maafkan aku." Aku melepaskan tanganku yang dipegangnya. Aku merasa takut dengan pria. Karena kejadian sebelumnya yang menimpaku. Aku belum siap menerima pria di sisiku saat ini. Aku menunduk sambil mencengkram bajuku dengan kedua tanganku. Aku memikirkan kembali kejadian sebelumnya, tanganku mulai bergemetaran tanpa henti.

"Maafkan aku. Aku melupakannya, aku rasa sebaiknya kita jalani perlahan. Aku akan membantumu membalas perbuatan Diaz untukmu. Sehingga kamu bisa mencintai pria lagi." Ia memegang kedua bahuku, memperlihatkan mataku ke matanya. Aku yang menunduk menjadi terpaksa melihat wajahnya. Anehnya tubuhku tidak merasa getaran jika berada di dekatnya seakan-akan semuanya menjadi tenang.

"Ehm.. kamu pria yang baik." Aku langsung mencium pipi kirinya. Lalu ia memindahkan tangannya ke pipiku. Kemudian kami berciuman di mulut ke mulut. Kami merasakan gairah satu sama lain. Nafasnya seperti coklat kayu manis. Aroma yang kukenali saat pertama kali kami bertemu. Tercium aroma seperti bunga matahari di musim panas. Aku akan merindukan ini dan akan sulit aku lupakan.

Sesaat Lionel hampir membuka bajuku, pintu ruang tamu terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesaat Lionel hampir membuka bajuku, pintu ruang tamu terbuka.

"Sandri....." Teriak Courtney. Aku dan Lionel berhenti berciuaman dan duduk di sofa seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Kami terdiam kaku tidak bisa berbicara SATU katapun.

"Upss... maaf... Dexter kita lewat pintu dapur saja." Courtney mendorong mundur Dexter dan menutup pintu ruang tamu.

"Hah??? Ada apa... apa yang..." Suara Dexter dibalik kayu yang ia angkut menutup wajahnya. Sesaat dia ingin menyelesaikan kalimatnya, pintu sudah tertutup hingga suaranya tidak dapat didengar lagi.

~~~~~~

3 hari setelahnya (4 Desember 1982)

"Terimakasih sudah merawatku di sini. Kurasa kakiku sudah sembuh. Badai salju pun sudah berhenti, aku harus pergi. Nanti orangtuaku khawatir dan bisa saja menemukan kabin ini. Aku akan membalas kebaikan kalian nanti." Lionel membuka pintu kabin. Kami semua melihat salju sudah menutupi seluruh hutan. Aku menyelendangkan kain ke leher lionel agar tidak kedinginan.

"Maafkan aku tidak bisa mengantarmu pergi bersama. Bawalah kalung ini sebagai perlindunganmu. Kamu yakin kakimu sudah sembuh sesungguhnya." Aku mengalungkan kalung yang kubeli sewaktu di pasar dengan orang tua aneh sebelumnya. Kalung kayu dengan ukiran yang sangat sulit aku baca.

"Terimakasih aku akan menerima ini semua. Tidak masalah kaki ku sudah sehat sepenuhnya. Dokter terimakasih sudah merawatku. Courtney terimakasih sudah membantuku." Lionel tersenyum dengan tangannya yang menyentuh kepala kirinya. Kepalanya agak sedikit di miringkan ketika melihat Courtney.

"Yah... itu sudah jadi tugasku." Jawab ketus Dexter.
"Dex... jangan begitu. Hihi.. maksud dokter sama-sama. Jumpa lagi Lionel." Courtney mencubit perut dokter saat dokter menjawab Lionel dengan ketus. Lalu Courtney melambai memberikan isyarat perpisahan. Aku ikut melambai karena melihat Courtney. Saling menatap satu sama lain kami tersenyum. Seakan aku tidak ingin terpisah darinya. Wajah Lionel yang tampak sedih melihatku, lalu berbalik kembali berjalan menyusuri hutan. Sesaat dia menghilang, Dexter menutup pintu kabin.

Tok tok tok ...... suara ketukan pintu yang baru saja 5 menit menutup pintu tamu.

"Lionel....??" Aku membuka pintu pintu kabin.

"Ouhh jadi kalian di sini." Banyak orang menggunakan baju serbah hitam berdiri di depan pintu menggunakan masker hitam dan kacamata hitam sedang menggunakan senjata. Aku terkejut dan mulai menutup kembali pintu kabin. Ternyata kami semua sudah di kepung di dalam kabin. Sebagian orang itu masuk melewati pintu belakang arah dapur. Courtney dan Dexter saling berpelukan satu sama lain. Orang itu mendekat dan memegang tanganku. Mereka memborgolku dengan permata garnet. Kemudian aku lemas tak berdaya. Saat yang bersamaan Dexter dan Courtney dibius menggunakan sapu tangan. Aku merasa seperti dibius total ketika berada di dekat permata garnet. Tubuhku tak bisa bergerak sempurna, kemudian semuanya dibawa ke dalam mobil. Rombongan orang-orang bersenjata itu membersihkan kejadian lalu pergi.

Arthea the Blue MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang