BAB 04 : Semakin dekat?

619 116 38
                                    


Halo moyy!

kabar bagaimana?

masih senang dengan cerita ini?

ku harap selalu begitu ya, jangan lupa tersenyum dan berterimakasih pada diri kita sendiri..🌷

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

"Cukup dilihat dan di rasakan kehadirannya, jangan kau usahakan untuk digenggam karena itu selalu mustahil."

°°°

Udara malam nampak berhembus dengan tenang, sinar rembulan nampak hangat di tengah kegelapan yang melanda.

Hanya kesunyian yang menemani ruangan berwarna hitam putih itu seorang diri.

Sunyinya kamar Angkar seolah menjadi teman bagi lelaki itu untuk mengerjakan bertumpuk-tumpuk tugas di meja belajarnya.

Kacamata sebening kristal bertengger dengan indah di hidungnya, bulu matanya yang lentik nampak menambah keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini. Alisnya yang tebal nampak sering berkerut saat tak memahami kata-kata yang ia baca.

Jemarinya yang panjang nampak lihai menuliskan beberapa kata dilembaran seputih salju. Hanya beberapa, karena setelahnya ia menoleh ke arah samping. Tepatnya pada pintu bercat Abu-abu yang nampak terbuka dengan perlahan.

"Sudah tidur?" suara berat dengan intonasi rendah membuat Angkar menggeleng, ia menatap seorang pria dengan umur sekitar pertengahan tiga puluh itu dengan tenang.

Posturnya yang tegak dengan alis dan bulu mata yang tebal memancarkan aura yang tak jauh beda dengan sang anak. Hanya satu kata yang mendeskripsikan tentangnya, sempurna.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya Oviro seraya menatap lembaran lembaran tugas sang anak.

"Ayah kenapa kemari?" senyuman manis tersungging dengan indah di bibir tebalnya, tangannya dengan lembut mengusap rambut sang putra.

"Hanya menyapa, tidak lebih." Angkara berdecih sinis, sangat mengerti dengan sifat sang ayah yang tak mungkin kemari tanpa maksud yang jelas. "Ngomong-ngomong ayah dengar kemarin Bastana menghampirimu."

"Ada perlu apa sampai ia rela jauh-jauh datang ke sana?" Angkar hanya memutar bola matanya malas. "Kau tidak habis membunuh seseorang kan, nak?"

Angkara berdecak kesal, "Ck. Komandan datang hanya untuk menyapa sekaligus mengingatkan. Berhentilah berfikir berlebihan yah."

Bocil untuk Angkara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang