Gagal (2)

22 15 0
                                    

Aku berlari dan berlari di keramaian orang-orang di desa. Aku melihat tempat besar dengan gerbang yang tertutup rapat. Rumah besar yang diharapkan semua orang.

"Seandainya aku memiliki pekerjaan dan tidak menyia-nyiakan hidupku." Aku berjalan kembali pergi dari rumah itu dan menemukan tempat hutan yang tenang.

"Tempat yang menarik, indah sekali." Aku berjalan ke arah itu dan melihat keindahan yang sangat indah. Bulan terang bewarna biru indah dengan sungai yang mengalir yang dipenuhi taman bunga. Aku duduk di antara tumpukan bunga dan memandang pemandangan itu dan berkhayal untuk melukis tempat itu.
"Sungguh cantik sekali." Aku bergumam dalam hati.

Tiba-tiba ada cahaya terang melewati malam seperti cahaya kunang-kunang. Cahaya redup merah kebiruan melewati mataku. Aku tertarik dan mencoba mengikutinya. Kemudian melihat seseorang sedang berdiri menatap bulan.

"Kamu lagi, kenapa ada disini." Perempuan yang menabrakku tadi berdiri diantara padang bunga yang luas menatapku tersenyum ke arahku. Aku terdiam tanpa merasa takut kehadirannya berjalan ke arahnya.

"Sepertinya kamu dipenuhi aura positif yang diselimuti kegagalapan murni." Ia berjalan ke arahku dan memegang daguku.

"Hah apa maksudmu dengan itu." Aku menatap matanya dengan mataku. Aku menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Entah karena rasa yang kagum saat melihatnya atau karna aku sangat ingin bertemu dengannya lagi. Sangat indah selayaknya putri di bawah sinar bulan. Dia sangatlah cantik dengan rambut yang panjang bewarna emas terang. Bulu mata yang lentik, jari jemari yang panjang, tubuh yang lansing dikagumi banyak pria.

"Namamu siapa gadis kecil." Ia melepaskan daguku yang dipegangnya dan menyentuh bibirnya.

"Aku Sadria Niamh"

"Nama yang indah sesuai dengan pemandangan ini, yang artinya teratai yang bersinar di malam hari." Ia tersenyum gembira ke arahku. Senyumannya sangat manis dan terlihat cantik sekali.
"Namamu siapa nona." Aku menanyakan hal yang sama kepadanya.

"Aku tidak tahu siapa aku ini, tapi orang biasanya menyebutku Aine. Oh iya aku minta maaf soal yang tadi, mari datang ke tempatku." Ia menarik tanganku berjalan ke suatu tempat.

"Ehh kemana."

Kami berjalan dari hutan itu dan melihat rumah besar dengan pagar besar dipenuhi penjaga.
"Jadi ini rumahmu, sungguh besar sekali." Aku sangat terkagum dengan keindahan rumah itu. Rumah yang sebelumnya aku lihat saat memasuki hutan tadi. Rumah yang besar dipenuhi gerbang tinggi dan penjaga yang ketat. Penjaga dan pelayan menunduk ke arahnya, dia seperti tuan putri di sini. Rumah dipenuhi dengan warna keemasan serta ukiran yang mewah. Aku sangat kagum bertapa kaya sekali dia. Sangat iri sehingga menjadi daya tarik ku untuk bermotivasi menjadi seperti dia.

"Haha terimakasih gadis kecil, mari sini duduk dulu di sofa. Pelayan tolong urus gadis ini." Perempuan itu memetikkan jarinya dan pergi ke suatu ruangan.

"Ehhh tunggu kamu mau kemana." Aku menahan perempuan itu dengan isyarat tanganku pada saat pelayan itu memberikan makanan kecil dan teh hangat ke meja. Sungguh hidangan yang mewah sekali.

"Hmm ini uangnya." Ia menyodorkan uang ke meja dan menaruh permata bewarna biru merah.

"Ahh tidakk usah, aku tidak meminta itu. Kita hanya kebetulan ketemu." Aku menolak uangnya dengan halus. Aku melihat permata itu, seperti tidak asing ku liat. Tapi ada dimana, apa hubungannya dengan permata ini. Mungkin lebih baik tidak kutanyakan saja.

"Hmm sungguh.. kamu yakin tidak mau. Bukannya kamu sangat memerlukan ini. Kurasa itu sangat beharga bagimu." Ia menyodorkan uang itu kembali. Aku tetap menolaknya dan menggelengkan kepalaku.

Arthea the Blue MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang