08.Bian and Family.

66 10 0
                                    

Semua Butuh Rumah






Pagi hari itu, dimana Bian harus belajar dengn sungguh-sungguh.
Bian menatap buku pelajarannya dengan tatapan lelah.

"Hari-hari bersama buku, sangatlah lelah," ujarnya seraya meminum teh hangat, melepas kacamatanya dan menunduk.

"Keluarga adalah rumah, tapi nyatanya tidak bagi saya. Saya selalu di tuntut untuk terus belajar, dan melanjutkan bisnis ayah saya,"

"Ya Tuhan, mengapa semenjak kakak perempuan saya pergi, semuanya berubah begitu saja?"

"Padahal dulu..."

Flashback.

"Mama, Bian pengen jadi orang kantor biar kayak papah!" ujar anak kecil laki-laki yang berumur sepuluh tahun.

"Iya sayang, belajar yang banyak ya, biar bisa melanjutkan kantor ayah ya.." ujar Mama Bian.

"Semangat sayang, Kakak yakin kamu pasti bisa," ujar Kak Anneth (Kakak Bian).

"Semangat putra ayah! Jadi lelaki sejati yang selalu siaga dan tegas!" ujar Papa Bian.

"Terimakasih mama, papa, dan Kaka telah mendukung Bian menjadi anak yang sukses dan menggapai cita-cita Bian! Bian harap kalian selalu seperti ini hingga nanti," ujar Bian seraya memeluk ketiga keluarganya.

"Pasti sayang, kita akan selalu seperti ini," ujar Mama Bian.

Off.

"Kata kalian, kita akan selalu seperti ini. Tapi nyatanya? Semenjak Kak Anneth pergi kita menjadi keluarga yang asing, bahkan sudah rusak. Bian rindu kalian, yang dulu," ujar Bian menahan tangisnya.

"Bian harap keluarga kita bisa menjadi keluarga yang utuh dan bahagia seperti dulu ya,"

"Kak Anneth bantu doa dari atas ya, semoga mama papa bisa kembali seperti dulu. Jujur, Bian sangat rindu,"

"Kak, jika Bian bisa mengulang waktu. Bian ingin mengulang dimana kita masih bersama-sama dengan sejuta kenangan kebahagiaan yang pernah Bian lewati. Bian sangat mencintai itu,"

"Kak? Janji ya bantuin Bian berdoa semoga keluarga kita bisa kayak dulu lagi meskipun tanpa kakak!"

"Bian masih ingat sekali, saat Kakak pergi meninggalkan Bian di depan mata Bian sendiri. Sepertinya mama dan papa membeci Bian karena hal itu ya Kak?"

Flashback On.

Saat itu Bian dan Kak Anneth tengah bermain sepeda di depan rumahnya. Bermain memutari komplek, saat itu Bian berumur 11 tahun dan kak Anneth berumur 15 tahun.

"Kak balapan yok! Kalau Bian menang kakak belikan Bian ice cream, tapi kalau Bian yang kalah Bian yang belikan Kaka Ice Cream!" ujar Bian mengajak kakaknya untuk berlomba mengendarai sepeda.

"WAH BOLEH TUH! DEAL YA!" ujar Kak Anneth menerima tantangan Bian, seraya berjabat tangan dengan adik kesayangannya itu.

Mereka pun mulai mengendarai sepeda memutari komplek dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Saking fokusnya Bian mengendarai sepeda Bian tak menyadari jika ada mobil yang melaju kencang hendak menabraknya. Kak Anneth yang menyadari hal itu langsung menjatuhkan sepedanya dan mendorong Bian ke arah tepi. Namun naas...

BRAKK!
Kak Anneth tertabrak di depan mata kepala Bian sendiri, dengan hal yang bersamaan mama papanya juga melihat hal itu.

"ANNETH!" teriak Mama papa Bian.

"KAK! KAKAK!" teriak Bian menatap darah yang bercucuran dari beberapa tubuh kakaknya.

Papa Bian pun mengangkat tatapannya, menatap Bian dengan tatapan marah, benci, sedih, dan penyesalan. Dengan penuh tarikan nafas setelahnya ayah Bian mengucapkan kata yang membuat Bian terpaku dan menyentuh hatinya.

"PEMBUNUH! DASAR ANAK SIALAN! KAMU MEMBUNUH KAKAK MU SENDIRI BIAN!" ujar Ayah Bian dengan penuh luapan emosinya.

"P-pembunuh?".

***

Sakit kan? Jika seperti ini, apa pesan kalian untuk Bian, Kak Anneth juga kedua orang tua Bian?.

Eh kangen author gemas ini tydakkk?! wkwk.

***

Sen, 26 agst 2024.

SEMUA BUTUH RUMAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang